Kementerian HAM: Ada Dugaan Pelanggaran Hukum dan HAM Terkait Sirkus OCI

11 hours ago 10

Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) menyimpulkan terdapat dugaan pelanggaran hukum dan HAM terkait kasus yang dialami oleh mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).

Temuan itu diperoleh Kementerian HAM usai melakukan penggalian dan pengumpulan data, fakta, dan informasi dengan cara yang bersifat non-justicia.

Setiap bentuk permintaan keterangan atau dokumen dari pihak luar bersifat sukarela karena Kementerian HAM tidak memiliki instrumen pemaksaan sebagaimana melekat pada Aparat Penegak Hukum (APH).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berdasarkan kronologis yang disampaikan oleh pengadu dan rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM pada tahun 1997, Kementerian HAM berpendapat adanya dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dalam kasus ini," ujar Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM Munafrizal Manan dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (7/5).

Dugaan pelanggaran hukum dan HAM ini meliputi dugaan pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usul, identitas, hubungan keluarga, dan orang tuanya, bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis, memperoleh pendidikan umum yang layak dan dapat menjamin masa depannya, dan mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kemudian dugaan kekerasan fisik yang dapat mengarah kepada penganiayaan; dugaan kekerasan seksual yang dilakukan salah seorang teradu; dan dugaan praktik perbudakan modern.

Berdasarkan hasil penanganan yang dilakukan, Munafrizal menuturkan OCI menerima penyerahan anak-anak dari orang tua untuk dirawat dan dibesarkan oleh keluarga HM, diduga selaku pemilik Sirkus OCI.

Informasi itu, kata dia, perlu dilakukan pencarian fakta lebih lanjut terkait penyerahan atau pengambilan anak-anak tersebut guna memastikan apakah proses tersebut sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Selain itu, perlu pula ditelisik lebih lanjut apakah penyerahan atau pengambilan anak-anak tersebut merupakan inisiatif dan perbuatan proaktif oleh OCI," imbuhnya.

Sejak tahun 1970 OCI menampung anak-anak yang berusia 2-6 tahun yang ditempatkan di beberapa rumah milik HM, selanjutnya dilatih dan diarahkan menjadi pemain sirkus di OCI.

Berkenaan dengan informasi ini, Munafrizal mengatakan diperlukan pendalaman lebih lanjut mengenai dugaan kecenderungan semua anak untuk diarahkan menjadi pemain sirkus di OCI.

Namun demikian, lanjut dia, masih dibutuhkan pendalaman dan pencarian fakta terkait proses pengambilan atau penyerahan anak-anak tersebut dari orang tua kepada OCI.

"Demikian pula, dibutuhkan pendalaman lebih lanjut terkait anak-anak yang ditampung oleh OCI tersebut yang cenderung diarahkan untuk menjadi pemain sirkus di OCI," imbuhnya.

Dorong bentuk TGPF

Sejak ditampung oleh OCI, kata Munafrizal, sebagian besar pemain sirkus tidak mengetahui kejelasan asal-usul keluarganya, siapa orang tuanya, dan hubungan kekeluargaannya.

Diperlukan penelusuran lebih lanjut untuk mengetahui asal-usul keluarga pemain sirkus sebagaimana disampaikan dalam Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tanggal 1 April 1997.

Sementara berkenaan dengan asal usul mantan pemain sirkus OCI, pihak teradu menyampaikan telah melakukan penelusuran dan menemukan fakta terkait asal usul pemain sirkus OCI.

Namun, pihak teradu tidak mengungkap hasil penelusuran tersebut kepada pemain sirkus OCI dengan pertimbangan akan menimbulkan stigma dan dampak negatif.

Hal ini dibantah oleh pengadu yang menyampaikan mereka tidak pernah diberi tahu hasil penelusuran asal-usul pemain sirkus OCI.

Selain itu, pengadu tidak keberatan atas dampak yang timbul apabila hasil penelusuran kebenaran asal usul diungkap.

"Ditemukan ada konsistensi keterangan bentuk peristiwa yang dialami pengadu yang disampaikan kepada Komnas HAM di tahun 1997 dan yang disampaikan pengadu kepada Kementerian Hak Asasi Manusia di tahun 2025," ujarnya.

Munafrizal menambahkan pihak pengadu dan teradu menyampaikan keterangan yang saling bertolak belakang tentang keterkaitan Taman Safari Indonesia (TSI) dan OCI. Pihak pengadu menyampaikan ada hubungan antara TSI dan OCI, sedangkan pihak teradu menyampaikan sebaliknya.

