Liputan6.com, Jakarta - Pengamat teknologi dan ICT Heru Sutadi mengapresiasi langkah PPATK yang melakukan pemblokiran rekening dormant atau rekening nonaktif untuk tujuan mengantisipasi transaksi judi online.
Meski begitu, ia menyebut kalau PPATK perlu memastikan rekening yang diblokir adalah rekening yang memang terkait dengan judi online atau transaksi ilegal.
"Upaya memberantas judi online adalah hal yang baik dan apresiasi atas kerja PPATK karena salah satu pendukungnya, adalah pemantauan rekening, apakah itu perbankan atau akun e-wallet serta digital payment yang dipakai untuk judi online," katanya, saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Selasa (20/5/2025).
Pada sisi lain, Heru mengungkap kalau rekening-rekening tidak aktif selama beberapa periode atau dormant belum tentu terkait dengan judi online.
Oleh karenanya, ia menyebut kepastian sebuah rekening benar-benar terkait dengan transaksi ilegal atau judi online memang perlu dipastikan sebelum melakukan penutupan rekening.
Beredar kembali di media sosial postingan pesan berantai yang menyebut ada stiker di ATM yang bisa merekam PIN untuk menguras saldo rekening. Postingan pesan berantai yang menyebut ada stiker yang bisa merekam PIN untuk menguras saldo rekening adalah...
Pastikan Rekening yang Diblokir Benar Terkait Judi Online
"Memang harus dipastikan, yang diblokir adalah yang terkait dengan judi online, dormant belum tentu terkait judi online," imbuhnya.
Heru menyarankan perlunya PPATK untuk membuat saluran pengaduan bagi masyarakat yang rekeningnya terlanjur diblokir padahal tidak terkait transaksi judi online.
"Harus ada pusat pengaduan konsumen, jadi misalnya mereka tidak terkait judi online, mereka mengadu ke mana, apakah ke bank terdekat atau seperti apa," katanya.
Karena menurut Heru, kalau pemblokiran rekening dilakukan secara serampangan bisa merugikan masyarakat.
Risiko Keamanan Rekening Dormant
Bicara tentang keamanan rekening dormant atau yang lama tidak aktif, Heru menyebut risiko keamanannya sama dengan rekening yang masih aktif.
Risiko yang dimaksud, sebagai mana dikutip dari berbagai sumber, meliputi: social engineering yakni manipulasi melalui interaksi sosial dengan memanfaatkan kelengahan pemilik rekening, sehingga mereka secara tak sadar memberi informasi rahasia kepada pelaku kejahatan.
Tidak hanya itu, mengutip laman Mandiri, risiko serangan phishing juga cukup tinggi.
Untuk itu nasabah diminta untuk selalu mewaspadai organisasi atau pihak yang memakai media komunikasi seperti media sosial, email, hingga chat untuk meminta informasi kartu kredit, kartu debit, kata sandi, atau data sensitif lainnya.
Risiko keamanan lain adalah dengan disebarnya malware atau virus yang ditanamkan di perangkat nasabah.
Untuk itulah, perbankan menyarankan agar nasabah mereka untuk menjaga keamanan akun perbankan lewat berbagai cara.
Tips Jaga Keamanan Akun Rekening Perbankan
- Pertama dengan tidak memberikan data-data perbankan seperti PIN kartu debit atau kredit, masa berlaku kartu, 3 angka CVV di belakang kartu, user ID, kata sandi, hingga OTP kepada pihak yang tidak berkepentingan.
- Lalu, nasabah juga disarankan mengaktifkan PIN untuk mengotorisasi transaksi kartu kredit dan debit di mesin EDC.
- Tak lupa juga nasabah perlu rutin melakukan penggantian PIN atau password agar keamanannya terjaga.
- Nasabah juga disarankan untuk menghapus penautan data kartu debit atau kredit dari akun e-commerce jika mereka menerima OTP tanpa melakukan transaksi.
- Selain itu, nasabah disarankan tidak mengklik tautan atau link mencurigakan yang berasal dari email atau pesan orang tak dikenal.
- Penyimpanan kartu kredit atau debit beserta informasinya juga perlu diperhatikan agar tidak mudah disalahgunakan pihak lain.
- Terakhir, nasabah diimbau keras untuk tidak melakukan login di perangkat yang bukan milik mereka pribadi.