Prediksi Ancaman Siber 2026: Serangan di Indonesia Jauh Lebih Berbahaya Gara-Gara AI

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Lanskap keamanan siber Indonesia diprediksi memasuki babak baru yang jauh lebih berbahaya pada tahun 2026. Ancaman siber berbasis kecerdasan buatan (AI)diprediksi akan meningkat, mengincar sejumlah sektor krusial.

Perusahaan keamanan siber global, Fortinet, memperingatkan serangan siber yang dimotori AI akan meningkat tajam, mengancam stabilitas berbagai sektor krusial, mulai dari perbankan, e-commerce, pemerintahan, manufaktur, energi, hingga layanan publik.

Menurut Fortinet, gelombang serangan siber yang akan datang tidak hanya bergerak lebih cepat, tetapi juga jauh lebih sulit dideteksi dan berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang masif dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, perusahaan dan institusi didorong untuk segera mempersiapkan strategi pertahanan yang lebih responsif dan otomatis.

Rashish Pandey selaku Vice President of Marketing and Communications, APAC, Fortinet, menyebut AI telah menjadi katalisator utama 'gelombang ketiga kejahatan siber'.

"AI memungkinkan pelaku melancarkan serangan tanpa henti, memindai celah keamanan, beradaptasi dengan sistem pertahanan, serta menciptakan pola serangan yang hampir mustahil dibedakan dari aktivitas manusia," Pandey menjelaskan dalam keterangannya, Rabu (10/12/2025).

Ia menambahkan, serangan yang dulunya membutuhkan waktu berhari-hari, sekarang bisa dilakukan dalam hitungan menit atau bahkan detik.

"Ini tantangan besar bagi perusahaan yang masih menggunakan pendekatan keamanan tradisional," Pandey menambahkan.

Korporasi hingga Individu Jadi Target

Tren lain yang memperburuk situasi adalah maraknya cybercrime-as-a-service. Teknologi serangan kini diperjualbelikan layaknya layanan digital, memungkinkan siapa pun, bahkan tanpa keahlian teknis, untuk melancarkan serangan.

Hal ini tidak hanya meningkatkan jumlah serangan, tetapi juga membuat target menjadi acak--meliputi korporasi besar hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta individu.

Menyikapi ancaman yang semakin canggih, Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim, mengakui bahwa meskipun Indonesia telah menunjukkan perkembangan positif dalam beberapa tahun terakhir, ancaman di 2026 menuntut pendekatan yang lebih strategis dan cepat.

Keamanan Siber Bukan Hanya Isu Teknis

Lim menekankan bahwa banyak perusahaan masih memandang keamanan sebagai isu teknis, padahal dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan bisnis.

Salah satu langkah fundamental yang sering diabaikan adalah analisis nilai kerugian saat sistem mengalami gangguan.

"Banyak perusahaan tidak mengetahui aplikasi mana yang benar-benar kritis bagi operasional mereka. Jika aplikasi penting berhenti satu jam saja, kerugian bisa ratusan juta hingga miliaran rupiah. Inilah mengapa analisis kerugian wajib dilakukan," kata Lim, mencontohkan sistem internal seperti platform chat, API pembayaran, atau aplikasi mobile pelanggan sering kali menjadi sumber transaksi utama.

Pertahanan Otomatis dan CTN Jadi Kunci

Untuk menandingi kecepatan serangan AI, Fortinet memperkenalkan konsep machine-speed defense atau pertahanan kecepatan mesin.

Konsep ini menekankan pada kemampuan pertahanan otomatis yang dapat bereaksi secara instan secepat serangan terjadi, bertumpu pada integrasi teknologi, otomasi, dan visibilitas penuh terhadap lingkungan IT.

"Tanpa pertahanan otomatis, tim keamanan tidak mungkin menangani ribuan alert harian yang sering muncul," tegas Pandey.

Selain itu, Fortinet menawarkan kerangka kerja CTN (Cyber Threat Neutralization) untuk membantu perusahaan memetakan risiko, menentukan prioritas perlindungan, dan menerapkan langkah pertahanan secara terukur sesuai anggaran.

Ransomware dan Kelemahan Cloud Masih Mendominasi

Pada 2026, ransomware diprediksi akan tetap menjadi ancaman terbesar, tetapi dengan variasi yang lebih canggih dan otomatis. AI memungkinkan pelaku mempercepat penyebaran dan mempersonalisasi serangan untuk mengecoh korban.

Selain itu, Fortinet juga menyoroti peningkatan ancaman terhadap cloud, terutama karena banyak perusahaan memigrasikan data tanpa menerapkan standar keamanan yang sama seperti infrastruktur lokal mereka.

Sektor industri seperti manufaktur, energi, utilitas, dan transportasi juga menjadi target utama karena modernisasi perangkat OT (Operational Technology) yang kini terhubung ke internet.

Salah satu tantangan terbesar Indonesia dalam menghadapi ancaman ini adalah kekurangan tenaga ahli keamanan siber. Laporan Fortinet Global Cybersecurity Skills Gap 2025 menunjukkan bahwa banyak perusahaan kekurangan operator kompeten untuk menjalankan sistem keamanan modern secara efektif.

Menjawab tantangan ini, Fortinet melalui program Fortinet Academy terus memperluas dukungan pelatihan dan sertifikasi.

"Kami ingin memastikan lebih banyak talenta di Indonesia siap mengoperasikan teknologi pertahanan modern, karena AI-driven threats tidak bisa dilawan hanya dengan perangkat keras," Lim memungkaskan.

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |