Liputan6.com, Jakarta Penulis skenario Lele Leila membongkar proses meracik naskah film Pabrik Gula yang akan tayang di bioskop Indonesia, libur Lebaran 2025. Ini bukan kali pertama ia menulis naskah film untuk tayang jelang Idulfitri.
Sebelumnya, Lele Laila melahirkan KKN di Desa Penari hingga tembus 10 juta penonton sekaligus jadi film Indonesia terlaris sepanjang masa. Tahun lalu, ia kembali ke kontestasi Lebaran bersama Badarawuhi di Desa Penari.
Meski demikian, tetap saja Lele Leila deg-degan mengingat, ada lima film Indonesia yang berlaga di Lebaran tahun ini. Selain film Pabrik Gula, ada Norma: Antara Mertua dan Menantu, Qodrat 2, Jumbo, serta Komang.
Dalam sesi wawancara eksklusif dengan Showbiz Liputan6.com, di Jakarta Selatan, baru-baru ini, Lele Leila membeberkan beda proses kreatif antara menulis naskah KKN di Desa Penari dan Pabrik Gula. Nonton, yuk!
Tak Sampai 10 Kali Revisi Skrip
Pengerjaan naskah Pabrik Gula relatif lebih ringkas dan tak banyak revisi. Ini salah satu yang disyukuri Lele Leila. Jumlah revisi naskah Pabrik Gula lebih sedikit ketimbang KKN di Desa Penari. Tak sampai 10 kali.
“Enggak terlalu banyak revisi. Enggak sampai 10 kali revisi. Lempeng, alhamdulillah karena ketika bikin, aku risetnya cukup lama jika dibandingkan dengan penulisan skenarionya,” kata Lele Leila dengan wajah semringah.
Yang lama justru riset seputar urban legend sejumlah pabrik gula di Indonesia kemudian mengelaborasi sejumlah utas dari Simpleman. Di sinilah letak perbedaan mendasar jika dibandingkan dengan menulis KKN di Desa Penari.
“Jadi ini lebih beda dengan KKN di Desa Penari. KKN di Desa Penari full mengambil sama persis dengan yang Simpleman punya. Kalau yang ini ada cerita-cerita Simpleman yang agak susah kalau difilmpanjangkan,” ia membeberkan.
“Karena (cerita seputar Pabrik Gula buatan Simpleman) kayak omnibus cerita. Akhirnya aku harus menyusun ulang utasnya lalu menambal hal-hal yang enggak ada bersama Simpleman,” Lele Leila menyambung.
Hal Paling Susah: Elemen Komedi
Selama menambal sulam omnibus cerita Pabrik Gula, Lele Leila dan Simpleman sering berdiskusi soal inti momen, mau diapakan, lalu arah ceritanya nanti ke mana. Lalu, jadilah naskah utuh Pabrik Gula untuk difilmkan Awi Suryadi.
Produser MD Pictures, Manoj Punjabi, meng-ACC naskah tersebut. Perburuan pemain dimulai lalu didapat konfigurasi menawan yakni Arbani Yasiz, Erica Carlina, Ersya Aurelia, hingga bintang senior seperti Budi Ros dan Dewi Pakis.
Di sela penyusunan naskah, ada satu hal paling susah yakni meracik unsur komedi. “Bagian yang paling susah itu komedi. Karena ini kali pertama saya menulis komedi. Saya ditemani konsultan komedi, Nona Ica yang menulis naskah Sekawan Limo,” akunya.
Beruntung Awi Suryadi mendapat barisan komedian yang tampil asyik dan bikin naskah Lele Leila makin hidup. Mereka yakni Benidictus Siregar (sebagai Franky), Arif Alfiansyah (Dwi), Yono Bakrie (Rano), dan Sadana Agung (Karno).
“Sadana, Beni, Mas Arif dan Yono, mereka sudah ready untuk meramu juga menambah-nambahi jadinya enak banget,” Lele Leila menyambung seraya menyadari Pabrik Gula mengukuhkan posisinya sebagai penulis naskah spesialis horor.
Lele Leila tak keberatan dijuluki penulis spesialis horor. Mengingat, ia melahirkan banyak film horor laris dalam beberapa tahun terakhir. Selain KKN di Desa Penari dan prekuelnya, ada Danur: I Can See Ghosts, Sijjin, Pemandi Jenazah, Qorin, hingga Ivanna.
Awal Karier Menulis Film LGBT
“Keberatan? Sekarang sudah tidak berat. Memang ya. Selama bertahun-tahun saya menulis horor terus. Enggak tahu, sudah berapa banyak. Kayaknya aku bukan spesaialis, tapi genre itu lebih nyaman. Aku menuliskannya sudah nyaman,” beri tahu Lele Leila.
Lele Leila mengumpamakan dengan dokter spesialis anak atau kandungan. Ketika bertemu sejumlah pasien yang sama berkali-kali, lama-lama dokter tersebut mengenal lebih detail dan tahu betul kondisi hingga rekam jejak medis para pasiennya.
“Akhirnya jadi lebih ahli atau mahir. Semoga (saya pun begitu), insyaallah,” ia berharap. Lele Leila mengenang, karier menulisnya bermula pada 2012 lewat film low budget dalam format omnibus yang memfiturkan 10 cerita pendek bertema LGBT.
Judulnya, Sanubari Jakarta yang diperkenalkan ke publik di Gedung PPHUI Jakarta. Tayang dengan jumlah layar terbatas dan gagal mencetak box office tak membuatnya berkecil hati. Lele Leila percaya pada proses, konsistensi, belajar serta berani menjajal hal baru.
“Skenario pertama saya bukan horor tapi Sanubari Jakarta. Omnibus 10 film tentang LGBT. Itu kesepuluhnya aku yang bikin. Itu saya tulis pas umur 21 tahun. Omnibus Sanubari Jakarta, isinya 10 film tentang LGBT,” Lele Leila mengenang.
Kini, 13 tahun lewat sudah. Lele Leila jadi penulis naskah papan atas Tanah Air. Ia sendiri tak menyangka bisa sampai di fase ini: melahirkan film Indonesia terlaris sepanjang masa. Andai bisa bertemu diri sendiri di tahun 2012, apa yang ingin disampaikan Lele Laila?
“Aku cuma mau bilang (ke Lele Leila versi 21 tahun), ‘Kamu memilih jalan yang benar. Meski panjang tapi kamu melaluinya dengan sukacita. Tenang saja, karena ada banyak orang baik di sekitarmu. Alhamdulillah ketemu banyak orang baik,’” ucapnya dengan mata berkaca.