loading...
Ketua DPP Partai Perindo Bidang Kesehatan Masyarakat, Sri Gusni Febriasari menyebut ekosistem politik di Indonesia belum ramah terhadap perempuan. Foto/SindoNews/binti mufarida
JAKARTA - Ketua DPP Partai Perindo Bidang Kesehatan Masyarakat, Sri Gusni Febriasari menyebut ekosistem politik di Indonesia belum ramah terhadap perempuan. Bahkan, meski demokrasi Indonesia terus bergerak menuju inklusivitas, perempuan di dunia politik masih kerap diposisikan sekadar pelengkap.
Sri Gusni menegaskan perubahan budaya politik di Indonesia yang ramah dengan perempuan tidak cukup hanya dengan idealisme, melainkan membutuhkan ketekunan dan aksi nyata.
“Mindset ini tidak akan bisa akhirnya, tidak akan bisa dipatahkan tanpa pertama adalah yang bisa menjawab adalah kerja keras, kerja keras dan aksi nyata,” tegas Sri Gusni saat menghadiri Seminar Kartini 2025: “Perempuan Pekerja Keras: Kartini Masa Kini” di Balai Sidang Djokosoetono, FH Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, dikutip Sabtu (26/4/2025).
Pada kesempatan itu, Sri Gusni mengapresiasi keterbukaan Kampus seperti Universitas Indonesia (UI) yang inisiatif dan terbuka berdialog dengan partai politik seperti Perindo. Dia pun mengatakan hal semacam ini penting untuk memperkuat pemahaman terhadap praktik politik yang sehat. “Terima kasih karena ramah terhadap kami-kami yang memilih untuk berpolitik.”
Meski begitu, Sri Gusni menyoroti tantangan besar yang dihadapi perempuan dalam politik. Dia mengingatkan budaya politik yang timpang terhadap perempuan sudah mengakar dan bertahan hingga kini. Dia mengingatkan masalah penerapan kuota 30% perempuan dalam daftar calon legislatif. Meski di atas kertas terlihat progresif, dalam praktiknya, perempuan sering hanya dipenuhi sebagai syarat administratif.
“Faktanya kita kadang sudah dihadapkan ketika masa Pemilu, tadi 30% ada kuota perempuan dan itu terjadi ketika pengalaman di 2024 dan mungkin pengalaman di 2019 dan 2024 itu masih banyak sangat terjadi di partai politik,” katanya.
Sri Gusni juga menekankan perempuan harus didorong menempati posisi strategis, bukan sekadar mengisi kuota saja. “Kalau dibilang bukan hanya sekadar diberi kuota atau diberi ruang, tapi benar-benar diberi posisi yang memang strategis posisi inti dalam sebuah partai politik,” katanya.
(cip)