Liputan6.com, Jakarta - WhatsApp akhirnya merilis fitur baru yang mempermudah mengetahui obrolan yang tertinggal. Dengan fitur ini, pengguna nantinya dapat melihat ringkasan dari pesan-pesan yang belum terbaca di aplikasi chatting tersebut.
Dikutip dari GSM Arena, Sabtu (28/6/2025), fitur yang diberi nama Message Summaries ini hadir dengan dukungan Meta AI dan teknologi Private Processing.
Fitur ini mampu menyusun ringkasan berbentuk poin-poin dari pesan yang belum dibaca. Untuk melakukannya, pengguna cukup mengetuk jumlah pesan yang belum dibaca dalam percakapan.
Dijelaskan, fitur ini bersifat opsional dan tidak diaktifkan secara default. Karenanya, pengguna aplikasi WhatsApp dapat menyetel fitur ini lewat pengaturan Advanced Chat Privacy.
Lewat pengaturan tersebut, pengguna dapat memilih obrolan mana saja akan dibagikan dengan fitur ini. Selain itu, WhatsApp juga memastikan privasi percakapan pengguna tetap terjaga.
Nantinya, WhatsApp, Meta, maupun pihak ketiga tidak dapat mengakses isi pesan maupun ringkasannya. Bahkan, jika memakainya untuk merangkum percakapan dalam grup, pengguna lain tidak akan mengetahuinya.
Untuk sekarang, fitur ini hanya tersedia untuk pengguna di wilayah Amerika Serikat dan baru mendukung bahasa Inggris. Namun ke depannya, dukungan untuk wilayah dan bahasa lain akan menyusul di akhir tahun.
Parlemen AS Larang Anggota Pakai WhatsApp karena Masalah Keamanan
Di sisi lain, parlemen atau Kongres AS disebut-sebut melarang anggotanya menggunakan aplikasi pesan WhatsApp karena adanya risiko keamanan. Para anggota parlemen diminta untuk menghapus pemasangan WhatsApp pada perangkat milik pemerintah.
Larangan ini diberlakukan setelah adanya peringatan dari Kantor Keamanan Siber AS. Sebelumnya, parlemen AS juga melarang penggunaan TikTok dan sejumlah aplikasi AI.
Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Axios dan dikutip 9to5Mac, Rabu (25/6/2025). Berikut adalah petikan informasi larangan penggunaan WhatsApp di kalangan pemerintahan dan parlemen Amerika Serikat, berdasarkan memo internal:
"Kantor Keamanan Siber telah menganggap WhatsApp berisiko tinggi bagi pengguna karena kurangnya transparansi dalam cara melindungi data pengguna, tidak adanya enkripsi data yang disimpan, dan potensi risiko keamanan yang terkait dengan penggunaannya," kata Kepala House of Representatives AS.
Aplikasi Pengganti
“Staf House of Representatives (parlemen AS) tidak diizinkan untuk mengunduh atau menyimpan aplikasi WhatsApp di perangkat manapun milik House of Representatives, termasuk versi seluler, desktop, atau web browser dari produknya,” kata Kepala House of Representatives AS melalui email kepada seluruh anggota parlemen.
“Jika Anda memiliki aplikasi WhatsApp di perangkat yang dikelola House, Anda akan dihubungi untuk menghapusnya,” ujarnya mengimbuhi.
Sebagai gantinya anggota parlemen didesak untuk menggunakan layanan lain seperti Microsoft Teams, Wickr, Signal, iMessage, atau FaceTime.
Tanggapan Meta
Lantas bagaimana tanggapan Meta? Juru bicara perusahaan induk WhatsApp, Meta, Anty Stone mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Axios.
“Kami tidak setuju dengan karakterisasi Kepala Pejabat Administrasi DPR AS dalam istilah yang paling kuat. Kami tahu anggota dan staf mereka menggunakan WhatsApp secara teratur dan kami berharap dapat memastikan anggota DPR dapat bergabung dengan rekan-rekan Senat mereka, dalam melakukannya secara resmi,” kata Stone.