Model Operasional World ID Bawa Kekhawatiran Serius Soal Keamanan Data di Indonesia

7 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan izin atas layanan verifikasi biometrik WorldID dan WorldCoin di Indonesia.

Kantor operasional layanan verifikasi World di berbagai daerah, termasuk di Bekasi dan Jakarta, sempat viral karena tiap harinya mengundang antrean dari masyarakat yang ingin menukarkan data biometriknya dengan token koin yang bisa ditukarkan menjadi uang tunai.

Melalui keterangan resmi, Tools for Humanity selaku perusahaan yang menaungi World mengungkapkan kalau layanan verifikasi biometrik mereka di Indonesia dihentikan sementara. Perusahaan juga menyebut akan berkoordinasi dan mendalami perizinan yang dimaksud Komdigi.

Sementara itu, operasional layanan World dan Worldcoin pun mendapatkan tanggapan dari Praktisi Keamanan Siber Pratama Persadha.

Dalam komentar yang ia kirimkan ke Tekno Liputan6.com, pria yang juga Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSRec ini menyebutkan, model operasional World ID itu mengundang kekhawatiran serius bagi keamanan data

"Model operasional yang diterapkan WorldID yang memberikan insentif bagi masyarakat yang bersedia memindai iris matanya, mengundang kekhawatiran serius karena melibatkan data biometrik, kategori data paling sensitif dan tak tergantikan," kata Pratama Persadha, Senin (5/5/2025).

Martabat Individu Dipertaruhkan

Menurutnya, ketika sebuah perusahaan meminta warga menyerahkan data biometrik sebagai syarat untuk mendapatkan imbalan, yang dipertaruhkan bukan hanya data tetapi juga martabat dan hak individu atas kendali dirinya di ruang digital.

Apalagi, iming-iming itu diberikan kepada masyarakat yang belum tentu memahami secara penuh risiko dari pemberian data tersebut.

"Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini bisa sangat bermasalah, karena celah literasi digital masih lebar dan bisa banyak orang belum memiliki pemahaman mendalam mengenai bagaimana data biometrik bekerja dan konsekuensi jangka panjang dari penyerahan data biometrik kepada pihak asing," tutur Pratama memberikan penjelasan.

Meski Aman, Ada Potensi Kerentanan di Setiap Sistem

Meski Worldcoin mengklaim datanya tidak disimpan terpusat dan hanya tersimpan lokal di perangkat, Pratama menyoroti, tetap ada kerentanan dari hal ini.

Apalagi menurutnya, dalam praktik keamanan siber, tidak pernah ada sistem yang benar-benar aman.

"Apalagi jika mekanisme konversi data atau sistem pemrosesan tidak sepenuhnya transparan dan belum diuji oleh lembaga independen. Sangat mungkin data yang tak disimpan dalam bentuk iris, pola unik yang dihasilkan tetap bisa dipakai untuk pelacakan atau analisis lanjutan, apalagi jika digabungkan dengan data lain," kata Pratama.

Pratama juga menyoroti soal keuntungan yang bisa didapatkan World ID dengan pengumpulan data biometrik masyarakat Indonesia. Terlepas dari teknis, menurutnya, data tetap bisa dijadikan fondasi untuk membangun ekosistem digital yang sangat kuat dan terkonsolidasi.

Meski World mengaku tidak akan membagikan atau menjual data iris masyarakat ke pihak ketiga, identitas digital berbasis biometrik ini bisa membuka peluang untuk mengembangkan sistem otentikasi universal hingga memengaruhi tatanan ekonomi digital global.

"Dalam hal ini, pemberian insentif berupa token bisa dilihat sebagai strategi akuisisi massal identitas manusia, bukan sekadar program distribusi bantuan. Jadi, publik patut bertanya, apakah imbalan token setara dengan potensi dominasi ekosistem identitas global yang tengah dibangun?" tuturnya.

Pemerintah Indonesia Bisa Terapkan Langkah Seperti Brasil

Pratama menyinggung soal Brasil yang juga melarang layanan pengumpulan data biometrik warganya oleh World atas alasan keamanan data pribadi.

Menurut pria 47 tahun ini, pendekatan serupa sangat mungkin untuk diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Bahkan, hal ini bisa jadi preseden penting agar negara tidak tunduk pada model bisnis yang menjadikan data warganya sebagai komoditas tanpa kontrol negara.

Menurut dia, pembekuan sementara aktivitas World menjadi keberpihakan negara dan sinyal bahwa Indonesia tak menolerir pengumpulan data dengan skema imbalan yang nantinya berisiko mengeksploitasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

UU PDP yang disahkan, menurut Pratama, bisa jadi payung hukum untuk mengatur aktivitas pengumpulan data seperti yang dilakukan World ID.

"UU PDP menetapkan data biometrik termasuk dalam kategori data pribadi yang bersifat spesifik, yang pemrosesannya memerlukan persetujuan eksplisit, tujuan jelas, dan batasan penggunaan," katanya.

Untuk itulah, perusahaan asing yang mengoperasikan layanan digital di Indonesia tanpa perwakilan hukum yang jelas dan tanpa memenuhi kewajiban pengawasan bisa dikenai sanksi.

"Implikasinya, setiap bisnis, termasuk startup berbasis blockchain harus tunduk pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak subjek data," kata Pratama memungkasi.

Cara Kerja Worldcoin

Mengutip Tech Target, Worldcoin ini berbeda dari mata uang kripto lain seperti Bitcoin dan Ethereum. Karena, Worldcoin menawarkan token untuk masa depan tanpa memerlukan data investasi di awal.

Proyek Worldcoin diklaim memiliki tujuan untuk membantu menciptakan ekonomi global bagi semua orang, terlepas dari negara atau status ekonomi mereka.

Untuk mendapatkan Worldcoin ini, orang perlu memindai mata mereka melalui perangkat berbentuk bola yang disebut Orb, guna memastikan semua orang adalah manusia dan hanya mendaftar sekali.

Hal ini seperti yang dilakukan oleh World di berbagai wilayah di Bekasi dan Jakarta, mengarahkan orang untuk memindai iris mata mereka melalui bola bernama Orb. Selanjutnya, setelah melakukan pemindaian, nantinya orang-orang akan mendapatkan token koin Worldcoin.

Pengidentifikasi unik ini jadi pusat perhatian seiring dengan berkembangnya AI dan membuktikan seseorang adalah manusia, bukan mesin.

Mengapa iris mata yang dipilih? Rupanya hal ini karena iris mata setiap orang berbeda-beda, layaknya sidik jari. Nah, struktur iris mata subjek ini dipakai oleh perangkat Orb untuk menghasilkan kode identifikasi khusus yang berfungsi sebagai pengenal unik untuk orang tersebut.

Kode ini lalu disimpan di blockchain Worldcoin yang terdesentralisasi untuk mencegah ada pihak lain menggandakannya. Hasil pemindaian lalu dianonimkan sehingga tidak bisa dilacak ke orang tersebut setelah pengenal dibuat.

Foto Pilihan

Para karyawan menyambut pelanggan yang memasuki toko mereka yang menjual Apple iPhone 16 di Jakarta pada 11 April 2025. (BAY ISMOYO/AFP)
Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |