Liputan6.com, Jakarta Forestra 2025 akan digelar 30 Agustus 2025 di hutan pinus Orchid Forest Cikole, Lembang, Bandung. Barisan musisi papan Tanah Air siap memperkuat pergelaran musik ini. Salah satunya, Bernadya.
Selain Bernadya, Forestra 2025 diperkuat Reza Artamevia, Sal Priadi, Voice of Baceprot, The Sigit, Raja Kirik, Ensemble Tikoro, dan penampilan tunggal Iksan Skuter, The Panturas, hingga Oom Leo Berkaraoke.
Berbagai aktivasi baru di Area Gema digelar jelang Forestra 2025 dari diskusi musik bersama Program Director Pestapora Kiki Ucup, hingga pertunjukan bertajuk “Bio-plant Sonic” dari Bottlesmoker.
Di tahun ini pula, Forestra 2025 menyediakan akses lebih awal ke area pertunjukan melalui kategori tiket Awalan Hari hingga kembalinya kerja sama dalam gerakan lingkungan bersama Greenpeace Indonesia.
Ruang Bagi Alam Berbicara
Lewat pernyataan tertulis yang diterima Showbiz Liputan6.com, Kamis (10/7/2025), Creative Director Forestra 2025, Jay Subyakto menyebut Forestra dirancang menjadi pengalaman kolektif yang menyatukan aransemen musik, tata cahaya, dan visual panggung dalam satu narasi utuh.
“Panggung Forestra dibentuk agar memberi ruang bagi alam untuk ikut ‘berbicara.’ Saya tidak merancangnya untuk menguasai lanskap, tapi untuk berdialog dengan hutan,” katanya.
Cahaya, Struktur, dan Visual
“Cahaya, struktur, dan susunan visual diatur dalam harmoni dengan membiarkan elemen alam menjadi bagian dari pertunjukan itu sendiri, bukan sekadar latar,” beri tahu Jay Subyakto.
Selain tata panggung yang khas, kekuatan Forestra terletak pada pendekatan musikal yang dikembangkan Music Director, Erwin Gutawa. Tahun ini, salah satu momen yang paling dinanti, yakni aksi The SIGIT, band rock asal Bandung yang dikenal dengan eksplorasi musiknya.
Tantangan Sekaligus Pengalaman Emosional
Vokalis sekaligus gitaris The SIGIT, Rekti Yoewono, menyatakan tampil di Forestra adalah kesempatan langka untuk menyatukan akar musik dengan lanskap tempat mereka tumbuh. Baginya, Forestra dengan panggung di tengah hutan adalah ruang langka bagi musisi.
“Forestra memberi kami tantangan sekaligus pengalaman emosional: bagaimana membawa musik yang biasanya kami mainkan di ruang gelap penuh distorsi, ke tempat sunyi dan hidup. Rasanya seperti pulang, tapi dengan cara yang benar-benar baru,” pungkas Rekti Yoewono.