Banda Aceh, CNN Indonesia --
Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem merespons aksi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) di bawah komando Bobby Nasution yang merazia kendaraan ber-pelat Aceh di wilayah itu.
Mualem menganggap kebijakan razia pelat Aceh di Sumut tindakan yang aneh dan berdampak merugikan Gubernur Sumut, Bobby Nasution.
"Kita tetap tenang saja, tidak kita anggap itu (kebijakan razia pelat Aceh di Sumut), kita anggap kicauan burung yang merugikan dia (Gubernur Sumut) sendiri," kata Mualem saat Rapat Paripurna di DPR Aceh, Senin (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Mualem tetap akan bertindak jika kebijakan itu dapat merugikan masyarakat Aceh secara luas.
"Kita harus was-was juga, kalau sudah dijual kita beli. Kalau sudah gatal kita garuk," kata Mualem.
Kendati demikian, ia menilai langkah Pemprov Sumut itu tidak perlu ditanggapi berlebihan karena bisa merusak harmonisasi masyarakat Aceh dan Sumut.
Bobby dan Pemrov Sumut buka suara
Sebelumnya, Kepala Dinas Kominfo Sumut Erwin Hotmansyah Harahap mengatakan Pemprov Sumut meminta maaf kepada masyarakat jika pesan yang tersampaikan soal aksi Bobby Nasution merazia kendaraan pelat Aceh berbeda. Pemprov Sumut mengklaim bakal memperbaiki komunikasi publik.
"Kami mohon maaf bila pesan yang sampai di masyarakat terkesan berbeda. Pemerintah Provinsi berkomitmen untuk terus memperbaiki komunikasi publik dan selalu terbuka terhadap masukan dari masyarakat. Mari kita bersama-sama menjaga suasana yang kondusif, saling mendukung demi pembangunan Sumatera Utara yang lebih baik," kata Erwin dalam keterangannya.
Sementara itu, Bobby mengklaim bahwa razia pelat kendaraan luar Sumut dilakukan untuk optimalisasi pendapatan daerah.
"Kalau saya yang dihujat gak apa apa. Mau dibilang kita enggak ada duit enggak apa apa, kekurangan duit enggak apa apa. Saya menekankan pada seluruh bupati, wali kota, tolong kalau di daerahnya ada perusahaan yang beroperasi di wilayah Sumut, tapi kendaraan operasional nya di luar pelat dari Sumut (ada BK ada BB) tolong didata," kata Bobby Nasution usai launching UHC Prioritas, Senin (29/9).
Perusahaan yang berdomisili dan beroperasi di Sumut diminta mendaftarkan kendaraan di Sumut agar pajak kendaraan bermotor masuk ke Sumut. Bobby membantah kebijakan ini tendensius terhadap daerah tertentu.
"Saya tidak ada tendensius ke daerah tertentu. Ini untuk daerah semuanya ini lazim dilaksanakan di daerah lain. Tapi ketika saya yang buat, Ini kok heboh. Ini saya tunjukkan video. Ini beberapa daerah melakukan hal yang sama," ucap Bobby sambil menunjukkan video Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi merazia kendaraan yang mengenakan pelat di luar daerah Jawa Barat.
Bobby mencontohkan kondisi di Labuhanbatu Utara (Labura), di mana banyak perkebunan besar beroperasi. Ironisnya, kendaraan bertonase besar justru merusak jalan-jalan provinsi, sementara beban perbaikannya ditanggung pemerintah Sumut.
"DBH kita hanya 4 persen saja. Kendaraan mereka melintas, jalan rusak, giliran minta diperbaiki. Ini yang kita alami. Di Kalteng juga ada kebijakan yang sama, di Jawa Barat pun ada. Jadi ini hal yang biasa," ungkapnya.
Bobby meminta seluruh bupati dan wali kota di Sumut untuk mendata ulang kendaraan perusahaan di wilayah masing-masing. Ia juga menginstruksikan koordinasi lintas sektor, mulai dari Dinas Perhubungan hingga kepolisian daerah.
Perusahaan yang operasinya di Sumut harus pakai pelat BK atau BB. Kalau cuma melintas, silakan. Tapi kalau beroperasi penuh di Sumut, wajib bayar pajaknya di Sumut. Ini untuk mempertahankan keuangan daerah kita," katanya.
Bobby menekankan, mutasi pelat kendaraan dari luar daerah ke Sumut tidak dikenakan biaya apa pun. Karena itu, ia mempertanyakan alasan perusahaan enggan mendaftarkan kendaraannya di Sumut.
"Padahal untuk mutasi dari pelat luar ke BK gratis, tidak ada biaya sama sekali. Jadi apa alasannya perusahaan tidak mau mengubah pelat kendaraannya?" tanya Bobby.
Menurut Bobby, kebijakan ini justru menjadi solusi peningkatan PAD tanpa harus menambah beban masyarakat dengan pajak baru.
"Kita semua tahu, masyarakat selalu mengeluh soal infrastruktur. Nah, ini ada potensi yang bisa dimaksimalkan tanpa menambah beban. Pajaknya normal saja, yang kita minta hanya kesadaran perusahaan untuk bayar di sini. Kalau di daerah lain, enggak ada ribut-ribut begini," pungkasnya.
(dra/dal)