Nigeria Denda Meta dan WhatsApp Rp 3,7 Triliun, Harus Dibayar dalam 60 Hari!

3 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Perlindungan data pribadi pengguna kini jadi fokus bagi banyak negara di dunia. Mulai dari Uni Eropa yang secara tegas menangani masalah pelanggaran data oleh perusahaan-perusahaan teknologi, kini negara di Afrika juga mulai ketat menerapkan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.

Kali ini, Nigeria menjatuhkan sanksi denda bagi Meta dan WhatsApp karena keduanya dianggap telah melanggar undang-undang perlindungan data dan hak konsumen negara itu.

Mengutip informasi dari Reuters, Selasa (29/4/2025), sanksi itu dijatuhkan oleh Komisi Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Federal Nigeria.

Mereka menjatuhkan denda sebesar USD 220 juta atau sekitar Rp 3,7 triliun kepada Meta dan WhatsApp.

Mengutip Tech Point Africa, perusahaan hanya diberi waktu 60 hari untuk membayar denda tersebut. Demikian berdasarkan keputusan Pengadilan Persaingan Usaha dan Perlidungan Konsumen pada Jumat, 25 April lalu.

Nigeria disebut telah melakukan penyelidikan menyeluruh sebelum keputusan ini dijatuhkan. Adapun penyelidikan dilakukan Komisi Persaingan Usaha dan Komisi Perlindungan Data Nigeria.

Hasil penyelidikan mengungkap, terjadi beberapa pelanggaran oleh Meta dan WhatsApp. Termasuk di antaranya pembagian data pengguna Nigeria secara tidak sah.

Selain itu, Meta dan WhatsApp juga tak mendapatkan persetujuan pengguna tentang proses pembagian data. Terakhir, investigasi mendapati adanya praktik diskriminatif yang memperlakukan konsumen Nigeria secara berbeda dari pengguna di wilayah lain.

Meta, induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, dituduh memonopoli pasar media sosial secara ilegal — dan kini terancam dipaksa melepas dua anak usahanya yang paling besar: Instagram dan WhatsApp!

Penyelidikan Dilakukan 38 Bulan!

Temuan ini berdasarkan penyelidikan yang dilakukan selama 38 bulan, sejak Mei 2021. Komisi menekankan, tindakan Meta telah melanggar Peraturan Perlindungan Data Nigeria dan UU Persaingan dan Perlindungan Konsumen Federal 2018.

Menanggapi sanksi denda yang menjeratnya, Meta mengajukan banding dan beralasan kalau sanksi denda yang dijatuhkan berlebihan. Menurut perusahaan yang dibangun Mark Zuckerberg ini, arahan Komisi Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Federal Nigeria tidak jelas dan tidak mungkin dilaksanakan.

Meta juga berpendapat, masalah perlindungan data berada di bawah Komisi Perlindungan Data, bukan Komisi Persaingan Usaha.

Pengadilan Tak Bergeming, Meta Harus Bayar Denda

Meski begitu, pengadilan Nigeria menolak argumen Meta dan menegaskan bahwa Komisi Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Federal Nigeria telah bertindak sesuai mandat sahnya. Meta, kata pengadilan, sudah diberi kesempatan yang cukup untuk didengar.

Putusan pengadilan juga memerintahkan Meta dan WhatsApp untuk segera menghentikan praktik berbagi data pengguna Nigeria yang dilakukan secara tidak sah dengan pihak ketiga, termasuk Facebook.

Pengadilan pun menyebut, Meta dan WhatsApp diharuskan untuk mengembalikan mekanisme persetujuan pengguna. Hal ini akan memungkinkan pengguna di Nigeria untuk menentukan bagaimana data mereka dibagikan dan kembali ke kebijakan pembagian data tahun 2016.

Meta dan WhatsApp Harus Setop Bagikan Data Pengguna ke Pihak Ketiga

Meta juga wajib menyerahkan laporan kepatuhan kepada Komisi Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen serta Komisi Perlindungan Data paling lambat 1 Juli 2025. Perusahaan media sosial raksasa ini juga wajib mengganti biaya investigasi sebesar USD 35.000 kepada Komisi Persaingan Usaha.

Nigeria dipandang telah membuat keputusan penting dalam menegakkan hukum perlindungan data dan meminta pertanggungjawaban perusahaan teknologi atas praktik yang dilakukan di negara itu.

Keputusan itu bakal memberi sinyal ke perusahaan global lain yang menjalankan bisnis di Nigeria, untuk mematuhi peraturan setempat dan melindungi hak konsumen.

Foto Pilihan

Para karyawan menyambut pelanggan yang memasuki toko mereka yang menjual Apple iPhone 16 di Jakarta pada 11 April 2025. (BAY ISMOYO/AFP)
Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |