Liputan6.com, Jakarta - Sampah makanan tak lagi hanya berakhir di tempat sampah atau kompos.
Inovasi terbaru dari para peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) menghadirkan teknologi canggih, printer 3D pengubah limbah makanan, yang mampu mengubah limbah dapur menjadi barang rumah tangga berguna seperti sendok, cangkir, hingga tatakan gelas.
Mengutip Popular Science, Kamis (31/7/2025), perangkat bernama Foodres.AI Printer ini bukan sekadar printer 3D biasa.
Ditenagai kecerdasan buatan (AI), alat ini mampu mengidentifikasi sisa makanan seperti kulit pisang, ampas kopi, hingga kulit telur, lalu mengubahnya menjadi pasta bioplastik untuk dicetak menjadi benda fungsional.
Dengan bantuan aplikasi pendamping, pengguna hanya perlu memotret limbah dapur, memilih desain, dan menekan satu tombol.
Teknologi ini dinilai sebagai solusi masa depan untuk menekan emisi karbon dari limbah makanan, sekaligus membangun ekonomi sirkular yang berkelanjutan di tingkat rumah tangga.
Limbah Makanan Setara Emisi Puluhan Pembangkit Batu Bara
Masalah limbah makanan bukan hanya soal tumpukan sisa di tempat sampah, tapi juga berdampak serius terhadap lingkungan.
Menurut laporan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA), sepanjang 2019, Negeri Paman Sam menghasilkan 66 juta ton limbah makanan.
Mirisnya, sekitar 60 persen dari jumlah itu langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir tanpa dimanfaatkan ulang.
Akibatnya, emisi karbon yang dihasilkan dari limbah tersebut setara dengan emisi dari 42 pembangkit listrik tenaga batu bara.
Kondisi inilah yang mendorong dua peneliti dari MIT, termasuk desainer Biru Cao, mengembangkan Foodres.AI Printer.
Tujuannya bukan hanya mendaur ulang limbah, tetapi juga mengajak masyarakat ikut berperan aktif dalam gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan melalui teknologi praktis di rumah sendiri.
Cetak Cangkir dari Kulit Pisang
Teknologi Foodres.AI Printer tak hanya pintar, tapi juga mudah digunakan. Perangkat ini terkoneksi dengan aplikasi pendamping berbasis AI yang mampu mengenali berbagai jenis limbah makanan.
Pengguna cukup mengambil foto sisa makanan seperti kulit pisang, cangkang telur, ampas kopi, atau bahkan batang bunga.
Aplikasi kemudian menganalisis gambar tersebut dan memberikan saran benda apa yang bisa dicetak, mulai dari sendok, cangkir, hingga tatakan gelas.
Desain bisa dipilih dari template yang tersedia atau dibuat secara khusus. Warna dan tekstur produk akhir juga dapat diatur berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Setelah desain dipilih, printer secara otomatis mencampur bahan limbah dengan aditif alami untuk membentuk pasta bioplastik, lalu mencetaknya menggunakan sistem pemanas dan ekstrusi tiga sumbu.
Menurut Biru Cao, fleksibilitas ini memungkinkan siapa saja menggunakan perangkat ini, bahkan mereka yang belum pernah mencoba printer 3D sekalipun.
Masa Depan 3D Printing Tak Sekadar Plastik dan Logam
Teknologi 3D printing telah berkembang pesat dan tidak lagi terbatas pada material plastik atau logam.
Inovasi seperti Foodres.AI Printer hanyalah satu contoh dari gelombang baru pencetakan berbasis bahan organik yang ramah lingkungan.
Pada 2023, peneliti dari Columbia University sukses mengembangkan printer 3D yang mampu mencetak bahan makanan seperti daging ayam, keju, sayuran, bahkan cheesecake yang bisa disantap.
Inovasi ini juga diterapkan di industri kuliner. Restoran Food Ink di London bahkan sempat menyajikan pengalaman makan malam dengan semua hidangan dan peralatan makan yang dicetak menggunakan teknologi 3D.
Lebih dari itu, bidang medis juga mulai memanfaatkan teknologi ini untuk mencetak kulit sintetis, pembuluh darah, bahkan organ tubuh manusia.
Menurut Jonathan Blutinger dari Columbia, printer semacam ini bisa menjadi “chef digital pribadi” di masa depan, membuka peluang baru untuk dapur cerdas sekaligus memperkuat praktik keberlanjutan di rumah.