Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) terus memperkuat ekosistem digital di Indonesia dengan menggandeng Industry Task Force (ITF).
Kolaborasi Kemkomdigi ini bertujuan untuk meningkatkan akses konektivitas dan mendorong investasi dalam maupun luar negeri.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan pentingnya investasi dalam pengembangan jaringan 5G dan konektivitas digital.
Dalam pertemuan dengan ITF di kantor Kemkomdigi, Meutya menyatakan, penguatan infrastruktur digital harus melibatkan berbagai sumber pendanaan, baik dari pemerintah maupun pihak swasta.
Selain konektivitas, Meutya juga menyoroti pentingnya tata kelola digital yang baik di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ia menekankan bahwa regulasi yang tepat akan menjadi kunci dalam mempercepat ekosistem digital tanpa menghambat pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta startup lokal.
“Salah satu faktor kunci dalam penguatan ekosistem digital adalah kesiapan negara dalam memiliki pusat data yang andal dan aman,” ujar Meutya dalam siaran pers yang diterima, Kamis (13/2/2025).
Ia menambahkan, pembangunan pusat data nasional harus berjalan seiring dengan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital yang ada.
Peluang Kolaborasi dalam Pusat Data Nasional
Meutya juga membuka peluang bagi sektor swasta untuk turut serta dalam pengembangan pusat data nasional. Menurutnya, sinergi antara pemerintah dan pelaku industri akan menciptakan infrastruktur digital yang lebih kuat dan berdaya saing.
“Pemerintah tidak harus memiliki pusat data sendiri. Jika pihak swasta ingin berkontribusi dalam satu ekosistem bersama, tentu kami terbuka. Ini akan membuka wawasan baru mengenai bagaimana pusat data nasional bisa dibangun secara optimal,” ujarnya.
Kebijakan Netral dalam Penggunaan Teknologi AI
Dalam audiensi tersebut, Meutya juga menyinggung tren global terkait boikot terhadap produk kecerdasan buatan (AI) dari negara tertentu.
Ia menegaskan bahwa Indonesia akan tetap mengadopsi kebijakan luar negeri yang terbuka dalam penggunaan teknologi AI dari berbagai negara.
“Indonesia harus mengikuti prinsip diplomasi luar negeri, yaitu bisa mengakses teknologi dari semua pihak. Baik teknologi dari negara A maupun B, kita tidak akan melarang. Yang terpenting adalah kesiapan masyarakat dan ekosistem digital kita dalam menghadapi transformasi teknologi yang semakin pesat,” kata Meutya.
Komdigi: AI akan Jadi Tulang Punggung Transformasi Digital Indonesia
Di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) diproyeksikan menjadi tulang punggung transformasi digital di Indonesia, khususnya dalam mewujudkan pemerintah digital.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Aryo Pamoragung, dalam Rapat Kerja Nasional Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (KORIKA).
Aryo memaparkan visi Indonesia Digital 2045 yang mencakup tiga pilar utama: pemerintah digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital. Ia menekankan bahwa AI akan terintegrasi dengan teknologi lain seperti Internet of Things (IoT), Blockchain, dan Quantum Computing.
"AI akan menjadi tulang punggung transformasi digital Indonesia," ujar Aryo melalui keterangan resminya, Kamis (27/2/2025).
Ia juga menyoroti potensi ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp 946 triliun pada tahun 2030. Untuk mendukung inovasi AI, Aryo menekankan pentingnya sandboxing sebagai mekanisme pengujian dan regulasi adaptif. Pengembangan infrastruktur digital, termasuk 5G, fiber optic, dan keamanan data, juga menjadi prioritas.
Fokus Pengembangan AI
Ketua Dewan Pengawas KORIKA, Bambang Brodjonegoro, menambahkan bahwa pengembangan AI di Indonesia difokuskan pada sektor informasi, jasa keuangan, dan CRM/IRM.
Prioritas diberikan pada fintech, manufaktur, pendidikan, energi, dan smart city, sementara sektor kesehatan masih bergantung pada impor teknologi.
Bambang menyoroti tantangan utama dalam pengembangan AI, yaitu kesenjangan talenta digital yang diproyeksikan mencapai 3 juta orang pada tahun 2030. Ia menekankan perlunya tambahan 500 ribu talenta digital per tahun.
"Keamanan siber menjadi perhatian serius dengan meningkatnya serangan ransomware dan kebocoran data," tegas Bambang.
Oleh karena itu, tata kelola dan regulasi yang ketat diperlukan untuk melindungi infrastruktur digital nasional.