Liputan6.com, Jakarta Di awal dekade 1990-an, sebuah lagu dari band alternatif asal Amerika Serikat, R.E.M., muncul dengan nuansa yang asing namun memikat lewat melodi mandolin yang melankolis, lirik yang sarat makna, dan suara khas Michael Stipe yang seperti bergumam dari ruang hati yang terdalam.
Lagu itu adalah "Losing My Religion", sebuah karya yang tak hanya melambungkan nama R.E.M. ke puncak tangga musik global, tapi juga menjadi tonggak penting dalam sejarah musik alternatif dengan makna lagu yang lebih dalam ketimbang judulnya.
Dirilis pada 19 Februari 1991 sebagai single pertama dari album ketujuh mereka, Out of Time, "Losing My Religion" lahir dari proses yang tak terduga. Peter Buck, sang gitaris, sedang belajar memainkan mandolin—alat musik yang saat itu baru saja ia beli.
Dalam sesi latihan sambil menonton televisi, ia merekam petikan-petikan iseng yang kemudian, saat diputar ulang, mengandung cikal bakal riff ikonik yang kini dikenal dunia.
“Ada banyak rekaman waktu itu yang cuma saya belajar main mandolin,” kata Buck, “tapi ada satu bagian yang kemudian jadi 'Losing My Religion'. Saya rasa kalau saya main di gitar, lagu ini nggak akan jadi seperti itu,” ujarnya dalam sebuah pernyataan, melansir berbagai sumber.
Setelah proses awal di Athens, Georgia (tempat asal band ini), lagu tersebut terus berkembang. Demo awal yang diberi nama “Sugar Cane” bahkan sempat menggunakan banjo dan organ Hammond. Bassline dalam lagu ini ditulis oleh Mike Mills dengan inspirasi dari gaya John McVie, bassist Fleetwood Mac.
Proses rekaman utamanya berlangsung di Bearsville Studio A, Woodstock, New York, pada September 1990. Untuk menyeimbangkan frekuensi antara denting mandolin dan dentuman bass, mereka mengajak gitaris tur Peter Holsapple mengisi bagian gitar akustik.
Momen Paling Magis dan Hits Terbesar
Salah satu momen paling magis dari rekaman ini adalah ketika Michael Stipe, vokalis sekaligus penulis liriknya, menyelesaikan rekaman vokalnya hanya dalam satu kali pengambilan. Sementara itu, nuansa emosional lagu ini semakin diperkuat dengan sentuhan orkestra dari para pemain Atlanta Symphony Orchestra yang direkam di Soundscape Studios, Atlanta, pada Oktober 1990 dengan aransemen oleh Mark Bingham.
Lagu ini menjadi hit terbesar R.E.M. di Amerika Serikat, mencapai posisi keempat di Billboard Hot 100 dan meluaskan pengaruh mereka ke ranah arus utama. Videonya, yang disutradarai Tarsem Singh dan dipenuhi dengan citra religius dan simbolisme visual, memenangkan berbagai penghargaan bergengsi, termasuk “Best Short Form Music Video” dan “Best Pop Performance by a Duo or Group with Vocal” di ajang Grammy Awards 1992. Di MTV Video Music Awards 1991, video ini meraih enam penghargaan sekaligus, termasuk “Video of the Year” dan “Best Direction.”
Lebih dari dua dekade setelah dirilis, "Losing My Religion" tetap memiliki resonansi kuat. Lagu ini masuk ke dalam Grammy Hall of Fame pada 2017 dan pada tahun 2020 menjadi video R.E.M. pertama yang menembus satu miliar penayangan di YouTube. Rolling Stone menempatkannya di peringkat ke-112 dalam daftar "500 Lagu Terbaik Sepanjang Masa" versi terbaru tahun 2024.
Dengan melodi yang sederhana namun menusuk, lirik yang ambigu tapi menggugah, dan atmosfer yang nyaris spiritual, "Losing My Religion" bukan hanya sebuah lagu patah hati. Ini adalah lagu tentang eksistensi, tentang kegelisahan, dan tentang bagaimana sebuah petikan mandolin bisa menjadi suara dari satu generasi.
Secara tematik, "Losing My Religion" bukan tentang agama secara harfiah. Judulnya merupakan ekspresi khas dari Amerika Selatan yang berarti kehilangan kesabaran atau keputusasaan.
Liriknya menggambarkan rasa frustrasi karena cinta yang tak terbalas dan perasaan kehilangan arah—emosi yang universal namun jarang dibahas dalam nada yang sehalus ini. Berikut selengkapnya mengenai makna dan fakta di balik lagu ini.
Makna dan Fakta di Balik Losing My Religion
Setelah menelusuri kesukesan, proses kreatif, dan perjalanan produksi di balik “Losing My Religion” sebagai single legendaris R.E.M. yang tak terduga mengubah arah karier band asal Georgia, AS ini, sekarang saatnya menggali lebih dalam makna lagu ini.
Judulnya memang mengundang banyak asumsi. “Losing My Religion” bukan tentang agama. Bukan pula tentang keimanan secara literal. Michael Stipe, sang vokalis sekaligus penulis lirik, meminjam istilah dari ekspresi khas masyarakat Selatan Amerika.
Di mana “losing my religion” berarti kehilangan kesabaran atau keteguhan hati, bukan iman secara spiritual, melainkan soal emosi dan relasi. Dalam konteks lagu, itu berarti kehilangan kepercayaan diri, keputusasaan, dan rasa jenuh dalam hubungan yang tidak seimbang.
Stipe menyebut lirik lagu ini lahir dari gabungan “obsesi” dan “cinta tak berbalas”—dua hal yang menurutnya bisa sangat kuat sekaligus berbahaya jika digabungkan. Ia menyukai ide menulis lagu tentang cinta diam-diam yang penuh keraguan.
"Yang membuat saya terharu adalah kenyataan bahwa kamu tidak tahu apakah orang yang kamu sukai itu tahu kamu ada atau tidak," ungkapnya dalam wawancara dengan Top 2000 a gogo.
Ini adalah lagu tentang seseorang yang terus maju-mundur secara emosional, antara ingin mengungkapkan perasaannya atau tetap membiarkannya mengendap dalam batin.
Lagu Personal dan Proses Rekaman yang Tak Terduga
Lagu ini pun kian personal ketika Stipe menceritakan bahwa ia merekam vokalnya dalam keadaan nyaris telanjang karena merasa gerah secara fisik dan emosional. Bahkan ketika akhirnya direkam, ia merasa hasilnya masih belum cukup. Padahal, hasil itu justru menjadi salah satu vokal paling ikonik sepanjang dekade ‘90-an.
Dari sisi musikal, “Losing My Religion” terbentuk dari permainan mandolin Peter Buck, yang awalnya hanya coba-coba belajar alat musik tersebut. Tapi dari rekaman latihannya, muncul riff yang kemudian berkembang jadi lagu utuh.
Buck bahkan mengakui bahwa ia tidak menyangka progresi chord sederhana seperti E minor, A minor, D, dan G bisa menghasilkan nuansa sekuat itu. Begitu dimainkan pertama kali oleh keempat personel, lagu ini langsung “klik,” seolah-olah mereka hanya perlu menarik ide dari semesta.
Yang menarik, label mereka awalnya tidak yakin lagu ini bisa menjadi single. Tidak ada chorus, lead-nya pakai mandolin, dan durasinya lebih dari 4 menit. Tapi justru lagu ini yang mengangkat R.E.M. ke level popularitas global. Peter Buck menggambarkan momen ini sebagai “titik pergeseran” dari band kultus menjadi band besar dunia, membawa mereka dari penjualan beberapa juta ke lebih dari 10 juta kopi secara global.
Kekuatan VIsual dalam Video Klip
Kekuatan lagu ini juga tak lepas dari video musiknya yang disutradarai Tarsem Singh, dipenuhi simbolisme visual dan imaji religius yang mencolok. Konsepnya terinspirasi dari cerita pendek karya Gabriel García Márquez A Very Old Man with Enormous Wings, di mana seorang malaikat jatuh ke bumi dan dipertontonkan sebagai tontonan aneh.
Unsur-unsur absurditas, pengasingan, dan ketakjuban juga hadir dalam video ini, yang justru dipertegas oleh gerakan tubuh Stipe yang menari seperti dalam kondisi trans. Padahal, awalnya ia tak berniat menari, semua itu lahir dari spontanitas karena konsep awal pengambilan gambar gagal total. Tanpa koreografi, Stipe menggabungkan gaya Sinead O’Connor dan David Byrne dalam tarian khasnya yang kemudian jadi ikonik.
Lagu ini bukan hanya sukses secara artistik, tapi juga mendapat penghargaan besar. Selain memenangkan Grammy dan MTV Video Music Awards, “Losing My Religion” jadi lagu pertama R.E.M. yang menyentuh top 5 tangga lagu Billboard. Bahkan, menurut produser Scott Litt, lagu ini sebenarnya sederhana dalam produksinya.
Semua bagian mandolin direkam live tanpa overdub. Dan meski tidak menonjol di permukaan, bagian drum Bill Berry sangat krusial dalam memberi kerangka ritmis lagu ini, bahkan sempat diminta untuk dinaikkan volumenya pada proses mixing terakhir.
Pendengar Mencoba Mengaitkannya dengan Berbagai Hal
Saking dalamnya makna lagu ini, banyak pendengar mencoba mengaitkannya dengan berbagai hal, bahkan ada yang mengira lagu ini tentang kematian John Lennon. Tapi Stipe menegaskan, ini bukan lagu autobiografis.
“Ada satu malam di tahun 1991, saya menunjuk penonton dan bilang ‘lagu ini tentang kalian’. Saya pun tidak tahu kenapa saya bilang begitu,” ujarnya dalam sebuah pernyataan, melansir berbagai sumber.
Makna yang terus diperdebatkan dan lapisan emosional yang tak kunjung habis ditelusuri membuat “Losing My Religion” tetap relevan hingga hari ini. Sebuah lagu yang membuktikan bahwa kesederhanaan bisa menjelma keindahan yang mendalam, asalkan datang dari tempat yang jujur.
Terakhir, seperti kata Stipe, mungkin lagu ini memang bukan tentang dirinya, namun buat kita semua. Ini adalah tentang kita, tentang rasa takut mencintai, tentang diam-diam mengagumi, dan tentang kehilangan arah saat semua harapan tak pernah benar-benar tiba.