Film Pengepungan di Bukit Duri Tembus 1 Juta Penonton, Joko Anwar Ungkap 6 Fakta di Balik Layar

8 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Kejutan besar datang dari film Pengepungan di Bukit Duri yang bergenre action thriller dengan latar Jakarta tahun 2027. Film karya sineas Joko Anwar ini menembus 1 juta penonton pada akhir pekan lalu.

Pengepungan di Bukit Duri menjadi film Indonesia ke-8 rilisan 2025 yang meraih sejuta penonton. Dibintangi Morgan Oey dan Omara Esteghlal, film ini memotret wajah Jakarta yang dinodai konflik horizontal.

Tayang mulai 17 April 2025, performa Pengepungan di Bukit Duri pada hari pertama penayangan tak memalukan. Ia mendulang atensi lebih dari 70 ribu penonton. Joko Anwar menyebut Pengepungan di Bukit Duri upaya “menggeser pagar.”

“Pertama, dari sisi film sebagai hiburan. Saya coba menggeser ‘pagar.’ Selama ini selalu berpikir bikin film, bisa diterima penonton enggak, ya? Bisa balik modal, enggak? Akhirnya kami putuskan, kreator harus aktif memperluas wilayah dalam berkarya,” katanya.

Film ini bagian dari upaya Joko Anwar memperluas wilayah tersebut. Laporan khas Showbiz Liputan6.com kali ini merangkai 6 fakta di balik layar Pengepungan di Bukit Duri berdasarkan wawancara eksklusif dengan Joko Anwar via telepon.

1. Sistem Pendidikan Yang Gagal

Lewat film ini, sutradara film Pengabdi Setan menyuarakan sistem pendidikan yang gagal. Ada yang berpendapat sebuah negara beroleh bonus demografi. Maka, harus dipertanyakan seperti apa kualitas bonus tersebut agar diketahui itu sebenarnya beban atau aset bagi negara.

“Ini terkait erat dengan pendidikan. Jangan-jangan pendidikan kita selama ini belum mampu menciptakan manusia sebagai aset berkualitas. Faktanya, sekolah menjadi ‘mesin’ yang menciptakan kekerasan dan beragam kebencian, termasuk rasialisme,” ujar Joko Anwar.

2. Mengapa Harus Action Thriller?

Joko Anwar prihatin perbedaan agama, etnis, orientasi hidup yang belakangan terus dikulik-kulik. Keprihatinan itu tertuang dalam naskah Pengepungan di Bukit Duri yang ceriwis sekaligus solid.

“Kita gabungkan dengan tema relevan, unsur hiburan, tanpa memperlihatkan terang-terangan siapa yang jahat di sini. Ada siklus yang berpotensi terulang: kerusuhan. Saya kemas dalam genre action thriller supaya penonton tak kehilangan aspek hiburan,” urainya.

3. Morgan Oey Versus Omara Esteghlal

Daya tarik lain Pengepungan di Bukit Duri adalah konfigurasi pemain yang segar. Lewat audisi, Joko Anwar mencari para pemain yang memiliki keresahan serupa, di luar bakat dan jam terbang di dunia seni peran. Bahkan pemain mengobrol, bukan mewawancara.

“Kami mengobrol tentang wajah Indonesia belakangan ini. Obrolannya kasual, jadi mereka tak perlu pura-pura peduli. Saya ingin mendengar perspektif mereka. Maka, didapatlah Morgan Oey, Omara Estheglal, Endy Arfian, dan masih banyak lagi,” Joko Anwar menyambung.

4. Syuting 35 Hari di Bandung, Jakarta, dan Tangerang

Syuting film Pengepungan di Bukit Duri berlangsung selama 35 hari di Bandung, Jakarta, dan Tangerang. Joko Anwar dan tim mencari gudang kosong untuk diset ulang jadi gedung SMA Duri yang diperuntukkan bagi anak-anak “buangan.”

“Lalu, didapatlah lokasi di Laswi Heritage Bandung, Jawa Barat. Untuk adegan kerusuhan, kami syuting di Tangerang. Untuk kawasan pecinan, kami syuting di Blok M Jakarta Selatan,” Joko Anwar memaparkan.

5. Di Balik 2027

Pengepungan di Bukit Duri menampilkan wajah Jakarta pada 2027. Pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa harus 2027. Rupanya lewat tahun ini, Joko Anwar hendak mengirim pesan penting bahwa sejarah kelam republik ini bukan tidak mungkin terulang.

“Sangat mungkin terulang bahkan dalam waktu dekat. Tahun 2027 itu bukan satu atau dua dasawarsa lagi, melainkan dua tahun lagi. Jika masyarakat kita tidak segera berbenah, bukan tidak mungkin konflik horizontal akan meledak lagi,” ia mengingatkan.

6. Joko Anwar Memandang Indonesia Kini

Setelah menyaksikan film Pengepungan di Bukit Duri, tergambar jelas kegelisahan dan keprihatinan seorang Joko Anwar. Menurutnya, Indonesia rentan untuk terpecah belah di balik aset keragaman yang memukau dunia.

“Indonesia rentan terpecah-pecah karena politik dan pengultusan tokoh. Kayaknya, sengaja dipertahankan konflik horizontal untuk mendapat dukungan, validasi, dan pengukuhan fondasi kekuasaan dengan menciptakan fanatisme baru,” Joko Anwar mengakhiri.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |