PKC Diduga Gunakan AI untuk Kendalikan Persepsi Kestabilan Pasar China

3 hours ago 2

loading...

Partai Komunis China diduga memanfaatkan kecerdasan buatan atau AI untuk kendalikan persepsi kestabilan pasar China. Foto/China Daily

JAKARTA - Dalam beberapa bulan terakhir, pasar saham China menunjukkan paradoks yang mencolok. Di satu sisi, bursa Shanghai sempat menyentuh level tertinggi dalam satu dekade dan bahkan melampaui kinerja indeks global seperti S&P 500.

Indeks CSI 300, misalnya, telah naik lebih dari 9% sejak April 2025 dengan volatilitas yang terkendali di kisaran 1,2%, jauh lebih rendah dibanding lonjakan 4,5% yang terlihat saat gelembung saham 2015.

Namun di sisi lain, perekonomian China terus tertatih di bawah tekanan struktural: deflasi akibat krisis properti, lemahnya konsumsi rumah tangga, dan penuaan populasi yang cepat.

Kontras ini mencerminkan strategi Partai Komunis China (PKC) yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan optimisme spekulatif untuk menutupi persoalan ekonomi mendasar.

Baca Juga: Jet Tempur J-20 China Terkendala Masalah Mesin dan Kemampuan Siluman

Menurut laporan dari Mekong News, Minggu (28/9/2025),di balik reli saham ini, Beijing diyakini sengaja merekayasa kepercayaan pasar. PKC, yang memahami kekuatan psikologis indeks saham yang naik, memanfaatkan AI baik sebagai frontier teknologi maupun sebagai alat narasi.

Dengan menyoroti perusahaan-perusahaan berbasis AI dan mendorong investasi institusional di sektor teknologi, pemerintah berupaya memproyeksikan citra kemakmuran yang dipimpin inovasi. Namun di balik kilauan tersebut, fundamental ekonomi menunjukkan cerita yang berbeda.

Perlambatan ekonomi China kini bersifat struktural, bukan lagi siklus. Krisis properti, yang dipicu kejatuhan raksasa seperti Evergrande dan Country Garden, telah memicu spiral deflasi.

Persediaan rumah tak terjual kini melebihi dua tahun kebutuhan, dan harga properti diperkirakan masih bisa turun 20–25% tanpa intervensi berkelanjutan. Langkah stimulus, mulai dari injeksi likuiditas Bank Sentral China hingga belanja fiskal terarah, gagal memulihkan kepercayaan konsumen atau memicu pertumbuhan berarti.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |