Laporan Liputan6 dari Polandia: Nyonya Kazimiera, Burung Dara, dan Lahirnya Kembali Kota Warsawa

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Saat malam menjemput siang dan mega-mega meneteskan gerimis, sejumlah lampu mulai memandikan gedung-gedung kota tua Warsawa dengan cahaya. Termasuk, sebuah restoran dengan dinding abu-abu di salah satu gang. Untaian lampu membuatnya tampak benderang kehijauan.

Sebuah kosen dengan bagian atas melengkung bercat broken white mencuri perhatian para turis, yang menyusuri ibu kota Polandia. Lengkungnya memang jamak ditemukan di bangunan kota tua lain di bebagai negara. Namun, ada patung sekumpulan burung dara bertengger di atasnya.

Dua di antaranya mengepakkan sayap dengan gagah. Sepintas, koloni burung dara ini tampak biasa sampai sebuah rahasia sejarah terkuak dan nama Kazimiera Majchrzak disebut. Kazimiera Majchrzak dijuluki Pigeon Lady. Wanita Merpati.

Malam itu, rekam jejak sejarah mengajak para turis, termasuk jurnalis Liputan6.com, Wayan Diananto, menunggangi mesin waktu dengan tujuan kembali ke era Perang Dunia 2. Tepatnya, ke dekade 1940. Satu pertanyaan menyelinap di benak.

Siapa Kazimiera Majchrzak sebenarnya? Mengapa ia dan populasi burung dara ini begitu penting bagi Polandia? Kazimiera Majchrzak adalah pensiunan tua yang tinggal di kawasan kota tua Warsawa sebelum Perang Dunia 2 meletus.

Berita video highlight pertandingan Grup C Piala Dunia 2022, antara Argentina melawan Polandia, Kamis (1/12/22). Argentina berhasil menang dengan skor 2-0.

Promosi 1

Hidupnya Kembali Kota Warsawa

Kazimiera Majchrzak punya kebiasaan memberi makan burung dara tiap hari. Warga kota mengenalinya. Saat bom kiriman Jerman “menari-nari” di Tanah Polandia sekitar tahun 1939 dan 1944, 85 persen wajah Warsawa luluh lantak.

Tak banyak yang selamat dari tragedi kemanusiaan ini. Kazimiera Majchrzak salah satu dari yang segelintir itu. Salah satu warga Warsawa yang mencermati sejarah negerinya, Gosia Brzozka-wars, menjelaskan, sebelum Perang Dunia 2, Warsawa dihuni 1,3 jutaan jiwa.

“Pada Januari 1945, ketika perang berakhir, hanya tersisa 1.000-an jiwa yang masih tinggal di sini. Nyonya Kazimiera termasuk kelompok pertama yang kembali ke kota ini dan memberi makan burung dara (lagi),” katanya kepada Liputan6.com.

Kazimiera Majchrzak kembali menjalani hidup seperti sebelum perang meski didera banyak ujian. Kembali hidup, kembali bermanfaat buat sesama makhluk meski “hanya” burung dara. Dari Kazimiera Majchrzak, warga belajar, kebaikan sekecil apapun tetaplah kebaikan.

“Ia menjadi simbol kehidupan kembali Kota Warsawa,” ucap Gosia Brzozka-wars. “Bagian utama, terbesar, dan terpenting dari kota telah hancur sekitar 85 persen. Tak heran jika orang-orang tidak percaya bahwa kota Warsawa bisa direkonstruksi,” ia menyambung.

Pemerintah Polandia sempat mengurungkan niat untuk membangun ulang Warsawa. Wacana untuk memindahkan ibu kota Polandia ke kawasan lain sempat muncul. Bahkan, sejumlah kota yang dipandang lebih layak, kala itu dijajaki. Lodz dan Poznan, dilirik.

“Sejumlah kota sempat dijajaki, yaitu Lodz atau Poznan yang jauh lebih aman dengan kondisi lebih baik,” urai Gosia Brzozka-wars, seraya menyebut Warsawa sangat multikultural. Dulu, sekitar 40 persen populasi penduduknya adalah orang Yahudi.

Kembali ke Warsawa, Pulang ke Rumah

Komposisi ini berubah drastis setelah Perang Dunia 2. Perang mengubah segalanya. Tak hanya wajah Warsawa yang elok, tapi juga harapan warga. Setelah Warsawa porak poranda akibat perang, publik kala itu bertanya-tanya: Mungkinkah kembali ke Warsawa?

Pertanyaan lain, apakah Warsawa masih bisa menjadi rumah? Kazimiera Majchrzak menjawab keraguan. “Berkat Nyonya Kazimiera, makin banyak warga kembali. Setahun kemudian, ada 300.000 jiwa kembali ke Warsawa,” Gosia Brzozka-wars memaparkan.

Kazimiera Majchrzak bukan sekadar soal pulang ke Warsawa. Ia adalah perempuan dengan suara lantang dan optimistis yang menyala layaknya lentera. Mengubah gulita bernama pesismistis menjadi cerlang, yang kemudian disebut publik sebagai harapan.

“(Pergerakan Kazimiera) ini mengingatkan pemerintah betapa pentingnya membangun ulang Warsawa. Sayang, Nyonya Kazimiera tak sempat melihat hasil akhir pembangunan ulang Warsawa. Maka, ia diabadikan lewat sebuah patung,” beri tahu Gosia Brzozka-wars.

Tak heran warga lokal yang menyusuri gang ini sering menoleh ke patung burung dara di atas jendela. Tak sedikit pula warga termasuk pemandu wisata (yang mengajak para turis luar negeri) berhenti sejenak di sisi restoran ini, menatap dara-dara dan maknanya.

Menoleh ke burung dara, artinya berpaling ke asa. Hari-hari berat datang, sepasti hari-hari penuh berkah yang diperjuangkan. Saat hari berat datang, saat itulah kita menoleh pada harapan. Menumbuhkan pemahaman bahwa fase kelam dalam hidup bukan akhir dari segalanya.

Tak sedikit yang mengagumi keindahan dan makna di balik simbol, patung, dan gedung-gedung yang dibangun ulang berdasarkan “cetak biru” Warsawa yang klasik. Sejumlah turis mengakui, pelesir ke Warsawa tak sesimpel yang dibayangkan dalam arti positif.

Patung Putri Duyung Warsawa

Piknik ke Warsawa, seperti menapaki keping-keping masa lalu Perang Dunia 2 dan semburat era sosialis terkait Uni Soviet. “Ini kayak perjalanan melintasi mesin waktu. Diajak kembali ke jejak-jejak masa lampau. Kalau ngomongin Polandia, enggak bisa dilepaskan dari kota tua di Warsawa. Di situlah jantung dari berbagai peradaban dan pusat pemerintahannya,” cetus Purnama, salah satu turis dari Indonesia. 

Di kota tua Warsawa, orang bisa menapaki jejak hidup musisi legendaris Frédéric Chopin hingga ilmuwan Marie Curie. Sejumlah ikon masa lalu yang relevan dengan masa kini pun ada di sana. Salah satunya, patung Putri Duyung. Seorang turis menyorot figur yang satu ini.

“Patung Putri Duyung yang di tengah pasar Kota Tua ini juga punya cerita panjang, kan? Istilahnya, setiap meter di Kota Tua ini menyimpan cerita. Buat saya yang suka sejarah, Warsawa ini punya cerita yang tak habis dikulik,” tutur seroang turis, yang enggan disebut namanya.

Melansir berbagai sumber, monumen Putri Duyung di Pasar Kota Tua Warsawa ini replika tahun 2008. Patung aslinya, yang dirancang Konstanty Hegel dan diresmikan pada 1855, saat ini disimpan di Museum Warsawa tak jauh dari lokasi aslinya.

Putri Duyung lalu jadi salah satu identitas Polandia. Dalam catatan Gosia Brzozka-wars, simbol Putri Duyung ini eksis bahkan sejak abad ke-15. Seiring waktu, bentuknya berevolusi. Bisa digambarkan pria atau wanita. Benang merahnya, selalu membawa senjata entah pedang atau perisai.

Ia dimaknai sebagai pelindung, bisa juga pertahanan. Menariknya, seniman legendaris Pablo Picasso saat melawat Warsawa pada 1948 menggambarkan Putri Duyung Warsawa versinya sendiri. Terlepas dari jenis kelamin, ada satu perbedaan besar yang mencuri perhatian.

“Satu perbedaan besarnya, ia tidak digambarkan memegang pedang tapi palu. Ragam tafsir bermunculan. Ini bisa jadi simbol sosialis atau rekonstruksi (membangun ulang kota). Jadi rekonstruksi perlahan dimulai di sini. Mulai dari versi awal,” tutur Gosia Brzozka-wars.

Putri Duyung ini membawa suara tentang bertahan dan merekontruksi yang ambyar. Semangatnya sejalan dengan Kazimiera Majchrzak dan konsistensinya memberi pakan burung dara. Ini soal bagaimana memulai yang telah tercerai berai. Menghidupkan harapan meski optimistis telah dikubur.

Dari Kazimiera Majchrzak. Dari putri duyung. Dari seorang wanita. Harapan dirajut-renda. Warga melangkah lagi berderap-derap. Kerja keras digema-rayakan. Lalu, satu kota dilahirkan ulang dengan nama yang sama: Warsawa.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |