Sinopsis Film Predator: Badlands, Tayang di Bioskop 7 November 2025

Liputan6.com, Jakarta Franchise legendaris Predator kembali mengguncang layar lebar dengan babak baru yang lebih gelap dan emosional. Kali ini, visualnya tampil melalui judul “Predator: Badlands” yang disutradarai oleh Dan Trachtenberg. Berdasarkan informasi, film ini akan tayang serentak di bioskop Indonesia pada 7 November 2025. Setelah sukses besar dengan Prey (2022), Trachtenberg kali ini membawa kisah Predator ke arah yang lebih introspektif dan sarat makna kemanusiaan.

Film ini menyoroti perjalanan Dek, seorang Predator muda yang diasingkan dari klannya karena dianggap gagal menjaga kehormatan. Dalam perjalanannya, ia bertemu Thia, android ciptaan korporasi Weyland-Yutani yang justru menantangnya untuk memahami sisi kemanusiaannya sendiri. Pertemuan ini menjadi awal dari kisah persahabatan, konflik, dan pertarungan hidup yang menegangkan.

Menggabungkan aksi brutal dengan drama eksistensial, Predator: Badlands menjanjikan tontonan yang tidak hanya menegangkan, tetapi juga menyentuh secara emosional. Latar lanskap planet tandus dan dunia asing yang mematikan menjadi area tarung dalam film. Adegan demi adegan menyampaikan pesan bahwa kehormatan sejati tidak hanya tentang kekuatan fisik, melainkan keberanian untuk berubah dan memahami diri sendiri. Simak sinopsis selengkapnya berikut, dihadirkan Liputan6.com pada Selasa (28/10).

Dikutip dari KapanLagi, film Predator: Badlands dibuka dengan adegan yang menggambarkan masa kelam dalam kehidupan Dek, seorang Predator muda yang dituduh gagal dalam ujian kehormatan. Ia menolak membunuh makhluk tak bersalah dan keputusan yang membuatnya dicap lemah serta diasingkan dari klannya. Di planet tandus bernama Badlands, Dek harus bertahan hidup sendirian, dikelilingi bahaya dari makhluk-makhluk buas yang menguasai wilayah itu.

Kondisi tersebut memperlihatkan sisi baru ras Yautja, yang selama ini dikenal sebagai pemburu tanpa belas kasihan. Trachtenberg mengubah narasi dengan menyoroti pergulatan batin Predator yang berusaha menemukan makna di balik tradisi brutal klannya. Dalam kesendiriannya, Dek mulai mempertanyakan apakah kehormatan sejati datang dari membunuh, atau dari menjaga nilai moralnya sendiri.

Latar Badlands yang gersang dan penuh ancaman menjadi menampilkan sisi keterasingan dan pencarian makna hidup mendalam. Dari sinilah perjalanan Dek dimulai untuk menemukan kembali alasan hidup melalui perjuangan, bahkan ketika dunia tempatnya berpijak menolak kehadirannya.

Saat terdampar di padang tandus Badlands, Dek bertemu dengan Thia, android canggih ciptaan Weyland-Yutani Corporation. Pertemuan mereka diawali dengan ketegangan dan saling curiga, sebab keduanya berasal dari dunia yang sangat berbeda (satu diciptakan untuk berburu, dan satu lagi diciptakan untuk melindungi). Namun, keadaan memaksa mereka untuk bekerja sama demi menghadapi ancaman besar yang mengintai planet itu.

Thia memiliki misi rahasia yang ternyata bersinggungan dengan masa lalu ras Yautja. Dalam perjalanan berbahaya itu, hubungan antara keduanya berkembang, lebih dari sekedar sekutu, tapi juga sebagai dua makhluk yang sama-sama berusaha memahami arti kehidupan. Kehadiran android ini menjadi cermin bagi Dek, memaksanya menatap sisi kemanusiaan yang selama ini ia tolak.

Mereka menghadapi makhluk-makhluk ganas, badai pasir mematikan, hingga perangkap teknologi kuno yang tersisa dari peradaban terdahulu. Di tengah ancaman tersebut, keduanya belajar bahwa musuh sejati tidak selalu berwujud fisik. Kadang, musuh terbesar datang dari trauma dan kesalahan masa lalu yang terus menghantui.

