Liputan6.com, Jakarta Para pemeran utama serial The World Between Us: After the Flames membagikan momen paling berkesan selama proses syuting. Dalam sesi wawancara eksklusif bersama Liputan6.com di Singapura beberapa waktu lalu, Vic Chou, Nikki Hsieh, dan Hsueh Shih Ling mengungkapkan pengalaman mereka yang penuh warna, mulai dari adegan lucu hingga momen penuh emosi yang tak terlupakan.
Bagi Nikki Hsieh, salah satu adegan yang paling berkesan adalah saat bersama Vic Chou, “Ada satu adegan aku dan Ma Yi Shen ada di dalam ruangan, tapi di antara kita ada pembatas sebuah pintu kayu. Kita sama sekali nggak bertemu tapi dia menerima emosiku dengan baik,” kata Nikki mengenang momen tersebut dengan senyum.
Vic Chou pun memiliki kenangan tersendiri. Ia menyebut sebuah adegan saat karakternya bersama Zheng Ming, Zheng Guang, dan pacar Zheng Guang berkendara bersama dalam satu mobil kecil.
“Aku nggak ngomongin emosinya karena di dalam hidupku sendiri aku nggak punya gambaran seperti itu. Beberapa teman baik duduk di dalam satu mobil bersama pergi ke suatu tujuan. Aku sangat menikmati beberapa adegan yang ada orang lain nyetirin saya,” ujar Vic.
Pengalaman Seru saat Syuting
Sementara itu, Hsueh Shih Ling mengaku bahwa hampir semua adegan membekas di benaknya, meski ia tak selalu tampil di layar.
“Walaupun nggak ada scene untuk saya, tapi kalau ada adegan besar aku tetap datang untuk melihat. Saat teaser tadi diputar, aku masih sangat ingat apa yang terjadi di setiap adegannya,” katanya.
Selain adegan favorit, mereka juga membagikan pengalaman paling diingat selama proses syuting. Nikki mengenang satu momen saat karakternya duduk di antara penonton bersama kedua anaknya, sementara karakter Gao Zheng Guang berbicara serius di atas panggung.
“Kita duduk di salah satu meja bundar, sedang main game. Tapi waktu action kita berhenti main, dan emosi kita benar-benar berbeda saat itu,” ungkapnya.
Hari yang Dingin
Vic Chou juga tak bisa melupakan satu hari syuting yang sangat dingin saat adegan kampanye pemilihan kandidat Gao Zheng Guang.
“Setiap kali kita syuting outdoor selalu ketemu cuaca dingin di Taiwan, dan hari itu yang paling dingin. Adegan terakhir itu kami semua duduk di dalam kantor di sebuah kuil. Semua orang bertanya apakah ada bihun yang bisa dimakan. Saat bihunnya diantar, kita semua langsung makan karena kedinginan,” kenangnya sambil tertawa.
Momen bihun tersebut ternyata cukup legendaris bagi para pemain. Nikki menambahkan, “Sebenarnya bihun itu buat syuting tapi malah kita makan, ha ha.”
Hsueh Shih Ling juga mengingat pengalaman syuting Nikki menari cheerleader. “Hari itu dingin banget tapi Nikki harus nari cheerleader. Luar biasa! Padahal sudah disiapkan penghangat tapi tidak ada gunanya,” pungkasnya.
Sinopsis
Kisah dimulai dengan serangan pembakaran di sebuah toko serba ada di Kabupaten QingYun. Hu Guan Jun, seorang pemuda berusia 24 tahun, menuangkan bensin dan membakar toko tersebut, yang mengakibatkan korban jiwa di antara orang-orang yang tidak bersalah. Jaksa menuntut hukuman mati, menjadikan kasus ini sebagai kasus hukuman mati potensial pertama di bawah sistem hakim warga negara yang baru.
Psikiater Ma Yi Sen (Vic Chou) kehilangan istri dan anaknya dalam insiden tersebut. Kehilangan orang yang dicintainya membuat Yi Sen hidup seperti "mayat hidup" sampai pelaku datang ke rumah sakit untuk evaluasi psikologis. Didorong oleh keinginannya untuk balas dendam, Yi Sen akhirnya menemukan alasan untuk bertahan hidup.
Gao Zheng Guang (Hsueh Shih Ling), seorang legislator baru yang terpilih dan menghadapi krisis pencabutan mandat, memiliki hubungan lama dengan Yi Sen. Ia berjuang untuk tetap teguh pada prinsipnya di bawah tekanan partai, publik, dan latar belakang keluarga politiknya, tetapi terus-menerus mengalami kegagalan.
Apa yang terus menghantui pikiran Yi Sen dan Zheng Guang adalah kegagalan mereka untuk membantu Zheng Ming (Nikki Hiseh) ketika ia berada di titik terendah 20 tahun lalu. Setelah dua dekade menghilang, keberadaan Zheng Ming akhirnya terungkap. Namun, suaminya, Lou Zi Qiang, membunuh seorang petugas pengadilan dan melakukan pembunuhan karena skizofrenia. Hal ini membuat Zheng Ming kembali menghadapi kesulitan besar.