Samsung Optimistis Pasar Tablet Tetap Tumbuh di Tengah Isu Kenaikan Harga Elektronik pada 2026

1 week ago 17

Liputan6.com, Jakarta - Harga perangkat elektronik diprediksi akan naik pada 2026 akibat permintaan chip atau memori (RAM) melonjak untuk pusat data kecerdasan buatan (AI), sehingga stok perangkat keras itu akan menipis.

Terkait isu tersebut, Samsung menegaskan komitmennya untuk menjaga harga perangkatnya tetap kompetitif, terutama untuk produk tabletnya.

MX Product Marketing Senior Manager Samsung Electronics Indonesia, Annisa Maulina, mengatakan perusahaan tidak memiliki rencana untuk menaikkan harga tablet pada tahun depan.

“Sebenarnya untuk line-up varian tablet 2026, kami enggak ada rencana untuk menaikkan harganya. Untuk semua segmen sih, dari Tab A11 sampe Tab A11+. Jadi, kami hanya ingin fokus untuk kasih value yang terbaik buat konsumen,” ujar Annisa, Kamis (18/12/2025) di Jakarta.

Optimisme Samsung turut didukung dengan kondisi pasar tablet yang dinilai terus tumbuh. Annisa mengatakan pasar tablet akan tetap mencatatkan pertumbuhan double digit dalam beberapa waktu ke depan.

Menurutnya, dengan adanya berbagai macam pilihan produk menjadi salah satu pendorong pertumbuhan penjualan. Sepanjang 2025, Samsung telah menghadirkan 10 lini tablet di Indonesia sehingga memperluas opsi bagi konsumen.

“Jadi memang untuk tahun depan sih kami optimis untuk pasar tablet akan terus meningkat dan kami juga akan meningkatkan juga fitur-fitur AI yang nanti lebih bervariasi,” Annisa menjelaskan.

Tidak hanya dari sisi harga dan variasi, Samsung juga turut memperhatikan fitur AI di lini tablet. Ke depannya, fitur tersebut akan semakin beragam dan mengalami peningkatan kecerdasan.

“Fitur AI Akan selalu ada improvement. Tapi mungkin nanti improvement-nya diperkenalkan pada saat produk flagship diluncurkan, baik smartphone maupun tablet,” Annisa memungkaskan.

Harga HP dan Produk Elektronik bakal Naik 2026 Gara-Gara Krisis Chip Global

Harga smartphone, TV, kamera, dan beragam barang elektronik dipastikan akan melonjak naik tahun depan akibat lonjakan permintaan komponen, khususnya chip dan RAM untuk pusat data AI.

Analisis menilai, kenaikan harga ini akibat dari lonjakan permintaan GPU dan memori dari Google, Meta, Amazon, Nvidia, hingga OpenAI untuk memperluas kapasitas pusat data AI.

Alhasil, situasi tersebut memicu kekurangan suplai di segmen konsumen karena banyak pemasok chip, storage, sampai memori global memilih untuk memenuhi ledakan kebutuhan raksasa teknologi tersebut.

“Kami melihat peningkatan pesat permintaan AI di pusat data yang memicu kemacetan di banyak area,” ujar Peter Hanbury dari perusahaan konsultan Bain & Company kepada CNBC.

Situasi ini terasa sampai manufaktur produk komsumen, ketika kapasitas hard disk drive (HDD) untuk pusat data tidak mencukup, perusahaan seperti Google dan Microsoft pun beralih memakai solid state drive. SSD sendiri merupakan komponen penting bagi laptop, PC, hingga smartphone.

"Samsung, SK Hynix, dan Micron mengalihkan kapasitas produksi DRAM dan NAND ke pasar enterprise karena lebih mendatangkan keuntungan lebih besar," sebagaimana dikutip dari Android Police, Jumat (12/12/2025).

CEO Alibaba, Eddie Wu, juga sempat mengungkapkan pernyataan imbas kelangkaan komponen ini ke pasar global. Ia mengungkap, proses pembangunan infrastruktur AI internal mendapati kekurangan chip semikonduktor, memori, dan perangkat penyimpanan.

"Ada situasi kekurangan pasokan, hal ini akan menjadi hambatan relatif besar," kata Wu. Sementara itu, Head of Marketing Realme, Francis Wong, mengungkap hal menarik.

Dalam cuitannya di media sosial (medsos) X, dia mengatakan, "Apa pun ponsel pilihan kamu, terlepas dari mereknya, belilah sekarang juga. Setelah berkecimpung di industri smartphone selama satu dekade, saya belum pernah melihat kenaikan harga seperti ini."

Counterpoint Research memperkirakan harga memori akan naik 30% pada kuartal keempat tahun ini dan 20% lagi pada awal 2026. Ketidakseimbangan kecil dalam penawaran dan permintaan pun dapat berdampak besar pada harga memori. Karena tingginya permintaan HBM dan GPU, produsen chip memprioritaskan produk-produk ini daripada jenis semikonduktor lainnya.

“DRAM jelas merupakan hambatan karena investasi AI terus memenuhi ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan, dengan harga HBM untuk AI diprioritaskan oleh produsen chip,” ujar Direktur Riset di Counterpoint Research, MS Hwang.

Hingga berita ini ditulis, tim Liputan6.com masih menunggu pernyataan dari pihak masing-masing merek dari global.

Mengapa Krisis Ini Terjadi?

Peningkatan kapasitas produksi chip membutuhkan investasi besar dan waktu panjang. Industri semikonduktor dikenal berhati-hati sehingga banyak produsen enggan menambah kapasitas sesuai proyeksi permintaan pelanggan.

Peyebab dari kekurangan ini didorong peningkatan pesat permintaan chip pusat data. Pemasok khawatir pasar terlalu optimis dan mereka tidak ingin membangun kapasitas yang sangat mahal secara berlebihan.

Saat ini, para pemasok perlu menambah kapasitas dengan cepat, tetapi seperti yang kita ketahui, dibutuhkan waktu 2-3 tahun untuk menambah pabrik manufaktur semikonduktor.

Sebagai pemasok utama chip untuk pusat data AI, Nvidia menjadi pemain paling berpengaruh dalam krisis ini. Sebagai contoh, mereka adalah pelanggan besar memori bandwidth tinggi. Produk-produknya diproduksi oleh TSCM, yang juga memiliki pelanggan besar lainnya seperti Apple.

Namun, para analis berfokus pada perubahan yang dilakukan Nvidia pada produk-produk yang berpotensi menambah tekanan besar pada rantai pasokan elektronik konsumen.

Raksasa AS ini semakin beralih ke penggunaan jenis memori dalam produk-produknya yang disebut Low Power Double Data Rate (LPDDR). Memori ini dinilai lebih hemat daya dibandingkan memori Double Data Rate sebelumnya.

Dampak ke Industri Elektronik Konsumen

Jika kapasitas produsen chip seperti TSMC, Intel, dan Samsung terserap untuk memenuhi kebutuhan pusat data AI, maka pasokan komponen untuk elektronik konsumen ikut terganggu. DRAM yang digunakan pada smartphone, laptop, dan PC, menjadi komponen paling terancam karena kontribusinya mencapai 10% hingga 25% dari biaya produksi perangkat.

Kenaikan harga memori sekitar 20% hingga 30% dapat mendorong kenaikan biaya material hingga 5 sampai 10%. Hanbury memperkirakan dampaknya akan mulai terasa dalam waktu dekat dan semakin intens pada tahun depan.

Selain biaya, risiko kekurangan stok juga meningkat. Ketika produsen tidak mendapatkan komponen yang diperlukan, produksi smartphone, laptop dan perangkat elektronik lain dapat terhambat.

Kini ada permintaan dari pemain yang terlibat dalam pusat data AI seperti Nvidia, untuk komponen yang biasanya digunakan untuk perangkat konsumen seperti LPDDR yang menambah lebih banyak permintaan ke pasar yang pasokannya terbatas.

Jika perusahaan elektronik tidak dapat memperoleh komponen yang dibutuhkan untuk perangkat mereka karena persediaannya terbatas atau beralih ke pusat data AI, maka mungkin akan terjadi kekurangan pasokan gadget paling populer di dunia.

“Selain kenaikan biaya, ada masalah kedua, yaitu ketidakmampuan untuk mengamankan komponen yang cukup. Itu akan menghambat produksi perangkat elektronik,” kata Hwang.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |