6 Fakta Basinga! The Musical di Teater Salihara: Pertunjukkan Seni Inklusif dari JICC, Terinspirasi Film Sing

5 days ago 13

Liputan6.com, Jakarta Geliat seni pertunjukan di Jakarta makin bergairah lewat hadirnya Basinga! The Musical karya Jakarta Internasional Community Choir alias JICC yang diperkuat para pemain dengan beragam latar belakang pendidikan maupun sosial budaya.

Digelar di Teater Salihara Jakarta, Sabtu (16/11/2024), pada jam 14.30 dan 17.30 WIB, Basinga! The Musical kebanjiran pujian dan apresiasi penonton. Art Director Basinga! The Musical, Bernice Nikki, menyebut pertunjukan ini melewati proses panjang.

Ini bukan kali pertama JICC bikin pertunjukan seni. “Tahun lalu kami bikin Rockin Rhapsody berdasar musikal dengan lagu-lagu Queen. Kami juga pernah bikin Super Duper Trouper berdasarkan lagu ABBA. Kami enggak selalu musikal,” kata Bernice Nikki atau yang akrab disapa Bee.

Meski anggota JICC bukan pemain teater profesional, mereka tampil memikat atas nama cinta seni. Laporan khas Showbiz Liputan6.com akhir pekan ini menghimpun 6 fakta dari balik layar Basinga! The Musical. Selamat menyimak.

1. Terinspirasi Film Sing

Basinga! The Musical rupanya terisnpirasi dari film animasi Sing (2016) karya sineas Garth Jennings dan Christophe Lourdelet. Kali pertama Basinga! The Musical dipertunjukkan lewat Zoom, karena pandemi Covid-19 menghantam dunia termasuk Indonesia.

Setelah pandemi menjadi endemi, JICC tergerak untuk menghadirkannya lagi. “Waktu itu sudah ada naskah Basinga!, kami belum sempat menampilkan secara panggung. Sekarang pandemi sudah jadi endemi, kita datang ke teater, akhirnya kita tampilkan lagi,” kata Bee.

2. Persiapan Sejak Januari 2024

Basinga! The Musical mengisahkan seorang yang berambisi membuat pertunjukan besar tapi akhirnya sadar bahwa yang terpenting bukan seberapa megah namun dengan siapa membuat pertunjukannya. Basinga! The Musical dipersiapkan sejak awal tahun.

“Persiapannya dari Januari. Latihan kami hanya setiap Senin malam, 2 jam doang karena masing-masing member punya pekerjaan. Mereka punya karier dan keluarga. Jadi enggak bisa kayak profesional,” ujarnya di Jakarta Selatan, Sabtu (16/11/2024).

3. Tantangan Terbesar: Waktu!

Persiapan yang panjang bukan berarti tanpa tantangan. Bee menyebut waktu, tantangan terbesar. Waktu rehearshal sangat pendek. Di teater profesional, para pemain dan kru bisa masuk ke teater seminggu sebelum hari H untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

“Karena punya pekerjaan di hari Senin, kami hanya bisa show sehari. Dalam sehari, kami show 2 kali. Kami masuk dan keluar panggung semua dalam 12 jam. Itu gila sih. Kami mengecek sound, teknis dan tata lampu semua di hari H,” Bee membeberkan.

4. Libatkan Lebih dari 50 Pemain dan Kru

Dalam pertunjukan teater profesional, para pemain bisa berlatih setiap hari. Bahkan, sehari bisa latihan 8 sampai 10 jam. Karena member JICC punya latar belakang pekerjaan beda-beda maka tak bisa dipaksakan.

Member JICC ada orang Indonesia, Prancis, Amerika, Australia, Inggris, Skotlandia, dan lain-lain. “Hari ini kami melibatkan sekitar 30-an member. Untuk kru, mereka orang profesional, ada sekitar 25 orang. Jadi pemain plus kru, 50 sekian,” imbuh Bee.

5. Bukan Pertunjukan Yang Sempurna

Cerita yang diusung Basinga! The Musical rupanya sejalan dengan filosofi JICC yakni bukan untuk membuat pertunjukan sempurna tapi dari kita untuk kita. Semua yang tampil di atas panggung memang bukan profesional melainkan amatir.

“Mereka siang hari jadi guru, pengacara, pengusaha, ayah dan ibu. Saat malam mereka berubah jadi artis. Kalau komunitas pada umumnya, untuk bikin pertunjukan ada audisi. Di sini tidak ada audisi. Semua yang main volunteer, dapat naskah dan peran juga sukarela,” ulasnya.

6. Bikin Naskah dan Koreografi Inklusif

Catatan menarik datang dari profil para member JICC yang memiliki rentang usia sangat lebar, yakni dari 20 tahunan hingga hampir kepala 6. JICC inklusif terhadap semua umur karena sejatinya seni tak pernah memandang usia maupun latar belakang.

“JICC 100 persen berbahasa Inggris untuk latihan. Naskahnya berbahasa Inggris, performanya pun bahasa Inggris. Tantangannya, kalau bikin koreografi saya harus hati-hati. Enggak boleh koreografi yang banyak gerakan lutut ditekuk,” Bee mengakhiri.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |