Liputan6.com, Jakarta - Umat Katolik di seluruh dunia saat ini tengah menanti terpilihnya paus baru. 7 Mei 2025 telah menjadi awal diadakannya konklaf untuk memilih paus baru yang akan menggantikan Paus Fransiskus.
Ada 133 kardinal yang berpartisipasi dalam konklaf kali ini. Putaran pertama pemilihan tersebut sudah dimulai, dan asap hitam masih membumbung dari cerobong Kapel Sistina di Vatikan. Artinya, saat ini, masih belum ada paus baru yang terpilih.
Asap memang menjadi pertanda seorang paus baru telah terpilih. Asap hitam menandakan para kardinal belum mencapai konsensus, dan putih menjadi pertanda umat Katolik akan memiliki paus baru.
Simbol tersebut memang terkesan sederhana. Namun, siapa sangka, untuk bisa menghasilkan dua asap dengan warna berbeda itu dibutuhkan rekayasa kimiawi yang juga menarik untuk diketahui.
Asal Usul Tradisi Asap Konklaf
Untuk diketahui, tradisi membakar surat suara dalam konklaf sebagai bentuk kerahasiaan proses tersebut, sudah dimulai sejak abad ke-15.
Namun, baru pada 18, saat cerobong dipasang di Kapel Sistina untuk melindungi lukisan Michaelangelo dari jelaga, asap mulai terlihat dari luar.
Awalnya, kepulan asap ini bukan penanda resmi, tapi publik mulai menafsirkannya sebagai sinyal hasil pemungutan suara paus baru. Lalu di abad ke-19, tradisi ini mulai disempurnakan.
Asap mulai digunakan sebagai penanda bagi umat. Jika terlihat ada asap, berarti belum ada paus terpilih. Sementara jika tidak ada asap, berarti umat Katolik telah resmi memiliki paus baru.
Meski akhirnya digunakan sebagai penanda, metode itu ternyata justru membingungkan. Untuk itu, Vatikan akhirnya meresmikan dua jenis asap sebagai penanda yakni fumata nera (asap hitam) dan fumata bianca (asap putih).
Dikutip dari The Conversation, Kamis (8/5/2025), pada dasarnya warna hitam merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna.
Di awal penerapannya, Vatikan menggunakan jerami basah dan tar yang dibakar bersama surat suara untuk menghasilkan warna yang gelap.
Proses Pembakaran Asap Hitam
Energi dari nyala api awalnya dipakai untuk menguapkan air, membuat suhu api tetap rendah. Akibatnya, banyak molekul besar dalam tar tidak terbakar sempurna, sehingga menghasilkan jelaga dan asap hitam.
Namun, setelah kelembapan menguap seluruhnya, api mulai membakar dengan lebih efisien, sehingga asap yang dihasilkan warnanya jauh lebih terang. Kondisi ini pun sempat memicu kebingungan, seperti seperti pada konklaf tahun 1939 dan 1958.
Untuk itu, pada 1970-an, metode itu digantikan dengan campuran kimia yang lebih presisi, sehingga warna asap yang dihasilkan bisa lebih jelas.
Pada konklaf 2013, Vatikan pun sempat mengonfirmasi soal campuran yang dipakai untuk membuat asap yang berbeda warna.
Untuk menghasilkan asap warna hitam, campuran bahan kimia yang digunakan adalah kalium perklorat, antrasena, serta sulfer. Ketika campuran itu dibakar bersama surat suara, proses pembakarannya menjadi tidak sempurna.
Pembakaran itu akan menghasilkan sejumlah besar partikel karbon yang tidak terbakar. Dengan melimpahnya partikel karbon tersebut, yang dikenal sebagai jelaga, asap yang dihasilkan pun menjadi sangat pekat dan berwarna hitam.
Asap hasil pembakaran ini mirip dengan asap yang muncul dari pembakaran minyak atau karet. Sebab, komponen itu memang dikenal kaya akan partikel berbasis karbon.
Pembakaran Asap Putih
Sementara untuk menghasilkan asap putih, campuran kimia yang digunakannya terdiri dari kalium klorat, laktosa, dan rosin pinus. Berbeda dari asap hitam, asap putih dihasilkan dari reaksi kimia yang lebih bersih dan lebih panasa.
Pembakaran gabungan bahan tersebut menghasilkan awal putih yang sebagian besar terdiri dari uap dan partikel resin mikroskopis yang tampak cerah. Kita tidak akan akan menemukan jelaga maupun karbon pekat dalam pembakaran ini.
Yang dihasilkan dari proses pembakaran ini hanya campuran uap air dan abu ringan berwarna terang, sehingga memberikan kesan asap putih yang bersih.
Asap putih pun saat ini menjadi salah satu yang dinantikan para umat Katolik di seluruh dunia, disertai dengan ucapan Habemus Papam yang menggema dari Basilika Santo Petrus.