IJTI Pertanyakan Penetapan Tersangka Direktur Pemberitaan JakTV, Minta Kejagung Libatkan Dewan Pers

3 hours ago 1

loading...

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar bersama Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. Foto/Riana Rizkia

JAKARTA - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI ) mempertanyakan penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV , Tian Bahtiar dalam kasus penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Jika dasar penetapan tersangka terkait berita negatif yang dinilai merintangi penyidikan terkait penanganan perkara, maka Kejaksaan harus berkoordinasi dengan Dewan Pers.

Dalam pernyataan sikapnya, Pengurus Pusat IJTI mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di segala lini, termasuk langkah-langkah yang sedang dilakukan Kejagung dalam mengungkap dugaan suap senilai lebih dari Rp478 juta yang menyeret Tian Bahtiar. IJTI menilai hal itu memang seharusnya masuk dalam ranah pidana, dan aparat penegak hukum perlu menuntaskannya secara transparan dan akuntabel.

"Namun, IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan pers jika dasar utamanya adalah aktivitas pemberitaan atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai "berita negatif" yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan. Menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin oleh undang-undang," tulis Pengurus Pusat IJTI dalam pernyataan sikapnya, Selasa (22/4/2025).

Menurut IJTI, jika yang menjadi dasar penetapan tersangka adalah produk pemberitaan, maka Kejagung seharusnya terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers. Sebab, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penilaian atas suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers.

IJTI mengkhawatirkan penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV dapat menjadi preseden berbahaya, yang bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjerat jurnalis atau media yang bersikap kritis terhadap kekuasaan. Hal ini akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan pers.

"Kami mengingatkan bahwa sesuai UU Pers, setiap persoalan atau sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan wajib lebih dulu diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung menggunakan proses pidana. Pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi," tulis IJTI lagi.

IJTI menegaskan dukungannya terhadap pengungkapan dugaan aliran dana suap dalam perkara ini sebagai bagian dari proses hukum pidana. Namun, jika penetapan tersangka terhadap insan pers semata-mata karena pemberitaan yang dianggap menghalangi penyidikan, maka IJTI menilai perlu ada penjelasan dan klarifikasi lebih lanjut dari Kejaksaan, serta koordinasi yang semestinya dengan Dewan Pers.

"Kami menyerukan kepada seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik serta menjaga independensi dalam menjalankan tugas. Di saat yang sama, kami meminta aparat penegak hukum untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik," tulis IJTI.

(abd)

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |