YouTube Uji Coba Fitur Deteksi AI, Kreator Bisa Hapus Video Tiruan

11 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - YouTube memperkenalkan fitur pendeteksi AI dirancang untuk membantu kreator menemukan dan melaporkan konten atau video tiruan yang menggunakan wajah atau suara mereka tanpa izin.

Dikutip dari The Verge, Kamis (23/10/2025), fitur ini mulai diuji untuk kreator tergabung dalam YouTube Partner Program (YPP).

Disebutkan, pengguna yang memenuhi syarat akan menerima pemberitahuan melalui email sebelum akhirnya mereka bisa mengakses fitur ini.

Dalam penjelasan Google, sistem deteksi Deepfake ini akan menandai video memiliki kemiripan dengan wajah atau suara kreator. Setelah diverifikasi, kreator bisa meninjau hasil deteksi di tab Content Detection di YouTube Studio dan mengajukan permintaan penghapusan video melalui proses privasi Google.

Walau masih belum dirilis secara umum, fitur ini bertujuan untuk memberikan kontrol lebih besar kepada kreator dalam menjaga identitas digital dan melindungi penonton dari konten deepfake atau manipulasi AI.

Sesudah memverifikasi identitas, para kreator dapat meninjau video tidak sah yang dihasilkan AI, dengan ditandai di tab Deteksi Konten di Youtube Studio. Setelahnya kreator dapat mengajukan permintaan agar video dihapus.

Tahun lalu, Youtube telah mengumumkan fitur ini dan mengujinya di bulan Desember. Dalam unggahan di blog resminya, perusahaan menjelaskan jika mereka berkolaborasi dengan Creative Artists Agency (CAA).

“Melalui kolaborasi ini, beberapa tokoh paling berpengaruh di dunia akan memiliki akses ke teknologi tahap awal dirancang untuk mengidentifikasi dan mengelola konten yang dihasilkan AI yang menampilkan kemiripan mereka termasuk wajah, di YouTube dalam skala besar,”.

Promosi 1

YouTube Down di Sejumlah Negara, Video dan Musik Tak Bisa Diputar

Sebelumnya YouTube down atau mengalami gangguan besar-besaran pada Kamis pagi (16/10/2025), di mana pengguna mengeluh tak bisa menonton video di YouTube TV dan mendengarkan musik dari YouTube Music.

Tak hanya di Indonesia, pengguna di sejumlah negara juga mengeluhkan hal yang sama.

Gangguan ini mulai terlihat pada pukul 06.00 WIB. Saat Tekno Liputan6.com mengakses laman dan aplikasi YouTube, muncul pesan “Connect to the Internet. You're offline, check your connection.”

Menurut data dari DownDetector, platform pemantau layanan daring, lebih dari 203 ribu laporan masuk terkait gangguan pada layanan YouTube.

DownDetector mencatat lebih dari 4.800 laporan gangguan pada YouTube Music dan lebih dari 2.300 laporan untuk YouTube TV.

Diwartakan Hindustan Times, sekitar 54 persen dari keluhan yang masuk berkaitan dengan masalah streaming video dan musik.

Hingga saat ini, YouTube belum memberikan pernyataan resmi mengenai penyebab gangguan tersebut.

Namun, akun dukungan resmi YouTube, Team YouTube, aktif merespons keluhan para pengguna di platform X (sebelumnya Twitter).

Meski demikian, perusahaan belum menjelaskan penyebab pasti di balik gangguan layananYouTube.

Tekanan Politik, YouTube Buka Akses Pelaku 'Penyebar Misinformasi' yang Diblokir

YouTube baru saja membuka izin bagi pengguna yang diblokir beberapa tahun silam untuk kembali mengakses platform-nya. 

Setelah diselidiki, penerapan aturan ini berlaku bagi penyebar konten misinformasi tentang pemilu Amerika Serikat (AS) 2020 dan Covid-19.

Mengutip CNN, Rabu (15/10/2025), awal mula dari kasus ini adalah tekanan politik yang diberikan oleh kubu Demokrat dari mantan Presiden AS, Joe Biden (saat masih menjabat) kepada jajaran perusahaan perangkat lunak dan media sosial, seperti Meta dan Google.

Terkait konteks paksaan di atas, Partai Republik (kubu Donald Trump) menuduh desakan tersebut berfokus pada tindakan sensorhip atau pun menghapus konten yang dirasa bersebrangan atau menyebarkan misinformasi dari sisi Demokrat.

Apa Dampak Bagi Republican?

Selain memberikan paksaan, mereka juga merasa menjadi korban atas hak kebebasan berekspresi pada tahun 2020. Sebab, dengan disensornya konten postingan dari kubu konservatif, suara dan pendapat tidak bisa sampai ke telinga masyarakat.

Para kreator yang ingin dan diizinkan kembali harus membuat saluran (channel) baru. Dalam kanal tersebut, mereka dibebaskan mengunggah ulang konten lama karena aturan sensor dari kubu Presiden Joe Biden sudah dihapuskan.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |