Peneliti Kembangkan AI yang Bisa Prediksi Pandemi, Ini Cara Kerjanya

8 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Dalam upaya mencegah pandemi berikutnya sebelum menyebar luas, para peneliti dari Johns Hopkins University dan Duke University telah mengembangkan alat berbasis kecerdasan buatan atau AI generatif bernama PandemicLLM.

Berbasis large language model (LLM) seperti ChatGPT, alat ini dirancang untuk memprediksi pandemi dari penyebaran penyakit menular seperti flu burung, cacar monyet, dan RSV secara lebih akurat, bahkan saat situasi berubah secara dinamis.

“Covid-19 memperjelas betapa rumitnya memprediksi penyebaran penyakit ketika faktor-faktor penting terus berubah,” ujar Lauren Gardner, pakar pemodelan dari Johns Hopkins yang juga salah satu peneliti dalam pengembangan ini, seperti dikutip dari The Independent, Sabtu (7/6/2025). 

Dipublikasikan dalam jurnal Nature Computational Science, PandemicLLM merupakan langkah maju besar dalam epidemiologi berbasis AI

Model ini tidak hanya memperhitungkan lonjakan infeksi terkini dan kebijakan pemerintah, tetapi juga mencakup data vaksinasi, tingkat rawat inap, karakteristik demografis, hingga prevalensi varian virus di tiap negara bagian di Amerika Serikat. 

Keunggulan PandemicLLM

Salah satu keunggulan utama dari PandemicLLM adalah kemampuannya dalam membuat prakiraan jangka pendek, yaitu satu hingga tiga minggu ke depan.

Ketika diuji secara retroaktif terhadap data pandemi Covid-19 selama 19 bulan di Amerika Serikat, alat ini menunjukkan performa lebih baik dibanding metode prediksi terkemuka yang digunakan oleh CovidHub milik CDC.

"Biasanya, kita hanya menggunakan data masa lalu untuk memprediksi masa depan," kata Hao Yang, asisten profesor teknik sipil dan sistem di Johns Hopkins.

"Namun, itu tidak cukup. Framework baru ini memanfaatkan data real-time untuk menangkap dinamika yang sebenarnya," tuturnay lebih lanjut. 

Ke depannya, tim peneliti berencana mengeksplorasi bagaimana LLM ini bisa meniru proses pengambilan keputusan individu terkait kesehatan.

Harapannya, alat ini dapat membantu perancang kebijakan merumuskan strategi yang lebih tepat sasaran dan adaptif terhadap perubahan kondisi di lapangan.

Bongkar Mitos AI: Apa Benar Bakal Gantikan Pekerjaan Manusia?

Di sisi lain, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) semakin sering kita temukan di kehidupan sehari-hari. Berkat AI, fitur kamera smartphone, chatbot, sampai sistem rekomendasi di media sosial kini makin pintar. 

Kendati begitu, masih banyak mitos yang beredar dan membuat masyarakat salah paham soal apa itu AI dan bagaimana cara kerjanya.

Supaya tidak salah kaprah, berikut deretan mitos dan fakta soal AI yang sudah dirangkum Tekno Liputan6.com dari berbagai sumber. 

1. Mitos: AI Akan Menggantikan Semua Pekerjaan Manusia

Teknologi AI dirancang untuk membantu pekerjaan manusia. Namun perlu diingat, AI membantu dalam mengerjakan tugas yang bersifat rutin dan repetitif, sehingga bukan berarti semua profesi bakal hilang.

Dengan bantuan AI, manusia bisa sangat terbantu dan bisa bekerja lebih efisien, serta memilih lebih banyak waktu untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kreativitas. 

AI Punya Perasaan atau Pikiran

2. Mitos: AI Punya Perasaan atau Fikiran Seperti Manusia

Meskipun AI bisa merespons secara natural dan terdengar "manusiawi", bukan berarti mereka punya emosi atau kesadaran.

AI sering digambarkan layaknya robot yang bisa membantu manusia memecahkan masalah atau teman curhat manusia. Namun dikutip dari laman Early Information Science, AI hanya bisa menyelesaikan masalah yang dirancang untuknya.

3. Mitos: AI Selalu Netral

Faktanya, AI bersifat bias. Ini dikarenakan AI dilatih menggunkan data manusia. Jadi kalau datanya mengandung bias, hasil keluarannya juga tidak bisa adil. 

Kendati begitu, para ahli kini sedang berusaha untuk menciptakan AI yang lebih adil. Beberapa di antaranya bahkan berupayta mengembangkan framework etika untuk memastikan teknologi AI yang lebih transparan dan bertanggung jawab. 

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |