loading...
Pimpinan I BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul Model Kemitraan Stratejik BPK dengan Industri Pertahanan: Studi Kasus pada PT Dirgantara Indonesia di UNJ, Jakarta. Foto/Istimewa
JAKARTA - Pimpinan I Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) RI Nyoman Adhi Suryadnyana meraih gelar doktor dengan pujian. Dia berhasil mempertahankan disertasi berjudul 'Model Kemitraan Stratejik BPK dengan Industri Pertahanan: Studi Kasus pada PT Dirgantara Indonesia' di Gedung Bung Hatta, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Nyoman Adhi berhasil mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya secara langsung di hadapan tim penguji yang diketuai Prof Dedi Purwana dan sekretaris Prof Umi Widyastuti. Dalam sidang terbuka tersebut, beberapa penguji melontarkan pertanyaan kritis, mengulik isi disertasi Nyoman Adhi.
Prof Kazan Gunawan selaku penguji mempertanyakan harapan Nyoman Adhi yang menjabat Pimpinan 1 BPK RI dari model NAS (Nexus of Accountability and Strategy) yang dibangun dalam disertasi tersebut. Pertanyaan Prof Kazan Gunawan ini membawa Nyoman Adhi menjelaskan poin penting dari model NAS dalam membangun kemitraan strategis antara BPK dengan lembaga atau instansi lain.
Baca Juga: Cerita Chyta, Lulusan Doktor Termuda Prodi Manajemen Pendidikan UNJ
Menurut Nyoman Adhi, model NAS mendorong peran BPK yang lebih strategis, tidak hanya untuk memeriksa laporan keuangan atau kepatuhan prosedural, tetapi untuk memberikan pandangan yang lebih menyeluruh dan jernih tentang bagaimana sumber daya negara dikelola, baik berupa dana, aset, maupun sumber daya manusia. Dengan demikian, BPK bisa bertransformasi dari fungsi 'watchdog' menjadi mitra strategis yang tidak hanya mengaudit, tetapi juga mengevaluasi, memberi arahan, dan memfasilitasi koordinasi antarlembaga terkait dalam industri pertahanan.
Pertanyaan kritis lain muncul dari penguji Prof Komaruddin terkait dampak dari model NAS yang bisa memperluas kewenangan BPK serta penerapan model NAS sebagai kebijakan. Merespons hal tersebut, Nyoman Adhi menegaskan bahwa Model NAS tidak memperluas kewenangan BPK secara struktural, tetapi menekankan pentingnya peran evaluatif yang antisipatif dan solutif, sesuai dengan tuntutan governance modern.
"BPK tidak mengambil alih peran pelaksana dan regulator, tetapi justru menjadi katalis transparansi dan efektivitas lintas sektor. Jadi, peran aktif BPK dalam Model NAS adalah bentuk adaptasi kelembagaan terhadap tantangan tata kelola nasional, khususnya di sektor industri strategis seperti pertahanan, tetapi semuanya itu tetap dalam fungsi koridor fungsi evaluatif," jelasnya.