Liputan6.com, Jakarta Film action Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dulu dianggap sebelah mata, kini film-film aksi dari Indonesia semakin diakui di dunia internasional. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya film yang berhasil menembus festival film bergengsi dan didistribusikan secara global.
Pengakuan ini tak lepas dari peningkatan kualitas produksi yang signifikan. Dengan dukungan anggaran yang semakin besar, para sineas Indonesia mampu menghasilkan film dengan teknik sinematografi yang memukau dan efek visual yang memanjakan mata. Selain itu, keberagaman genre dalam film action Indonesia juga menjadi daya tarik tersendiri, mulai dari seni bela diri hingga heist thriller.
Jika Anda adalah penggemar film action atau ingin mengenal lebih jauh sinema Indonesia, artikel ini sangat cocok untuk Anda. Berikut rekomendasi film action Indo terbaik yang wajib masuk ke dalam watchlist Anda, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (27/5/2025).
Film Last Action Hero (Dok.Vidio)
The Raid (2011)
The Raid adalah film yang merevolusi sinema martial arts. Film ini mengisahkan tentang tim elit SWAT yang terjebak di sebuah apartemen 30 lantai yang dikuasai oleh gembong narkoba. Disutradarai oleh Gareth Evans, seorang sineas asal Inggris yang memiliki kecintaan mendalam terhadap seni bela diri Indonesia, film ini menampilkan koreografi pencak silat yang autentik dan adegan laga yang intens.
Dibintangi oleh Iko Uwais, Joe Taslim, dan Yayan Ruhian, The Raid berhasil meraih berbagai penghargaan di festival film internasional, termasuk Toronto International Film Festival. Film ini juga didistribusikan ke lebih dari 50 negara, menjadikannya salah satu film Indonesia paling sukses di pasar internasional.
Keistimewaan The Raid terletak pada penggunaan pencak silat sebagai bahasa visual utama. Dengan setting lokasi tunggal yang klaustrofobik, film ini mampu menciptakan atmosfer tegang dan mendebarkan dari awal hingga akhir. The Raid membuka jalan bagi film action Indonesia untuk dikenal dan diapresiasi di seluruh dunia.
The Raid 2: Berandal (2014)
The Raid 2: Berandal adalah sekuel yang lebih ambisius dari film pertamanya. Gareth Evans kembali menyutradarai film ini, dengan Iko Uwais kembali berperan sebagai Rama. Kali ini, Rama menyamar ke dalam dunia mafia Jakarta untuk mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan polisi dan politisi.
Dengan anggaran yang lebih besar, The Raid 2: Berandal menawarkan skala yang lebih luas dan kompleks. Film ini juga menampilkan kolaborasi dengan aktor Jepang seperti Kazuki Kitamura dan Ryuhei Matsuda, menambah dimensi internasional pada cerita. Dengan durasi 150 menit, film ini menyajikan aksi tanpa henti yang memacu adrenalin.
Beberapa adegan ikonik dalam The Raid 2: Berandal termasuk perkelahian di dapur, kejar-kejaran mobil yang spektakuler, dan pertempuran terakhir di gudang. Film ini juga dipuji karena sinematografi yang memukau, desain suara yang imersif, dan efek praktis yang realistis. The Raid 2: Berandal tayang perdana di Sundance Film Festival dan mendapat ulasan positif dari para kritikus.
Serigala Terakhir (2009)
Sebelum era The Raid, ada Serigala Terakhir, sebuah film drama kriminal yang gritty dan realistis. Disutradarai oleh Upi Avianto, film ini menggambarkan kehidupan sekelompok remaja di pinggiran Jakarta yang terjerat dalam dunia narkoba dan kekerasan. Dengan setting yang autentik dan karakter yang kompleks, Serigala Terakhir menawarkan perspektif yang berbeda tentang kehidupan urban.
Dibintangi oleh Vino G. Bastian, Al Fathir Muchtar, dan Dion Wiyoko, Serigala Terakhir menyoroti persahabatan, pengkhianatan, dan konsekuensi dari pilihan yang salah. Film ini juga memberikan komentar sosial tentang kemiskinan, ketidakadilan, dan hilangnya harapan di kalangan remaja urban.
Dengan durasi 140 menit, Serigala Terakhir menyajikan narasi yang kuat dan karakter yang mendalam. Film ini tidak mengagungkan kekerasan, tetapi menggambarkannya sebagai bagian dari realitas kehidupan yang keras. Serigala Terakhir memberikan dampak budaya yang signifikan dan memengaruhi perkembangan film drama kriminal di Indonesia.
13 Bom di Jakarta (2023)
13 Bom di Jakarta adalah film thriller modern yang mengangkat tema terorisme kontemporer. Film ini mengisahkan tentang ancaman teroris yang menyebar 13 bom di seluruh Jakarta. Dengan alur cerita yang menegangkan dan karakter yang kompleks, film ini menawarkan pengalaman menonton yang mendebarkan dan relevan.
Dibintangi oleh Chicco Kurniawan, Ardhito Pramono, Rio Dewanto, dan Lutesha, 13 Bom di Jakarta disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Film ini memiliki nilai produksi yang tinggi, dengan sinematografi yang memukau, lokasi praktis di Jakarta, dan desain suara yang menciptakan ketegangan.
Salah satu elemen unik dari 13 Bom di Jakarta adalah penggunaan Bitcoin sebagai alat tebusan. Hal ini mencerminkan relevansi teknologi dalam kejahatan modern. Film ini juga menyoroti perspektif badan intelijen dan tema terorisme urban. Dengan rating 15+, film ini cocok untuk penonton dewasa yang tertarik dengan isu-isu sosial dan politik.
Mencuri Raden Saleh (2022)
Mencuri Raden Saleh adalah film yang mendobrak genre heist di sinema Indonesia. Dengan anggaran lebih dari Rp 20 miliar, film ini menjadi salah satu produksi termahal dalam sejarah perfilman Indonesia. Disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, film ini menampilkan ansambel pemain muda yang berbakat, seperti Iqbaal Ramadhan, Angga Yunanda, dan Aghniny Haque.
Mencuri Raden Saleh mengisahkan tentang sekelompok anak muda yang berencana mencuri lukisan Raden Saleh dari Istana Negara. Dengan durasi 2,5 jam, film ini menawarkan alur cerita yang kompleks dan penuh kejutan. Film ini juga mengangkat elemen budaya, seperti apresiasi seni untuk generasi Z dan komentar politik yang subtil.
Film ini menargetkan pasar anak muda dan penggemar film heist. Dengan kinerja box office yang kuat dan buzz media sosial yang positif, Mencuri Raden Saleh membuktikan bahwa film Indonesia mampu bersaing dengan film-film internasional. Film ini juga dinominasikan untuk berbagai penghargaan, mengakui kualitas produksi dan narasi yang inovatif.
Headshot (2016)
Headshot adalah film yang menandai kembalinya Iko Uwais ke layar lebar setelah kesuksesan The Raid. Disutradarai oleh Mo Brothers, Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel, film ini mengisahkan tentang seorang pria amnesia yang harus berhadapan dengan gembong narkoba yang kejam. Dengan aksi brutal dan alur cerita yang menegangkan, Headshot menawarkan pengalaman menonton yang intens dan memacu adrenalin.
Selain Iko Uwais, Headshot juga dibintangi oleh Chelsea Islan dan Julie Estelle. Film ini merupakan kolaborasi internasional antara Screenplay Infinite Films dan berbagai distributor internasional. Headshot tayang di berbagai festival film bergengsi dan meraih berbagai penghargaan, termasuk Festival Film Indonesia.
Film ini diproduksi di Batam selama 45 hari. Dengan anggaran yang besar dan tim produksi yang profesional, Headshot berhasil menciptakan film action yang berkualitas tinggi dan menghibur. Film ini membuktikan bahwa Iko Uwais adalah salah satu bintang action terbaik di dunia.
Ben & Jody (2022)
Ben & Jody adalah film spin-off action dari franchise Filosofi Kopi. Disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, film ini menampilkan Chicco Jerikho dan Rio Dewanto sebagai karakter utama. Berbeda dengan film-film Filosofi Kopi sebelumnya, Ben & Jody beralih genre menjadi action thriller.
Film ini mengisahkan tentang misi penyelamatan di hutan, di mana Ben dan Jody harus melawan perampasan tanah oleh perusahaan korporat. Dengan adegan aksi yang intens dan cerita yang relevan, Ben & Jody menawarkan pengalaman menonton yang mendebarkan dan bermakna.
Ide untuk membuat film action ini muncul dari keisengan Chicco Jerikho dan Rio Dewanto yang sering bermain airsoft gun. Mereka merasa jenuh dengan formula Filosofi Kopi dan ingin mengeksplorasi genre baru. Dengan dukungan Yayan Ruhian sebagai antagonis dan Hana Prinantina sebagai karakter baru, Ben & Jody berhasil menciptakan film action yang unik dan menghibur.
Balada Si Roy (2023)
Balada Si Roy adalah film coming-of-age action yang diadaptasi dari novel karya Gol A Gong. Disutradarai oleh Fajar Nugros, film ini menampilkan Abidzar Al Ghifari, Febby Rastanty, dan Bio One sebagai karakter utama. Dengan setting di Serang, Banten, film ini menawarkan perspektif yang berbeda tentang kehidupan remaja di Indonesia.
Film ini mengisahkan tentang Roy, seorang anak muda yang mencari jati diri dan berjuang melawan ketidakadilan di sekolahnya. Dengan tema persahabatan, cinta, dan perlawanan, Balada Si Roy menawarkan pengalaman menonton yang menghibur dan inspiratif.
Balada Si Roy tayang di berbagai festival film bergengsi, seperti Jakarta Film Week, BaliMakãrya Film Festival, dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Film ini menargetkan penonton muda yang tertarik dengan cerita coming-of-age dan drama sekolah. Dengan pesan sosial yang kuat dan karakter yang relatable, Balada Si Roy berhasil menarik perhatian penonton dan kritikus.
Itulah 8 rekomendasi film action Indo terbaik yang wajib Anda tonton. Dari The Raid hingga Balada Si Roy, film-film ini membuktikan bahwa industri perfilman Indonesia semakin berkembang dan mampu menghasilkan karya-karya berkualitas tinggi. Dengan pengakuan internasional yang semakin meningkat, masa depan film action Indonesia terlihat semakin cerah.
Mari kita terus mendukung sinema Indonesia dengan menonton, memberikan ulasan, dan membagikan film-film karya anak bangsa. Dengan dukungan kita, para sineas Indonesia akan semakin termotivasi untuk menghasilkan karya-karya yang lebih baik lagi. Nantikan proyek-proyek mendatang yang akan mengharumkan nama Indonesia di kancah perfilman dunia!