6 Fakta Film Perempuan Pembawa Sial, Usung Mitos Bahu Laweyan dan Bawang Merah Bawang Putih

6 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta Film Perempuan Pembawa Sial telah tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 18 September 2025. Film karya Fajar Nugros ini menyajikan kisah Mirah (Raihaanun), yang hidupnya dikelilingi kemalangan.

Ia seolah dihantui masa lalu dalam wujud kutukan mematikan: setiap pria yang mengasihinya akan menemui ajal. Cerita ini mengangkat mitos kuno bahu laweyan yang melegenda, dipadu dengan narasi yang terinspirasi dongeng klasik.

Dongeng klasik yang dimaksud Bawang Merah Bawang Putih. Kombinasi ini menciptakan jalinan takdir dan karma kelam untuk audiens modern. Jadilah Perempuan Pembawa Sial punya beragam daya tarik untuk memikat para pencinta sinema.

Selain Raihaanun, Perempuan Pembawa Sial dibintangi Clara Bernadeth, Morgan Oey, dan Didik Nini Thowok. Laporan khas Showbiz Liputan6.com kali ini merangkum 6 fakta film horor Perempuan Pembawa Sial. Selamat menyimak.

Diakui sang produser, Manoj Punjabi, KKN di Desa Penari ini merupakan salah satu film horor yang memiliki budget cukup tinggi. Bahkan mengalahkan film drama yang pernah dibuatnya.

1. Trauma Masa Kecil Sutradara

Kehadiran Didik Nini Thowok dalam Perempuan Pembawa Sial tak sekadar menghidupkan tokoh Mbah Warso. Sang maestro tari ini manifestasi ketakutan pribadi Fajar Nugros. Keputusannya mengajak Didik Nini Thowok berawal dari trauma masa kecil.

“Waktu masih SD, saya tidak sengaja melihat topeng Eyang Didik tergeletak di sebuah ruangan gelap saat beliau akan tampil. Gambaran itu begitu menakutkan dan terus membekas sampai sekarang,” Fajar Nugros menjelaskan.

2. Didik Nini Thowok Main Api dan Mantra

Didik Nini Thowok menjalani sejumlah workshop sebelum terjun ke lokasi syuting film Perempuan Pembawa Sial. Salah satu yang dipelajarinya, kata Fajar Nugros, memainkan api 

“Ia menjalani workshop sebelum syuting di antaranya berhubungan dengan api, menari, dan waktu syuting bagian tari, saya minta Mas Didik menciptakan syair semacam rapalan mantra,” paparnya panjang.

3. Kutukan Bahu Laweyan

Fokus utama film ini, bahu laweyan, sering dianggap takhayul atau cerita pengantar tidur. Didik Nini Thowok, yang bertindak sebagai konsultan budaya dalam film ini, memberi kesaksian mengejutkan. Ia menyebut kutukan bukanlah isapan jempol belaka.

“Saya punya teman yang terkena bahu laweyan. Saat itu, kami harus melakukan serangkaian ritual untuk membuang kutukan tersebut. Jadi, ini nyata, bukan cuma mitos,” akunya lewat pernyataan tertulis yang diterima Showbiz Liputan6.com, Jumat (26/9/2025).

4. Sajikan Budaya yang Autentik

Untuk menghidupkan kisah yang kental budaya Jawa dan Minang, para aktor tampil total. Sebagai Bana, Morgan Oey, belajar memasak rendang agar gerakannya terlihat natural dan meyakinkan di depan kamera. Rendang dipilih bukan tanpa alasan.

“Kenapa rendang, karena ada spesifiknya. Rendang masakan khas almarhumah ibunya Bana. Tiap masak atau makan rendang, itu mengingatkan Bana akan rumah. Dia perantauan dari Padang ke Yogyakarta,” ber tahu Morgan Oey di Jakarta, baru-baru ini.

5. Dongeng Bawang Merah Bawang Putih

Meskipun tidak secara harfiah mengadaptasi cerita Bawang Merah Bawang Putih, film ini mengambil esensi penderitaan dan ketidakadilan dari dongeng tersebut sebagai fondasi narasi.

Karakter Mirah merepresentasikan sosok yang terus-menerus ditindas takdir dan lingkungan sekitarnya. Bana hadir sebagai cerminan sekaligus mentor Mirah dalam menghadapi romantika hidup.

6. Dongeng Dibalut Karma Gelap

Perempuan Pembawa Sial mengeksplorasi konsep karma secara brutal: apakah kutukan yang menimpa Mirah adalah takdir buta, atau buah dari perbuatan di masa lalu yang kini datang menagih balas?

Lapisan cerita ini memberi dimensi psikologis yang lebih dalam, menjadikan Perempuan Pembawa Sial bukan sekadar horor supranatural, tapi juga sebuah perenungan tentang nasib dan konsekuensi.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |