Liputan6.com, Jakarta - Sebuah platform periklanan digital asal Singapura, XWorld, menawarkan angin segar dalam industri periklanan (iklan digital).
Alih-alih menjadi konsumen pasif, pengguna kini diundang untuk menjadi bagian aktif dalam proses periklanan dan bahkan mendapatkan keuntungan finansial dari interaksi mereka.
"Kami ingin mengubah paradigma periklanan yang selama ini satu arah," ujar Manajer Humas XWorld Indonesia, Rizki Wong, dikutip dari Antara, Jumat (18/10/2024).
Dengan menerapkan prinsip-prinsip teknologi Web3, XWorld memberikan kendali kepada pengguna atas data mereka, serta peluang untuk memonetisasi interaksi dan prilaku mereka di dunia maya.
"Dengan XWorld, pengguna memiliki kendali atas data mereka dan mendapatkan imbalan yang sepadan atas perhatian yang mereka berikan," ia menambahkan.
Bagaimana caranya?
XWorld memungkinkan pengguna untuk mengatur sendiri bagaimana data pribadi mereka digunakan untuk penargetan iklan.
Sebagai imbalan, pengguna akan mendapatkan token yang dapat ditukarkan menjadi uang tunai. Semakin aktif pengguna berinteraksi dengan iklan, semakin banyak pula token yang mereka dapatkan.
"Ini seperti mengubah iklan menjadi permainan. Pengguna tidak hanya melihat iklan, tetapi juga berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan," Rizki menjelaskan.
Meta Diharuskan Batasi Penggunaan Data Pribadi untuk Iklan Tertarget di Eropa
Di sisi lain, pengadilan di Eropa (CJEU) memutuskan pada 4 Oktober 2024 bahwa Meta, induk dari Facebook, harus membatasi jumlah data pribadi yang dikumpulkan dari pengguna untuk keperluan iklan tertarget.
Meta harus membatasi jumlah data pengguna yang dipakai untuk iklan tertarget meski sudah diberi izin pengguna. Keputusan ini dianggap bisa memberikan dampak serius kepada perusahaan-perusahaan di Eropa yang menggantungkan iklan Facebook.
Mengutip Gizchina, Rabu (9/10/2024), menurut aturan tersebut, media sosial seperti Facebook tak bisa menggunakan seluruh data pribadi pengguna yang telah dikumpulkan untuk tujuan iklan, tanpa batasan waktu pembersihan.
Pengadilan juga menegaskan bahwa aturan pelindungan data Eropa atau General Data Protection Regulation (GDPR) mengharuskan perusahaan untuk menerapkan batasan jumlah data yang diproses.
Dalam pasal 5 ayat 1 GDPR dikatakan, penggunaan data pribadi harus dibatasi sesuai kebutuhan dan tidak lebih dari itu.
Hal ini dilakukan untuk membatasi perusahaan-perusahaan dalam mengumpulkan data pribadi, baik melalui platform mereka atau melalui website pihak ketiga. Lalu, menggunakan data tersebut untuk iklan tertarget.
Kasus Pelanggaran Privasi Munculkan Aturan GDPR
Asal tahu saja, kasus pelanggaran privasi pada 2014, ketika seorang advokat privasi Max Schrems yang membantu membuat kelompok noyb (None of Your Business), menuding Facebook menggunakan datanya untuk iklan, berdasar orientasi seksual Schrems.
Schrems berpandangan Meta menggunakan data pribadi yang dikumpulkan dari perilaku dan kebiasaan online-nya untuk menampilkan iklan-iklan tertarget. Hal ini dilakukan tanpa membatasi seberapa banyak data yang dipakai.
Pengadilan pun membela Schrems, menyebut, adanya fakta kalau orang mungkin membagikan data sensitifnya kepada umum tak seharusnya membuat Facebook bebas memakai data yang dikumpulkan lewat pihak ketiga, tanpa persetujuan.
Peraturan ini akan berdampak pada Meta dan platform lain yang bergantung pada iklan online.
Tampaknya aturan ini juga memaksa mereka menyesuaikan bagaimana platform online ini menangani data pengguna, untuk mematuhi GDPR.
Perusahaan juga tak bisa lagi memakai data pribadi pengguna untuk keperluan iklan demi menjaga data pengguna dari pelacakan dan penyalahgunaan data.