Liputan6.com, Jakarta Di industri musik dan film, nama Rizal Mantovani sangat dihormati. Dari tangannya lahir film box office Jelangkung hingga 5 Cm. Digelari Raja Video Klip, kariernya sebagai sutradara dimulai pada 1992.
Kala itu, Rizal Mantovani menyutradarai video klip lagu dangdut “Suka Sukaku” dari Helvy Maryand. Setelahnya, ia dipercaya produser musik legendaris Indrawati Widjaja alias Bu Acin dari Musica Studios bikin klip baru.
“Itu video klip pertama, dangdut. Kalau kita ngomong video klip yang biasa saya bikin, yaitu pop atau pop kreatif, zaman dulu, itu adalah Iwa K lagu ‘Kuingin Kembali,’” kenang Rizal Mantovani di Jakarta, baru-baru ini.
Dari tangannya memang lagi sejumlah video klip monumental termasuk “Tak Ada Logika” milik Agnes Monica alias Agnez Mo yang kabarnya disebut video klip termahal dalam sejarah musik Indonesia. Benarkah?
Rizal di Tahun 1993
Dalam wawancara khusus untuk program Bincang Liputan6, Rizal Mantovani mengenang setahun setelah memproduksi “Kuingin Kembali,” ia menggarap video klip Oppie Andaresta “Cuma Khayalan” yang menang penghargaan dari Video Musik Indonesia.
“Bersyukur waktu itu tahun 1993, Video Musik Indonesia, saya dan Richard Buntario, kami menyutradarai berdua, mendapat penghargaan Video Klip Terbaik, lewat lagu Oppie Andaresta ‘Cuma Khayalan,’” katanya.
"Tak Ada Logika" Klip Paling Mahal?
Rizal Mantovani lalu membantah kabar “Tak Ada Logika” video klip termahal dengan biaya produksi mencapai Rp1 miliar. Menurutnya, karena melibatkan banyak orang dan menampilkan sejumlah adegan action, maka visual “Tak Ada Logika” terkesan grande.
“Enggak, di sini sekarang saya bisa bilang itu tidak benar,” Rizal Mantovani mengklarifikasi. “Memang melibatkan banyak orang, adegan, syuting seharian pagi ketemu pagi, jadi banyak adegan, ada action, ada kesan bahwa ini video klip yang secara bujet mahal,” imbuhnya.
Agak Risi
Berkarier selama lebih dari tiga dekade, Rizal Mantovani bukan tak mendengar gelar Raja Video Klip yang melekat padanya. Ia mengaku risi karena pada dasarnya sebagai seniman hanya ingin berkarya dan berkarya.
“Agak risi. Maksudnya kami di sini berkarya, bekerja. Kalau akhirnya mendapat embel-embel hal seperti itu, jujur saya enggak nyaman mendengarnya, tapi itulah yang terjadi. Saya sih enggak terlalu memikirkan itu,” ujar Rizal Mantovani.
Baginya, gelar dan penghargaan adalah bonus bagi seniman. Lantas bagaimana Rizal Mantovani bisa kecemplung di industri film lalu mencetak banyak box office. Anda dapat menyaksikan wawancara khusus Liputan6.com dengan Rizal Mantovani dengan klik di sini.