"Namun, berdasarkan temuan dokumen pemberitaan media masa cetak di tahun 1997, penyebutan yang dipakai dalam berbagai kasus ini yaitu Oriental Circus Taman Safari," ucap Munafrizal.

Mengingat kasus dugaan pelanggaran HAM mengatur masa kedaluwarsa, Kementerian HAM dalam rekomendasinya mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan untuk menyimpulkan apakah ada pelanggaran HAM Berat masa lalu dan apakah entitas korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Ini sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Kementerian HAM juga memberikan rekomendasi kepada Bareskrim Polri untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana dengan bertitik tolak pengungkapan pada apa yang dialami oleh mantan pemain sirkus OCI generasi-generasi akhir.

Berikutnya melakukan pemeriksaan untuk memastikan kapan secara de facto OCI berhenti beroperasi dalam pertunjukan hiburan sirkus guna memastikan tempus delicti pertanggungjawaban atas kasus ini.

Kemudian meminta kepada pihak pendiri dan pemilik OCI untuk memberikan dokumen-dokumen penyerahan atau pengambilalihan anak-anak guna keperluan pengungkapan atau penelusuran identitas diri dan asal-usul keluarga para mantan pemain sirkus OCI.

Selanjutnya melakukan ekspose perkara dalam penanganan kasus ini dan menyampaikan hasilnya kepada publik.

Sementara kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk memfasilitasi pemulihan trauma terhadap mantan pemain sirkus OCI sebagai bentuk pelaksanaan penanganan perlindungan hak perempuan dan perlindungan anak.

"Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas dasar adanya permintaan resmi DPR terlebih dahulu berdasarkan hasil kesimpulan tertulis dalam Rapat DPR RI," kata Munafrizal.

Munafrizal mengatakan kasus tersebut sangat kompleks. Kompleksitas tidak hanya terletak pada rentang waktu peristiwa yang panjang, penetapan subjek hukum, dan aspek pembuktian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga pada kerentanan korban yang sebagian besar masih mengalami dampak sosial dan psikologis hingga kini.

Terlebih, aspek pembuktian menjadi tantangan utama mengingat keterbatasan akses terhadap dokumen-dokumen penting yang berada di bawah kendali pihak teradu.

"Dengan kondisi tersebut di atas, kasus ini merepresentasikan suatu bentuk peristiwa yang berada di persimpangan antara masa lalu yang belum tuntas dan tuntutan keadilan di masa kini yang belum terwujud," ujar Munafrizal.

Klarifikasi Taman Safari

Sirkus OCI kerap dikaitkan dengan Taman Safari Indonesia (TSI). Pada 22 April lalu, Pemilik sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group Jansen Manansang mengklaim telah menjalankan rekomendasi Komnas HAM terkait kasus dugaan eksploitasi dan pemerasan yang dilakukan Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari.

Jansen menegaskan kasus tersebut telah diselidiki Komnas HAM pada akhir 1990-an dan diselesaikan sesuai rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM.

Pernyataan itu disampaikan Jansen dalam rapat dengar pendapat bersama korban dan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senin (21/4).

"Pada tahun 1997 memang terdapat adanya pelaporan Komnas HAM terkait dengan pelanggaran anak-anak pemain sirkus, termasuk penganiayaan dan menyiksa pemain sirkus di lingkungan oriental. Kemudian dari Komnas HAM melakukan investigasi dengan membentuk tim yaitu untuk pencari fakta, untuk menyelidiki laporan-laporan kasus tersebut," ujar Jansen.

TSI dalam keterangan resmi yang diterima 16 April 2025 juga menyatakan konteks permasalahan dugaan eksploitasi tersebut melibatkan individu tertentu. 

"Taman Safari Indonesia Group sebagai perusahaan ingin menegaskan bahwa kami tidak memiliki keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan hukum dengan ex pemain sirkus yang disebutkan dalam forum tersebut," bunyi pernyataan manajemen Taman Safari Indonesia dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com.

"Perlu kami sampaikan bahwa Taman Safari Indonesia Group adalah badan usaha berbadan hukum yang berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak yang dimaksud. Kami memahami bahwa dalam forum tersebut terdapat penyebutan nama-nama individu," lanjut pernyataan itu.

(fra/ryn/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |