Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penemuan penting dalam dunia geologi telah mengungkapkan keberadaan batuan tertua (batu tertua di dunia) yang pernah ditemukan di Bumi.
Batuan berwarna abu-abu yang terletak di Nunavik, Quebec, Kanada itu diperkirakan berusia sekitar 4,16 miliar tahun, jauh lebih tua dari perkiraan sebelumnya.
Temuan ini memberikan jendela unik untuk mengintip kondisi planet kita pada masa-masa awal pembentukannya, yang dikenal sebagai era Hadean.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science edisi 26 Juni ini, menjelaskan bagaimana tim ilmuwan internasional menganalisis batuan purba tersebut. Demikian sebagaimana dikutip dari Popular Science, Selasa (1/7/2025).
Meskipun batuan bukanlah makhluk hidup, mereka terus-menerus mengalami perubahan akibat aktivitas tektonik Bumi yang tanpa henti.
Beberapa bahkan bisa bermetamorfosis menjadi intan akibat tekanan dahsyat di bawah permukaan.
Di tengah berbagai kepunahan massal yang pernah melanda kehidupan di Bumi, batuan-batuan ini bertahan melewati ujian waktu yang ekstrem, diduga jauh sebelum kehidupan pertama muncul.
Menelisik Masa Awal Bumi Melalui Batuan Purba
Bumi terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu sebagai bola lava cair. Para ilmuwan awalnya meyakini bahwa eon pertama Bumi, Hadean, berakhir dengan pembentukan batuan pertama.
Patok penanda geologis (golden spike) yang menandai akhir eon Hadean diperkirakan berusia 4,03 miliar tahun dan terletak di Northwest Territories, Kanada.
The Nuvvuagittuq Greenstone Belt, yang terletak lebih dari 1.600 kilometer di tenggara lokasi golden spike Hadean, telah lama dikenal menyimpan batuan kuno.
Namun, usia pasti dari hamparan batuan abu-abu yang membentang di sepanjang pantai timur Teluk Hudson di Quebec ini menjadi perdebatan di kalangan peneliti.
Pada 2008, sebuah penelitian mengusulkan bahwa batuan ini berusia 4,3 miliar tahun. Pendapat ini kemudian ditentang oleh ilmuwan lain yang menggunakan metode penanggalan berbeda.
Mereka menyatakan bahwa kontaminasi dari masa lalu telah memengaruhi perhitungan usia batuan, dan usia sebenarnya hanya sekitar 3,8 miliar tahun.
"Selama lebih dari 15 tahun, komunitas ilmiah telah memperdebatkan usia batuan vulkanik dari Quebec utara," kata Jonathan O'Neill, ahli geologi dari University of Ottawa dan salah satu penulis studi ini.
"Penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa mereka mungkin berusia 4,3 miliar tahun, tetapi ini tidak menjadi konsensus," ia menambahkan.
Linimasa Baru Pembentukan Bumi
Studi terbaru ini menganalisis sampel batuan dari bagian lain di The Nuvvuagittuq Greenstone Belt.
Sampel-sampel tersebut dikumpulkan pada tahun 2017 di dekat Inukjuak, Nunavik, oleh Christian Sole, yang juga merupakan salah satu penulis studi saat ia menyelesaikan gelar Master.
Untuk menentukan usia batuan, tim peneliti menggabungkan geokimia dengan petrologi--cabang geologi yang berfokus pada komposisi, tekstur, dan struktur batuan serta kondisi pembentukannya.
Mereka juga menerapkan dua metode penanggalan radiometrik untuk melacak perubahan isotop radioaktif unsur samarium dan neodymium seiring berjalannya waktu.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua metode penanggalan tersebut mengindikasikan usia batuan adalah 4,16 miliar tahun.
Mendalami 'Bumi Purba'
Mengingat Bumi terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, penemuan ini menempatkan batuan tersebut dalam rentang waktu beberapa ratus juta tahun setelah kelahiran planet kita--sebuah jarak yang relatif dekat dalam skala waktu geologis.
Biasanya, batuan primordial seperti ini akan 'meleleh' dan 'didaur ulang' oleh pergerakan lempeng tektonik Bumi.
Meskipun para ilmuwan telah menemukan batuan berusia sekitar 4 miliar tahun di Kompleks Acasta Gneiss di Kanada, menemukannya di permukaan Bumi adalah hal yang sangat langka.
Menurut tim peneliti, penemuan ini membuka jendela unik untuk memahami Bumi purba, dan berpotensi memberikan petunjuk tentang kondisi awal planet kita.
"Memahami batuan ini berarti kembali ke asal-usul planet kita. Ini memungkinkan kita untuk lebih memahami bagaimana benua pertama terbentuk dan merekonstruksi lingkungan tempat kehidupan pertama kali muncul," O'Neill memungkaskan.