Rano Karno Hadiri Peluncuran Buku Mencari Cerita Jakarta Vol. 1, Bahas Identitas Sebagai Kota Sinema

2 weeks ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Aktor sekaligus Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno menghadiri peluncuran buku Mencari Cerita Jakarta Vol. 1 di Taman Ismail Marzuki Jakarta, pekan ini. Buku ini digagas Pemprov Jakarta dan Wahana Edukasi. Dalam sambutannya, bintang film Taksi menyinggung status Jakarta Kota Sinema.

Rano Karno menyebut, sebuah kota tak hanya dibangun oleh gedung-gedung megah, namun cerita dan pengalaman di tengah masyarakat. “Ada kota yang dibangun oleh beton, dan ada kota seperti Jakarta yang dibangun oleh ingatan, napas sejarah, dan imajinasi,” katanya.

Buku Mencari Cerita Jakarta Vol. 1 lahir dari kegiatan penelusuran berbagai sudut Jakarta, termasuk Kepulauan Seribu, Glodok, Kota Tua, Masjid Istiqlal, Gereja Katedral, hingga kawasan ikonis Sudirman Central Business District (SCBD).

Dari perjalanan itu, lahirlah naskah-naskah pilihan yang dikurasi dan diterbitkan dalam buku Mencari Cerita Jakarta Vol. 1. Sejumlah sineas papan atas Tanah Air menimbrung dalam kegiatan ini antara lain Gina S Noer, Salman Aristo, dan Arif Ashidiq.

Film 'Penyalin Cahaya' berhasil merebut 12 Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2021. Film garapan sutradara Wregas Bhanuteja ini bakal tayang 13 Januari 2022 di Netflix.

Teruslah Menulis

“Teruslah menulis, menggali, dan memeluk Jakarta. Kota ini selalu bergerak dan menunggu untuk ditafsirkan kembali,” Rano Karno mengimbau. Dalam peluncuran buku ini, ada diskusi bertema “Jakarta Kota Sinema, Dimulai dari Cerita,” yang menampilkan sederet narasumber. 

Narasumber tersebut yakni, Direktur Utama Jakarta Experience Board/PT Jakarta Tourisindo Yunn Bali Muhammad Yusuf, Staf Khusus Gubernur Jakarta Desa Apridini, produser sekaligus inisiator Program Mencari Cerita Jakarta, Orchida Ramadhania, dan Salman Aristo.

Sorotan utama membahas apa saja yang perlu dibenahi agar langkah Jakarta menjadi Kota Sinema makin mulus. Salah satunya, perizinan untuk syuting di Jakarta. Selama ini perizinan identik dengan “berlapis-lapis.” Desa Apridini menjanjikan sistem perizinan satu pintu.

“Jadi nanti untuk perizinan dan lain sebagainya itu akan satu pintu yang mengoordinasikan dari Filming In Jakarta dari tim Jakarta Film Commission. Kemudian yang berikutnya masalah palak memalak. Ini sebenarnya cukup menarik,” Desa Apridini menjelaskan.

Perizinan Syuting di Kota Sinema

Menurutnya, dalam rapat terbatas, Gubernur Jakarta, Pramono Anung telah meminta Satpol PP mengawal semua produksi baik lokal maupun global. Di sisi lain, pihak Polda Metro Jaya mendorong Pemprov Jakarta agar menyiapkan MoU atau nota kesepahaman dengan polisi.

“Nanti, yang biasanya pengalaman teman-teman produser, kalau lagi produksi dan syuting izin ke Polsek beda, ke Polres beda lagi, enggak. Nantinya satu pintu. Satu kali dari Pemprov Jakarta. Nanti dari Polda Metro Jaya akan turun izin sampai ke Polres lalu ke Polsek,” janjinya.

Selain perizinan, Salman Aristo menyorot pentingnya festival film untuk mengukuhkan posisi sebuah kota menjadi Kota Sinema. Tak perlu jauh-jauh, di Indonesia, kita bisa belajar dari Yogyakarta. Masih segar dalam ingatan, tahun 2015, Salman Aristo memproduksi film Mencari Hilal.

Film yang dibintangi Oka Antara itu berkelana ke sejumlah festival di luar negeri. Bersamaan dengan itu, ada banyak sutradara dari Yogyakarta menguasai festival film internasional. Penasaran, ia lantas menghubungi Direktur JAFF, Ifa Isfansyah.

Festival Film dan Kota Sinema

“Jawaban dia simpel sekali. Ada JAFF. Sudah 10 tahun pada saat itu. Nah, kita pernah punya JiFest (Jakarta Internasonal Film Festival -red). Saya lulusan JiiFest. Saya enggak akan jadi filmmaker kalau enggak ikut kejar-kejaran tiket nonton JiFFest,” kenang Salman Aristo.

Selain menyajikan film-film keren, JiFest membuka kelas-kelas termasuk penulisan naskah. Salman Aristo ikut kelas, menang kompetisi menulis skenario, hingga dapat hadiah grant. Dari tangannya, lalu lahir naskah film monumental seperti Ayat-ayat Cinta, Laskar Pelangi, dan Sang Penari.

“Fenomena ini sudah terjadi di kota-kota lain di dunia. Enggak ada kota yang bisa memosisikan diri sebagai Kota Sinema tanpa ada festival. Tanpa ada festival film yang dikelola pemerintahnya bekerja sama dengan ekosistem sinema di sana,” pungkasnya.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |