Komdigi Sebut Cloudflare Jadi Bekingan Judi Online, Pengamat: Mereka Harus Patuhi Aturan Indonesia

2 weeks ago 25

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menemukan ada lebih dari 76 persen situs judi online (judol) memakai layanan Cloudflare untuk menyamarkan alamat IP dan memindahkan domain mereka agar bisa lolos dari pemblokiran konten.

“Soal dominasi Cloudflare dalam infrastruktur situs judol, sudah kami sampaikan ke perusahaan tersebut. Komdigi pun telah memanggil perusahaan yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat (AS) itu untuk memberikan klarifikasi,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, baru-baru ini di Jakarta.

Terkait klaim tersebut, Pengamat Teknologi Informasi (IT) dan Keamanan Siber, Alfons Tanujaya, membenarkan kalau Cloudflare banyak digunakan penyedia judol sebagai proxy untuk menyamarkan IP-nya.

“Kalau Cloudflare banyak digunakan oleh penyedia layanan judi online sebagai proxy untuk menyamarkan IP-nya, itu benar. Tetapi ya, selain judi online, Cloudflare juga digunakan hampir mayoritas layanan digital,” kata Alfons kepada Tekno Liputan6.com, Minggu (23/11/2025).

Tapi memang, ia menambahkan, mayoritas judi online hampir semuanya menggunakan layanan Cloudflare. Namun demikian, bukan berarti itu salah Cloudflare.

Hal senada juga disampaikan Pengamat Teknologi, Informasi, dan Komunikasi  (TIK) sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi.

“Terkait judol, ya ini bukan Cloudfare yang salah. Cloudfare dipakai di banyak layanan dan bukan sebagai aplikasi penyedia judol. Jadi kita harus fair dan jangan salah sasaran bahwa yang harus dilawan itu ya aplikasi atau situs judolnya, kemudian kejar para bandarnya. Sementara, masyarakat perlu diedukasi soal bahaya judol,” ia memaparkan.

Cloudflare Harus Tunduk Aturan Indonesia

Alfons menekankan, Cloudflare wajib bekerja sama dengan pemerintah dan mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia.

“Kita enggak suruh mereka (Cloudflare) mengungkapkan rahasia atau melanggar aturan lainnya, tapi mereka wajib bekerjasama dan taat dengan aturan yang berlaku di Indonesia,” tutur Alfons.

“Kalau memang jelas ada akun dipakai untuk judi online atau konten ilegal lainnya dan disalahgunakan, mereka wajib ikut aturan di Indonesia,” ucapnya menambahkan.

Di negara lain pun, Alfons memaparkan, Cloudflare wajib mematuhi aturan negara terkait.

“Misalnya, di Uni Eropa, mereka harus ikut aturan Uni Eropa kan? Sama lah, Cloudflare juga harus ikutin aturan di tempat ini (Indonesia),” imbuhnya.

Cloudflare Wajib Daftar PSE

Di sisi lain, baik Alfons maupun Heru, mendukung Komdigi untuk mendesak Cloudflare segera mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Langkah ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, di mana pemerintah memiliki kewenangan untuk memutus akses terhadap informasi bermuatan terlarang.

Aturan teknisnya ada pada PP Nomor 71 Tahun 2019 dan Permen Kominfo Nomor 5 tahun 2020 mewajibkan semua PSE tunduk pada hukum Indonesia.

Heru menilai PSE asing wajib mendaftar sesuai peraturan yang berlaku untuk dapat beroperasi di Indonesia. Kalau tidak daftar, sanksi pertama akan diberi peringatan.

“Kalau peringatan tidak diindahkan tiga kali, pemerintah akan melakukan pemblokiran sementara. Biasanya, sebelum diblokir, PSE harus daftar. Kalau tidak daftar juga, ya akan kena peringatan tertulis. Kalau sampai peringatan tertulis tiga kali tidak juga daftar, maka akan diblokir,” ia menjelaskan.

Alfons sekali lagi menekankan bahwa intinya adalah Cloudflare harus mengikuti aturan dan harus daftar PSE.

“PSE asing yang memberikan layanan di Indonesia harus daftar. Kalau enggak daftar, kita cari layanan lain. Umumkan, jangan langsung diblokir, umumkan dulu,” ia memberikan saran.

Jika dalam waktu dua bulan, misalnya Cloudflare tidak mau daftar PSE, mau tidak mau pemerintah bisa melakukan penutupan. Solusi ini bisa memberikan waktu kepada layanan-layanan digital yang menggunakan Cloudflare.

“Pemerintah bisa memberikan informasi kepada penyedia layanan, kalau dua bulan lagi Cloudflare bakal ditutup, kita pindah ke tempat lain,” sambung Alfons.

Jika pemerintah langsung memblokir dan menutup Cloudflare tanpa memberikan ruang kepada penyedia layanan yang menggunakan Cloudflare, langkah itu menurut Alfons sangat gegabah.

“Kalau hari ini langsung blokir, langsung tutup, itu namanya gegabah. Tapi kalau enggak dilakukan juga, nanti pemerintah dianggap lunak. Jadi, kita perlu lakukan dan tetap harus tegas,” ia memungkaskan.

Infografis PPATK Kuak 1.000 Orang di DPR dan DPRD Main Judi Online. (Liputan6.com/Abdillah)

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |