Liputan6.com, Jakarta Pablo Benua, yang sempat ditunjuk Junaidi sebagai Sekretaris Jenderal PAI, blak-blakan membongkar praktik kotor mantan atasannya itu. Junaidi, yang seharusnya menjadi panutan, justru diduga kerap memeras anggota dengan modus "meminta-minta" uang. Nominalnya tak main-main, dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, dengan dalih yang beragam.
Sebelumnya, sosok Sultan Junaidi, mantan Ketua Umum Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI), melaporkan Pablo Benua dan Rey Utami. Alih-alih mendapatkan simpati, terkuaknya sederet borok Junaidi justru menempatkannya pada posisi terpojok.
"Banyak pengaduan dari anggota yang bermunculan, saudara Junaidi diduga kerap meminta-minta uang kepada para anggota, mulai dari uang Rp 500 ribuan, hingga puluhan juta," ujar Pablo Benua dengan nada geram kepada wartawan, Selasa (22/7/2025).
Ironisnya, saat Pablo berupaya "menyelamatkan" nama PAI dengan menggelontorkan dana pribadi hingga Rp 500 juta, termasuk membelikan mobil mewah, Junaidi tak bergeming. Ia tetap melanjutkan aksi "palak"-nya, bahkan tega memungut Rp 100 ribu dari keringat anggota. Sebuah perilaku yang jauh dari etika seorang pemimpin organisasi profesi hukum.
Kronologi Pemecatan dan Perlawanan Pablo Benua
Setelah berbagai kelakuan sang Ketum PAI, Pablo Benua sudah berniat mundur karena gerah dengan dugaan praktik "tarik duit" Junaidi dari anggota. Tapi, Junaidi menahannya, dengan kesepakatan mengejutkan, yaitu dirinya mundur dari jabatan Ketua Umum. Ia bahkan sepakat dengan penunjukkan Rey Utami, istri Pablo, sebagai Ketua PAI yang baru.
Setelah kesepakatan itu, Junaidi menyerahkan akta pendirian PAI dan SK Kemenkumham untuk diubah. Namun, ia malah meminta agar perubahan akta ini dilakukan tanpa Munas dan bahkan meminta tanda tangan Rakernas di Semarang diedit untuk memuluskan prosesnya. Pablo Benua, yang mengaku taat hukum, menolak mentah-mentah permintaan manipulatif tersebut.
Tak berhenti sampai disitu, Pablo langsung menghubungi tiga pendiri PAI yang terdaftar di SK Kemenkumham. Mengejutkannya, ketiga pendiri tersebut membenarkan bahwa Junaidi telah diberhentikan sebagai Ketua Umum PAI sejak 21 April 2025, berdasarkan surat keputusan dewan pendiri. Pemecatan ini sah karena didukung mayoritas dewan pendiri.
Ditambah lagi, SK Kemenkumham lama PAI sudah kedaluwarsa karena tidak didaftarkan ulang sejak 2022. Meskipun Munas di Bali pada Agustus 2022 kembali memilih Junaidi, pengurus baru tidak pernah didaftarkan ke Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU). Junaidi juga sering memberhentikan dan mengganti Sekjen secara sepihak, makin memperparah mosi tidak percaya dari anggota.
Diduga Gelar Doktor Palsu
Tak hanya soal duit, legitimasi Junaidi sebagai seorang pemimpin advokat juga dipertanyakan. Ia dituding menggunakan gelar doktor palsu. Gelar itu didapatkan dari institusi "bodong" yang diberikan oleh seorang bernama Profesor Doktor Pangeran Muhammad Soleh Ridwan, sosok yang juga sempat viral karena memberikan gelar serupa pada pesohor.
"Kami tidak melihat ada ciri-ciri dari beliau itu memang seorang memiliki knowledge sense yang sesuai dengan gelar dia sebagai doktor," ujar Sukowati S Pakpahan, Ketua Tim Advokasi dan Pembelaan Organisasi PAI yang baru.
"Hal itu yang pasti merugikan kepada anggota. Kenapa? Itu kan merupakan sesuatu martabat palsu, kebohongan."
Bagaimana mungkin seorang pemimpin organisasi penegak hukum yang diamanatkan Undang-Undang Advokat Pasal 5, justru mencoreng martabatnya sendiri dengan kebohongan akademik? Ini bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan dugaan tindak pidana yang diatur dalam UU Sisdiknas dan KUHP.
Mosi Tidak Percaya
Kekecewaan anggota PAI memuncak hingga lahirlah mosi tidak percaya yang ditandatangani oleh hampir 92% anggota. Mosi ini merinci serangkaian pelanggaran Junaidi:
• Pengangkatan Sekjen Semena-Mena: Setelah Munas II di Bali pada Agustus 2022, Junaidi memberhentikan Sekjen terpilih, Oking Ganda Miharja, secara sepihak dan mengganti-gantinya tanpa pendaftaran ke Kemenkumham.
• Pengambilan Keputusan Sepihak: Junaidi kerap membuat keputusan tanpa melibatkan pengurus dan anggota.
• Ketidaktransparanan Keuangan: Tidak ada kejelasan mengenai pengelolaan dana organisasi sejak 2017.
• Dugaan Perbuatan Tercela Lainnya: Termasuk memberikan sertifikat rumah sebagai jaminan utang yang diduga belum dilunasi, hingga dugaan menerima uang sumpah advokat dan perpanjangan KTPA yang tak pernah direalisasikan. Bahkan, ada tudingan tak senonoh Junaidi yang diduga berpelukan dengan wanita penghibur di depan anggota.
"Di sini poinnya adalah memerintahkan agar mengeluarkan saudara Junaidi dari posisinya sebagai dewan pendiri," terang Pablo, menunjukkan surat keputusan dewan pendiri yang sah.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi atau klarifikasi dari Sultan Junaidi.