Soal Rusia Inginkan Pangkalan Militer Indonesia, PM Australia Dituduh Memberi Respons Licik

4 hours ago 4

loading...

Oposisi Australia menuduh PM Anthony Albanese memberikan respons licik atas pertanyaan mengenai laporan bahwa Rusia ingin operasikan pangkalan di Biak, Indonesia. Foto/Simple Flying

SYDNEY - Koalisi oposisi Australia menuduh Perdana Menteri (PM) Anthony Albanese memberikan "respons licik" atas pertanyaan mengenai laporan bahwa Rusia ingin operasikan pangkalan militer di Biak, Indonesia.

Oposisi menuntut pengarahan segera dari PM Albanese setelah pihak berwenang dilaporkan mengetahui masalah tersebut sejak Maret.

Siapa yang tahu apa dan kapan tentang permintaan tersebut telah muncul sebagai perubahan yang tak terduga dalam kampanye pemilihan federal, dengan Perdana Menteri dan menteri kabinet tetap malu-malu ketika ditanya secara terbuka.

Laporan ini awalnya muncul dari majalah pertahanan Janes, menyebutkan bahwa Rusia meminta kepada Indonesia untuk mengoperasikan pangkalan udara Biak untuk menempatkan pesawat-pesawat militernya, termasuk pesawat pengebom berkemampuan nuklir Tupolev Tu-95.

Indonesia telah menegaskan tidak ada permintaan seperti itu dari Rusia. Terlebih, konsitusi Indonesia melarang pasukan asing beroperasi di dalam negeri.

Mengutip laporan news.com.au, kesalahan dari pemimpin oposisi Peter Dutton awal bulan ini adalah ketika dia secara keliru mengatakan Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah secara terbuka mengonfirmasi permintaan Rusia dan faktanya tidak.
Kesalahan Dutton itu mengungkapkan bahwa oposisi Australia tampaknya tidak tahu banyak tentang masalah ini.

Juru bicara pertahanan dan urusan luar negeri koalisi oposisi, Andrew Hastie dan David Coleman, pada hari Senin (28/4/2025) mengatakan bahwa mereka tidak diberi tahu apa-apa.

"Pemerintah telah menolak untuk memberikan pengarahan kepada oposisi tentang masalah ini, yang merupakan inti dari keamanan nasional Australia," kata Andrew Hastie dan David Coleman dalam pernyataan bersama.

“Setiap upaya Rusia untuk mendapatkan akses ke lapangan udara yang hanya berjarak 1.300 km dari Darwin jelas merupakan masalah yang sangat memprihatinkan," lanjut mereka.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |