Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti ketiadaan Undang-undang yang mengatur tentang implementasi perlindungan, pelestarian dan penghormatan Masyarakat Hukum Adat.
Padahal, Pasal-pasal dalam konstitusi secara tegas sudah mengatur keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 3/PUU-VIII/2010 dan 31/PUU-V/2007 juga telah mempertegas kedudukan Masyarakat Hukum Adat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kementerian HAM menemukan satu di antara sedikit Undang-undang yang tidak diatur berdasarkan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 adalah tentang Masyarakat Adat. Padahal, sudah dua Pasal di dalam batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 telah mengatur tentang Masyarakat Adat," ujar Pigai di Kantornya, Jakarta, Selasa (6/5).
"Tapi sejak Indonesia merdeka sampai hari ini belum ada Undang-undang yang mengatur implementasi tentang perlindungan, pelestarian dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat," imbuhnya.
Atas alasan itu, Pigai menegaskan dukungan kementeriannya terhadap percepatan pembentukan Undang-undang Masyarakat Hukum Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai HAM.
"Saya kira itu sikap dari Kementerian Hak Asasi Manusia," katanya.
Pada hari ini, Selasa (6/5), Koalisi Masyarakat Adat bertemu dengan Pigai dan jajaran di Kantor Kementerian HAM.
Perwakilan koalisi, Abdon Nababan, mengungkapkan Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
"Oleh karena itu tadi kami minta kementerian supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan pak Prabowo lewat Menteri HAM, karena memang ini janji konstitusi," kata Abdon dalam jumpa pers, Selasa (6/5).
Dia menambahkan salah satu persoalan yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah mengenai hak-hak masyarakat adat. Hal itu disampaikan karena kerap memicu konflik dengan rencana investasi di daerah.
"Karena hak-hak masyarakat adat ini tidak teradministrasikan dengan baik dan benar, sehingga menimbulkan konflik ketika ada investasi. Jadi, tadi kami sebutkan ke pak menteri, masyarakat adat tidak anti-investasi, tapi investasi yang merampas hak-hak masyarakat adat itulah yang kami tidak mau," tandasnya.
RUU Masyarakat Adat sudah lama diusulkan untuk dibahas dan disahkan menjadi Undang-undang, tepatnya sejak 2009. Berulang kali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR tetapi tak kunjung disahkan.
Pada 2024, RUU Masyarakat Adat kembali masuk Prolegnas 2025. Kepentingan politik dan ekonomi disinyalir menjadi faktor lambatnya RUU ini disahkan menjadi Undang-undang.
(ryh/wiw)