Liputan6.com, Jakarta Pagelaran Radha Sarisha 2025 sukses digelar pada Sabtu, (3/5/2025), di Gedung Kesenian Jakarta. Pertunjukan budaya tahunan dari Keluarga Tari FISIP UI (KTF UI) itu mengangkat lakon berjudul "Bara" yang menceritakan kisah legendaris Malin Kundang dengan sudut pandang baru.
Dengan tema "Lama di rantau, lupa berpulang," acara ini menyuguhkan pesan mendalam tentang hubungan anak dan ibu dalam balutan nilai-nilai Minangkabau serta berbagai tarian memukau.
Sebelum pertunjukan utama dimulai, acara dibuka penampilan Tari Tak Tong-tong yang dibawakan komunitas alumni FISIP UI. Tarian ini membangkitkan semangat penonton yang memenuhi gedung sejak siang hari.
Kolaborasi lintas generasi ini menunjukkan eratnya ikatan antara alumni dan anggota aktif KTF UI dalam melestarikan seni budaya. Setelahnya, barulah pergelaran Bara menyapa audiens.
Pembuka Semarak oleh Alumni FISIP UI
Pagelaran Bara tak hanya menghadirkan alur cerita kuat, tapi juga diselingi sejumlah tarian memukau selama pertunjukan. Sepanjang pementasan seni ini, koreografi tari hadir sebagai elemen penguat narasi dan emosi yang ditampilkan para tokoh.
Gerakan tari yang dinamis, berpadu dengan tata cahaya dan musik tradisional-modern. Kombinasi ini menciptakan pengalaman visual mengesankan dan memperdalam makna cerita yang diangkat dari kisah Malin Kundang tersebut.
Deretan Tarian Memukau Perkuat Cerita di Atas Panggung
Salah satu daya tarik utama pergelaran Radha Sarisha, Bara, adalah kekuatan visual yang berhasil dibangun lewat koreografi ekspresif, kostum detail, dan properti panggung yang fungsional.
Setiap gerakan tari disusun cermat agar selaras dengan ritme cerita dan emosi yang dibawa para karakter. Sementara itu, penggunaan kostum tradisional yang disesuaikan dengan perkembangan cerita dan latar suasana, memberi sentuhan autentik juga artistik.
Koreografi, Kostum, dan Properti Jadi Kunci Kekuatan Visual
Tak kalah penting, ada properti seperti perahu, kain, dan elemen unsur laut yang disajikan di atas panggung untuk menghidupkan nuansa pesisir khas Sumatra Barat. Deretan properti ini memperkuat narasi tentang Malin Kundang dengan pendekatan teaterikal yang detail.