Ketika perjalanan semakin dalam, Dek mulai menyadari bahwa misi yang dijalankan Thia bukan sekadar urusan teknologi, tetapi menyangkut rahasia besar tentang rasnya sendiri. Dalam proses mencari kebenaran, ia dihadapkan pada pilihan sulit: tetap setia pada kode kehormatan Predator atau memihak nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh Thia. Konflik ini menjadi inti emosional film.

Dari situ, Predator: Badlands menampilkan lapisan moral yang kuat. Dek menyadari bahwa menjadi makhluk kuat bukan berarti membunuh tanpa alasan, melainkan berani menghadapi kenyataan pahit. Ia belajar bahwa kehormatan sejati muncul saat seseorang berani mengakui kesalahannya dan berubah menjadi lebih baik.

Sutradara Dan Trachtenberg berhasil menghadirkan ketegangan psikologis yang dalam di tengah adegan aksi. Kebenaran pahit tentang hidup menjelma menjadi ujian terbesar bagi sang Predator, membuat penonton ikut merenung: apakah makhluk yang diciptakan untuk memburu juga bisa memiliki hati dan penyesalan?

Visual menjadi kekuatan utama film ini. Badlands ditampilkan sebagai dunia asing yang indah sekaligus berbahaya. Hamparan pasir gersang tak berujung, badai debu yang menghancurkan, dan reruntuhan teknologi kuno menjadi simbol perjalanan batin Dek dalam mencari arti kehormatan sejati. Sinematografinya menghadirkan pengalaman imersif yang memperkuat nuansa isolasi dan misteri.

Trachtenberg menggabungkan efek visual realistis dengan tone sinematik yang gelap dan atmosferik. Setiap adegan diatur untuk menegaskan dualitas antara kehidupan dan kehancuran, kemanusiaan dan kebrutalan. Dunia Badlands bukan sekadar latar, tetapi karakter tersendiri yang memengaruhi setiap keputusan dan emosi tokohnya.

Selain aksi spektakuler, film ini juga menggugah sisi emosional penonton. Paduan antara aksi menegangkan, drama eksistensial, dan eksplorasi dunia futuristik membuat Predator: Badlands berbeda dari seri sebelumnya. 

Mengutip situs IMDb, film ini diproduksi oleh 20th Century Studios dan Legendary Entertainment, dengan John Davis, Brent O’Connor, dan Ben Rosenblatt sebagai produser utama. Di kursi sutradara, Dan Trachtenberg kembali memimpin setelah kesuksesan Prey (2022), sementara skenario ditulis oleh Patrick Aison dan Brian Duffield.

Pemeran utama Dimitrius Schuster-Koloamatangi dipercaya memerankan Dek, membawa nuansa baru dalam karakter Predator yang lebih emosional dan manusiawi. Sementara Elle Fanning tampil memukau sebagai Thia, android dengan kepribadian kompleks antara empati dan ambisi. Aktor Michael Homick juga turut memperkuat jajaran cast dalam peran pendukung penting.

Kombinasi kru berpengalaman dan talenta muda menjadikan Predator: Badlands salah satu proyek paling ambisius dalam sejarah franchise ini. Film ini tidak hanya memperluas semesta Predator, tapi juga mengubah cara penonton melihat sosok makhluk yang selama ini dikenal sebagai pemburu paling mematikan di galaksi.

1. Kapan film Predator: Badlands tayang di bioskop?

Film ini akan tayang pada 7 November 2025 di seluruh jaringan bioskop Indonesia.

2. Siapa pemeran utama dalam film ini?

Dimitrius Schuster-Koloamatangi memerankan Dek, sementara Elle Fanning berperan sebagai Thia, android ciptaan Weyland-Yutani.

3. Apakah film ini lanjutan dari Prey (2022)?

Tidak secara langsung, namun masih berada di semesta yang sama dan disutradarai oleh orang yang sama, Dan Trachtenberg.

4. Siapa yang menulis dan memproduksi film ini?

Skenarionya ditulis oleh Patrick Aison dan Brian Duffield, diproduksi oleh 20th Century Studios bersama Legendary Entertainment.

5. Apa pesan utama yang diangkat film ini?

Film ini menyoroti tema kehormatan, kemanusiaan, dan penebusan dosa, memperlihatkan bahwa bahkan Predator pun bisa memahami arti empati.