Akamai Rilis Panduan Keamanan Siber 2025 untuk Perkuat Pertahanan di Asia Pasifik dan Jepang

6 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan keamanan siber dan komputasi cloud, Akamai, meluncurkan laporan "Defenders’ Guide 2025: Fortify the Future of Your Defense" yang bertujuan membantu organisasi di wilayah Asia Pasifik dan Jepang (APJ) dalam meningkatkan keamanan siber.

Laporan ini dirilis di tengah lanskap keamanan siber APJ yang kompleks dan terfragmentasi, mengingat keragaman ekonomi dan pasar di kawasan tersebut.

APJ juga dinilai menjadi sasaran utama serangan siber, dengan peningkatan serangan DDoS (Distributed Denial-of-Service) aplikasi web sebanyak lima kali lipat pada tahun lalu.

Kurangnya badan pengatur terpusat di APJ menyebabkan kesulitan dalam menetapkan protokol standar, sehingga organisasi-organisasi di kawasan ini menghadapi ancaman dengan tingkat kesiapan yang berbeda-beda.

Menanggapi tantangan ini, para Chief Information Security Officers (CISOs) dan IT Decision Makers (ITDMs) di APJ berupaya mengumpulkan informasi dan sumber daya untuk memperkuat pertahanan organisasi mereka.

"APJ terus menjadi pendorong pertumbuhan bisnis berkat transformasi digital yang pesat dan lanskap ekonomi yang dinamis," ujar SVP dan Managing Director Akamai Technologies APJ, Parimal Pandya, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/2/2025).

Namun, ia menjelaskan, seiring dengan percepatan inisiatif digital, kawasan ini menjadi target utama serangan siber yang semakin canggih, terutama yang berbasis AI.

Pandya menekankan bahwa keamanan harus menjadi pendukung utama pertumbuhan bisnis, bukan penghalang.

"Laporan terbaru Akamai memberikan wawasan praktis kepada para pemimpin keamanan di APJ mengenai berbagai ancaman kritis, mulai dari kerentanan VPN hingga teknik malware mutakhir, sehingga mereka dapat membangun pertahanan yang tangguh dan berbasis riset," ia memungkaskan.

Fokus pada Manajemen Risiko dan Metamorfosis Malware

Laporan "Defenders’ Guide 2025" menyoroti pentingnya manajemen risiko dalam menghadapi lanskap ancaman yang semakin beragam dan kompleks.

Laporan ini menyajikan model penilaian risiko baru yang mengukur kerentanan organisasi secara kuantitatif, dengan mengevaluasi pentingnya aplikasi, kompleksitas jaringan, dan potensi pembobolan.

Selain itu, laporan ini juga membahas metamorfosis malware, dengan memberikan wawasan mengenai keluarga botnet seperti NoaBot dan RedTail, serta taktik-taktik canggih seperti arsitektur peer-to-peer dan malware tanpa file.

Laporan State of the Internet (SOTI) tipe baru ini juga menawarkan langkah-langkah praktis untuk memitigasi ancaman-ancaman tersebut, termasuk manajemen patch dan pelatihan karyawan.

Dengan laporan ini, Akamai berharap dapat membantu organisasi-organisasi di APJ dalam memperkuat postur keamanan siber mereka dan menghadapi ancaman yang terus berkembang.

Ancaman Serangan Siber Berpotensi Lumpuhkan Ekonomi Indonesia?

Di sisi lain, Pengamat Perbankan Paul Sutaryono, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, serangan siber terhadap sektor perbankan telah menjadi ancaman serius yang bisa berdampak besar pada perekonomian nasional.

Paul Sutaryono mengungkapkan gangguan layanan bank akibat serangan siber bisa menyebabkan kelumpuhan dalam transaksi nasabah. Hal ini pada gilirannya akan mengganggu kelancaran bisnis, yang ujung-ujungnya berpotensi merusak stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

"Layanan bank terhadap nasabah bisa lumpuh. Akibatnya, bisnis nasabah kurang lancar. Ujungnya, perekonomian juga jadi terganggu," kata Paul kepada Liputan6.com, Senin (3/2/2025).

Disisi lain, Paul menilai, serangan siber yang terus-menerus dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan suatu negara, namun dampaknya sangat tergantung pada seberapa besar bank yang terkena.

Menurutnya, semakin besar ukuran bank, semakin besar pula potensi gangguan pada sistem keuangan. Ketika bank besar terganggu operasionalnya, efek domino bisa meluas ke sektor lainnya.

"Itu tergantung pada seberapa besar bank yang terkena serangan siber. Makin besar bank, makin besar potensi sistem yang diakibatkannya," ujarnya.

Oleh karena itu, sektor perbankan yang lebih besar dan lebih terintegrasi dalam sistem ekonomi lebih rentan terhadap dampak negatif dari serangan siber.

Mitigasi Risiko dan Biaya Keamanan Siber

Adapun untuk menghadapi ancaman siber ini, Paul menilai hampir seluruh bank telah mengimplementasikan langkah-langkah mitigasi risiko.

Namun, pengamanan ini tidak murah dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang tinggi untuk menjaga keamanan siber seringkali berdampak pada harga layanan perbankan.

Biaya tambahan ini bisa mempengaruhi nasabah, terutama yang bergantung pada layanan perbankan dengan tarif tertentu. Dengan demikian, ada keseimbangan yang harus dicapai antara pengamanan yang efektif dan biaya yang harus ditanggung oleh nasabah.

"Semua bank pasti sudah mitigasi risiko serangan siber. Ketika biayanya terlalu besar bisa jadi berdampak pada biaya layanan perbankan," ujar dia.

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |