Liputan6.com, Jakarta Nguber Drummer kembali mencatat jejak penting dalam perjalanannya dengan tampil selama dua hari di ajang Festival Geopark Bojonegoro 2025 yang digelar di kawasan wisata Kayangan Api.
Tak sekadar tampil, mereka juga menjalin kolaborasi unik dengan Katro Budoyo, kelompok seni tradisional oklik, dalam rangka merawat warisan budaya lokal lewat musik modern.
Pada hari pertama (28 Juni 2025), Nguber Drummer menghadirkan program bertajuk Nguber Drum Jam, menampilkan aransemen musik populer Top 40, dangdut, dan jazz dengan sentuhan khas Nguber Drummer.
“Hari pertama itu pure performance. Kami tampil bersama tim lengkap dari Jakarta, pakai band, dan membawakan lagu-lagu populer dengan gaya aransemen kami sendiri yang penuh aksi,” ujar Bowie Champa, Founder Nguber Drummer.
Yandi Andaputra, salah satu pendiri Nguber Drummer, menambahkan bahwa seluruh lagu yang dibawakan telah melalui proses perizinan dan pembayaran royalti. Ia juga menjelaskan alasan memasukkan unsur jazz dalam penampilan mereka.
“Kami membawakan musik-musik Top 40 yang disukai masyarakat Bojonegoro, tentu dengan izin dan bayar royalti. Kami juga sengaja memasukkan dua lagu instrumental jazz sebagai bentuk edukasi musik—agar bisa berbagi pengetahuan yang lebih luas,” jelas Yandi.
Didukung oleh Musisi Kenamaan pada Hari Pertama
Penampilan mereka didukung oleh musisi kenamaan seperti Karis (Deadsquad) di gitar, Shadu Rasjidi di bass, serta Agus Salim Lukman dan Fara Dhila di vokal. Sementara di posisi drum, tampil formasi inti Nguber Drummer: Bowie Champa, Yandi Andaputra, dan Bagoes Kresnawan.
Meski diguyur hujan deras, antusiasme penonton tetap tinggi. Bahkan, suasana semakin meriah saat para penonton ikut bernyanyi bersama.
“Awalnya audiens agak malu-malu. Tapi lagu ketiga langsung pecah, bahkan saat lagu keenam hujan turun deras, mereka tetap semangat. Gila sih, seru banget,” kata Bowie.
Program drum jam juga terbuka untuk umum, dengan lebih dari 10 drummer lokal ikut naik ke panggung untuk jamming bersama band.
Kolaborasi Lintas Generasi dan Budaya di Hari Kedua
Hari kedua (29 Juni 2025) diisi dengan drum clinic dan kolaborasi spesial bersama paguyuban seni oklik Bojonegoro, Katro Budoyo. Oklik sendiri merupakan kesenian tradisional berbasis perkusi bambu khas Bojonegoro yang menghasilkan bunyi ritmis unik seperti klik, klok, klik, klik, klok. Kesenian ini telah mendapatkan pengakuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Ekspresi Budaya Tradisional.
“Kolaborasi ini menjadi ajang pertukaran pengetahuan bagi generasi muda di Bojonegoro. Kekayaan budaya perkusi bisa jadi modal untuk membentuk karakter sekaligus meningkatkan keterampilan melalui media lain seperti drum,” ujar Welly Fitrama, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro.
Menurut Welly, kehadiran Nguber Drummer di Festival Geopark 2025 merupakan bagian dari program kolaborasi budaya yang menghubungkan tradisi lokal dengan seni kontemporer.
“Festival ini memberi peluang bagi talenta muda Bojonegoro untuk menambah pengetahuan dan skill di bidang seni musik, agar kelak bisa muncul musisi-musisi hebat dari Bojonegoro di kancah nasional,” tambahnya.
Kendala, Kebanggaan, dan Arsip Kolaborasi
Dalam sesi drum clinic, materi yang dibahas pun berbeda dari kota-kota lain karena fokus pada penggabungan musik tradisional dan modern. Meski sempat ada tantangan dalam menggabungkan ritme oklik dengan drum modern, tim Nguber Drummer berhasil menyesuaikannya dengan baik.
“Tantangannya ada di mencocokkan komposisi antara drum dan Katro Budoyo. Tapi itu tantangan kecil karena mereka musikal banget dan ritmenya kuat, jadi kita nggak terlalu sulit menyatukannya,” ujar Yandi.
Bagoes Kresnawan, selaku Creative Director Nguber Drummer, menilai kolaborasi ini penting untuk melestarikan alat musik perkusi tradisional.
“Selama ini kita hanya fokus pada drum modern dengan chops dan fill in, tapi kita juga harus perhatian terhadap alat musik tradisional seperti oklik. Ini penting untuk dilestarikan,” ucap Bagoes.
Ia juga menegaskan bahwa dalam proyek ini, oklik bukan hanya sebagai pemanis pertunjukan, melainkan benar-benar menjadi elemen utama dalam komposisi musik.
“Kami bangga karena yang digunakan adalah versi asli oklik, bukan sekadar properti. Ini membuat pelaku seni tradisi merasa dihargai. Harapannya, mereka juga terbuka dan tidak malu dengan versi asli mereka, karena kami sebagai pelaku musik modern pun peduli,” katanya.
Misi Mengarsipkan Musik Tradisi Lewat Kolaborasi
Nguber Drummer juga menyampaikan rencana jangka panjang mereka untuk menjadikan kolaborasi dengan alat musik tradisional sebagai bagian dari katalog musik nasional.
“Kami ingin membuat arsip dan katalog perjalanan ini—mengunjungi berbagai daerah di Indonesia dan berkolaborasi dengan alat musik tradisional masing-masing daerah. Bojonegoro adalah yang pertama,” ujar Bagoes.
Ia pun berharap daerah lain bisa merespons baik inisiatif ini dan mengajak Nguber Drummer untuk turut menghidupkan kembali kekayaan musik tradisional Indonesia dalam balutan seni kontemporer.
“Semoga ke depan kami bisa disambut oleh tokoh budaya atau tokoh masyarakat di kota-kota lain, untuk mengangkat potensi alat musik lokal lewat kolaborasi seperti ini,” tutupnya.
Nguber Drummer dan Katro Budoyo membuktikan bahwa tradisi dan modernitas bisa berdampingan dalam satu panggung—menyatukan irama masa lalu dan masa depan.