Liputan6.com, Jakarta Konser tunggal .Feast bertajuk Membangun & Menghancurkan yang digelar di Jakarta International Velodrome, Sabtu malam, 31 Mei 2025, bukan sekadar pertunjukan musik. Sepanjang malam, .Feast menghadirkan pengalaman sinematik di atas panggung penuh visual, simbol, dan narasi yang eksplosif.
Visual LED, marching band, tarian tradisional, hingga atmosfer panggung yang disusun teatrikal menjadikan konser ini tampil beda dari tipikal gigs band rock biasa. Penonton diajak larut dalam cerita, dari yang penuh amarah, spiritualitas, hingga keheningan kontemplatif.
Di lagu “Gugatan Rakyat Semesta”, .Feast mengajak sekelompok anak-anak marching band naik ke atas panggung. Barisan drum itu mengiringi lagu dengan hentakan penuh semangat, seperti parade revolusioner. Penonton bersorak menyambut energi kolektif yang dibangun lewat gimmick tersebut.
Sementara itu, “Tarian Penghancur Raya” tampil bak puncak teatrikal malam itu. Sejumlah penari tradisional membawakan koreografi yang menyerupai ritual pemanggilan kekuatan alam. Visual LED di belakang menampilkan fragmen bangunan retak, api, dan bayangan tubuh manusia. Energi panggung memuncak.
LED, Lampu, dan Simbolisme
Tiap lagu yang dibawakan .Feast malam itu terasa seperti satu bab dalam film panjang. LED tampil agresif dan penuh warna merah, kuning, biru menyala saat “Politrik” dan “Masi Marah” dimainkan. Lagu-lagu tersebut tidak hanya meledak dari sisi musikal, tapi juga secara visual.
Dalam “Ouroboros”, tata cahaya diredupkan. Hanya sorot putih dan biru pucat yang menyinari panggung. Awan, sang gitaris, menyampaikan kisah personal tentang keretakan internal band dan rasa lelah dalam proses kreatif. Emosi lagu itu begitu kuat hingga banyak penonton terdiam, larut.
Pelarian dan Pencarian Jati Diri
Di lagu “Arteri”, warna LED berubah menjadi merah pekat. Irama gitar yang intens mengiringi visual jalan raya gelap berkelok-kelok di layar, seolah menggambarkan pelarian dan pencarian jati diri anak muda. “Setiap orang punya arteri masing-masing,” ujar Diki, sang gitaris.
Kekompakan tim produksi juga jadi sorotan. Visual LED, pengaturan lampu strob, serta transisi antar-lagu berjalan presisi, nyaris tanpa jeda. Penonton terlihat sangat terlibat, seolah sedang menonton film aksi musikal dengan babak-babak emosional yang naik-turun.
23 Lagu Dinyanyikan oleh .Feast
Setlist konser yang panjang membuat panggung terus hidup selama lebih dari dua jam. Masing-masing lagu disisipkan dengan unsur penceritaan baik lewat monolog Baskara, aksi teatrikal, maupun aransemen yang dibuat berbeda dari versi rilisan digital mereka.
Konser ini membuktikan bahwa .Feast bukan hanya band dengan suara lantang terhadap isu sosial, tapi juga kelompok kreatif yang mampu membentuk pengalaman audio-visual. Mereka menyuguhkan panggung yang bukan sekadar “ngamen besar”, tapi seni pertunjukan yang sinematik dan reflektif.