Grup Facebook Inses Fantasi Sedarah, Ketegasan Hukum dan Celah UU TPKS

6 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Grup Facebook 'Fantasi Sedarah' berisikan konten hubungan sedarah alias inses dengan ribuan anggota belakangan viral dan mendapat kecaman keras dari publik. Pasalnya grup tersebut berisi pengalaman yang dibagikan terkait hal-hal menyimpang berhubungan seksual terhadap anggota keluarga sendiri.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan mengatakan aparat penegak hukum bakal menindak tegas pelaku di balik grup Facebook 'Fantasi Sedarah'.

Ia menyampaikan KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA-PPO) Polri dan Direktorat Siber untuk mengusut tuntas kasus ini. Senada, Kapolri Listyo Sigit juga mengatakan akan menindak tegas semua yang terlibat dalam grup haram tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menegaskan bahwa kasus grup Facebook 'Fantasi Sedarah' itu merupakan pelanggaran atas hak anak. 

"Apapun juga, arahnya adalah pelanggaran hak anak," kata Seto kepada CNNIndonesia.com, Senin (19/5).

Seto meminta pemerintah mengambil tindakan tegas dalam mengusut tuntas kasus ini. Ia mendorong Kemkomdigi bertindak dan kepolisian untuk segera mempidanakan pelaku yang terlibat.

"Mungkin Komdigi bekerja sama dengan Mabes Polri, segera menangkap pelaku-pelaku itu," ujarnya.

Pendampingan bagi korban

Dari segi perlindungan anak, khususnya bagi mereka yang menjadi korban. Seto meminta pemerintah melakukan pendampingan. Misalnya, memberikan pendampingan melalui terapi psikologis dari psikolog ataupun psikiater terhadap korban.

"Nah peran ini juga peran dari Kementerian Kesehatan untuk Kesehatan Jiwa ini kan juga bisa bekerja sama dengan HIMSI, Himpunan Psikologi Indonesia bisa juga dengan ikatan dokter Ahli Jiwa, misalnya," ucap dia.

Selain itu, Seto juga meminta kepada orang-orang yang mengetahui apabila kasus ini menimpa orang di sekitarnya untuk tidak tinggal diam.

Ia meminta mereka menolong ataupun melaporkan ke pihak berwajib.

"Undang-Undang Perlindungan Anak kan ada pasal yang mengatakan, siapapun yang mengetahui ada pelanggaran hak anak, ada kekerasan atau kejahatan terhadap anak, termasuk kejahatan seksual, ini kan masuk bagi kejahatan seksual, kemudian tidak berusaha menolong atau minimal melapor, nah itu yang paling penting. Itu juga bisa terkena sanksi pidana, gitu," ujarnya.

Terpisah, pakar psikologi forensik Reza Indragiri menekankan bahwa fenomena ini merupakan perilaku yang menyimpang jauh dari nilai-nilai moral.

Terlepas dari potensi adanya sudut pandang yang melihat ini sebagai kelainan kejiwaan atau orientasi seksual. Namun, Reza menekankan kasus ini haruslah dilihat sebagai kejahatan yang bejat.

"Betapapun kita sebut sebagai penyimpangan, bukan berarti bahwa pelakunya bisa diasosiasikan sebagai orang yang sakit, tidak waras, kelainan jiwa," kata Reza kepada CNNIndonesia.com.

"Namun sekaligus jahat, karena kata 'jahat' ini berkonsekuensi mereka harus dianggap sebagai orang yang normal/waras, sehingga bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana," imbuhnya.

Reza pun mendesak aparat hukum bertindak cepat dan tidak tebang pilih dalam menangani kasus ini.

Ia meminta kepolisian agar tak terbatas menindak admin grup saja, melainkan juga anggota yang terlibat menyebarkan konten tak senonoh di grup.

Penegakan hukum tak pandang bulu

Reza menekankan hal itu penting untuk dilakukan demi menciptakan efek jera terhadap pelaku, sehingga kasus serupa tak terjadi lagi.

"Kalau anggota akun itu ada sekitar 10 ribu misalnya, tapi kemudian yang diproses hukum hanya 1-2 orang saja yaitu adminnya, menurut saya tidak akan memunculkan efek jera," ucapnya.

Selain penegakan hukum yang masif, Reza juga menjabarkan tiga upaya lain untuk mengatasi kasus ini.

Pertama ialah pre-emptive action yang bertalian dengan literasi dalam bermedia sosial. Lalu, preventif guna mencegah penyebarluasan grup menyimpang di tengah masyarakat, dan terakhir ialah rehabilitatif.

Dalam konteks pidana, Reza menyampaikan kasus ini seharusnya dapat dengan mudah dijerat hukum pidana.

"Kenapa? Siapapun yang menyebarkan informasi yang mengandung perbuatan asusila di media sosial, hitam putihnya sudah jelas kok UU ITE langsung menyergap itu," ujar dia.

Namun, Reza menyoroti UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang menurutnya dapat menjadi celah kelemahan dalam penindakan.

Celah kelemahan UU TPKS

Ia menyebut muatan pasal di UU TPKS tak serta merta dapat membuat pelaku inses dapat dipidana.

Reza mencontohkan satu studi kasus di mana ada seorang ibu yang melakukan aktivitas seksual dengan anaknya yang sudah dewasa dan tanpa adanya paksaan.

"Apakah serta merta bisa dipidana? Ternyata UU TPKS mengatakan tidak, karena kata kunci dalam UU TPKS, suatu perbuatan aktivitas seksual termasuk dalam kekerasan kalau ada paksaan di dalamnya. Memang ada beberapa kondisi lain kalau dilakukan terhadap anak di bawah usia 0-18 itu kena pidana," ucapnya.

(mnf/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |