Liputan6.com, Jakarta - Pertengahan September lalu, XL Axiata menguji coba registrasi kartu prabayar menggunakan teknologi biometrik pengenalan wajah.
Tujuannya adalah agar keamanan data telekomunikasi pelanggan di operator bisa lebih terjamin. Pasalnya dalam registrasi menggunakan teknologi pengenalan wajah, pelanggan diminta melakukan pemindaian wajah melalui perangkat yang tersedia selama proses registrasi kartu SIM.
Nantinya data wajah yang sudah dipindai dipakai untuk mencocokkan bahwa si pelanggan yang mendaftarkan kartu SIM prabayar merupakan pemilik identitas yang sah.
Operator lain yang juga telah menguji coba registrasi prabayar menggunakan teknologi biometrik pengenalan wajah adalah Telkomsel.
Kendati demikian, hingga saat ini registrasi prabayar menggunakan biometrik pengenalan wajah belum diterapkan resmi dan belum diwajibkan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital --sebelumnya bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Direktur sekaligus Chief Enterprise Business and Corporate Affairs Officer XL Axiata, Yessie D. Yosetya, menjelaskan sebenarnya dari sisi operator sudah siap untuk menerapkan registrasi kartu prabayar menggunakan teknologi biometrik pengenalan wajah.
Sayangnya, kata Yessie, hambatan justru ada di regulatory cost. Hal ini karena setiap kali operator harus memvalidasi biometrik atau wajah pelanggan dengan data wajah yang disimpan di pusat data Dukcapil, terdapat biaya yang harus dibayarkan.
Kebocoran data pribadi warga Indonesia kembali terjadi, dan sudah mulai menyebar di internet. Adapun kali ini data yang bocor tersebut diduga berasal dari registrasi kartu SIM prabayar sejumlah operator seluler di Tanah Air.
Regulatory Charges Terlalu Mahal untuk Tiap Percobaan
"Setiap kali kita melakukan panggilan API untuk memvalidasi biometrik, itu ada harganya Rp 3.000 per hit. Industri sudah menyampaikan kepada pemerintah untuk meninjau ulang harga tersebut," kata Yessie, saat ditemui di Media Gathering XL Axiata di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Yessie pun menyebutkan kalau misalnya pelanggan mencoba untuk validasi biometrik kemudian sistem gagal untuk mencocokkan dengan data yang ada, per percobaan dihitung sebagai sekali transaksi.
"Misalnya dia melakukan biometrik tiga kali baru bisa berhasil, maka sudah kurang lebih Rp 9.000," tutur Yessie.
Sebagai perbandingan, validasi data registrasi prabayar menggunakan SMS per hit atau per kirim SMS membutuhkan biaya Rp 1.000 mulai 2025 nanti. Sementara biaya per hari ini untuk sekali percobaan validasi data sebesar Rp 500.
"Awal 2025 sudah jadi Rp 1.000 dan itu per attempt (percobaan) bukan per satu transaksi sukses. Jadi, kami mengimbau kepada pemerintah, yang sudah disuarakan melalui ATSI, bagaimana kita bisa memastikan keamanan data tetapi juga masuk secara cost-nya," kata Yessie.
Uji Coba Registrasi Prabayar dengan Teknologi Biometrik
Bagaimana Caranya?
Dalam proses registrasi kartu prabayar menggunakan teknologi biometrik ini, pelanggan XL Axiata akan diminta untuk melakukan pemindaian wajah melalui perangkat yang tersedia selama proses registrasi kartu prabayar.
Data biometrik yang terkumpul akan divalidasi secara otomatis dengan identitas milik instansi pemerintah di bidang kependudukan.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelanggan yang mendaftar adalah pemilik identitas yang sah. Teknologi biometrik pengenalan wajah ini juga memungkinkan verifikasi identitas yang lebih akurat dan sekaligus mempercepat proses registrasi kartu prabayar.
Selain itu, proses ini sejalan dengan standar Know Your Customer (KYC) yang diterapkan di industri untuk memastikan validitas data pelanggan dan meminimalkan risiko penipuan atau penyalahgunaan identitas.
Inovasi layanan pelanggan ini juga merupakan bagian dari upaya XL Axiata dalam mendukung regulasi pemerintah terkait kewajiban registrasi nomor prabayar yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan mencegah penyalahgunaan layanan telekomunikasi.