Liputan6.com, Jakarta - Di tengah dorongan pemerintah Amerika Serikat agar Apple memindahkan produksi iPhone ke Amerika Serikat, sejumlah pakar dan Apple ternyata menilai menilai hal itu nyaris mustahil dilakukan.
Alasan utama kesulitan itu adalah masifnya skala pabrik iPhone di China, yang tidak sebanding dengan infrastruktur dan tenaga kerja di Amerika Serikat saat ini.
Mengutip laman Times of India, Senin (14/4/2025), Apple diketahui mempekerjakan sekitar 700.000 pekerja pabrik di China, menurut Steve Jobs dalam kutipannya pada 2010 lalu.
Tidak cuma itu, Apple juga membutuhkan sekitar 30.000 insinyur on-site untuk mendukung kelancaran proses produksi iPhone.
"Jumlah insinyur sebanyak itu tidak bisa ditemukan di Amerika," ujar Jobs kepada Presiden Barack Obama kala itu, seperti yang terdapat dalam biografi karya Walter Isaacson.
Menurutnya, China tidak hanya menyediakan tenaga kerja murah, tapi juga tenaga kerja terampil dalam jumlah besar dan dalam satu lokasi, dan ini merupakan sesuatu yang tidak dipunya AS.
Mengutip The Guardian, CEO Apple saat ini Tim Cook, juga menegaskan hal serupa.
Dalam wawancaranya dengan Fortune di 2017, ia menyebut ketergantungan Apple ke China bukan karena biaya, melainkan kualitas dan kuantitas tenaga ahli di satu tempat.
Untuk itu, sejumlah analisis juga meragukan keyakinan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal kebijakan tarif dan investasi besar Apple akan mendorong relokasi produksi iPhone ke dalam negeri.
Butuh Waktu Bertahun-tahun
Laura Martin, analis senior teknologi di Needham, mengatakan transisi semacam itu membutuhkan waktu bertahun-tahun, seperti yang terjadi di India yang baru mencapai 14 persen volume produksi iPhone setelah tiga tahun.
Mantan Menteri Perdagangan Trump, Howard Lutnick, sempat menyebut bahwa manufaktur iPhone bisa “dibawa pulang” ke Amerika Serikat, serta akan dijalankan secara otomatis oleh tenaga kerja lokal.
Kendati begitu, para pakar menilai pernyataan tersebut tidak realistis mengingat kompleksitas dan kebutuhan sumber daya yang besar dalam produksi perangkat seperti iPhone.
Hingga kini, sekitar 85 persen produksi iPhone masih berasal dari China, dengan sebagian kecil mulai beralih ke India dan Vietnam.
Kendati demikian, China tetap menjadi pusat utama karena infrastrukturnya yang mendukung produksi dalam skala sangat besar dan cepat. Terlebih, di sana ada tenaga kerja dengan jumlah yang luar biasa besar.
Trump Bebaskan Smartphone dan Chip dari Tarif Impor China, Apple hingga Nvidia Akhirnya Nafas Lega?
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru saja mengumumkan untuk membebaskan sejumlah produk teknologi seperti smartphone, komputer, dan komponen elektronik dari tarif tinggi impor asal China.
Kebijakan baru tarif Trump ini tentunya bakal berdampak positif bagi industri teknologi AS, di mana mereka sebelumnya waswas terhadap lonjakan harga produksi dan berimbas perangkat mereka naik harga.
Contohnya adalah Apple. Baru-baru ini, raksasa teknologi berbasis di Cupertino itu kabarnya berencana menibun stok iPhone di Amerika Serikat agar tak terkena tarif impor diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Salah satu cara yang dilakukan perusahaan adalah menyewa pesawat untuk mengantarkan 600 ton atau sebanyak 1,5 juta unit iPhone dari India ke Amerika Serikat. Namun dengan kebijakan baru ini, perusahaan bisa dapat bernafas lega sedikit.
Mengutip BBC, Minggu (13/4/2025), Bea Cukai dan Patroli Perbatasan AS mengatakan, barang-barang elektronik akan dikecualikan dari tarif global Trump sebesar 10 persen dan tarif khusus terhadap produk China sebelumya mencapai 125 persen.
Kebijakan tarif Trump ini diungkap Presiden As ke-47 saat dirinya berada di atas pesawat kepresidenan, Air Force One, dalam perjalanan menuju Miami pada Sabtu malam waktu setempat.
"Kami akan sangat spesifik," ujar Trump ke awak media di Air Force One. "Tetapi kami menerima banyak uang. Sebagai sebuah negara, kami menerima banyak uang."
Kebijakan baru tarif Donald Trump ini mulai berlaku sejak 5 April ini, mencakup sejumlah produk penting seperti chip semikonduktor, ponsel pintar, panel surga, hingga kartu memori.
Seperti diketahui, mayoritas barang-barang tersebut sebagian besar diproduksi di China dan memiliki peran penting dalam rantai pasok global.