Laporan Liputan6 dari Polandia: Impak Influencer Jadi Penyuara Skincare dan Kosmetik, Tanpa Gelar Duta

20 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Era digital melahirkan sejumlah selebritas kondang di jagat maya. Mereka biasanya disebut selebgram, influencer, YouTuber, hingga kreator konten. Dengan jumlah pengikut ratusan ribu hingga puluhan juta, wajar jika suara mereka didengar publik.

Indonesia punya Rachel Vennya, Tasya Farasya dan lain-lain. Negara lain juga punya jagoan yang lahir dari “rahim” dunia maya, termasuk Polandia. Influencer punya spesialisasi masing-masing. Yang paling populer bisa jadi beauty influencer.

Mereka kerap dipinang perusahaan kosmetik dan skincare. Kunjungan Liputan6.com ke Polandia pekan lalu menelusuri bagaimana perusahaan kosmetik dan skincare berdaptasi dengan perubahan zaman dengan merespons lahirnya para influencer.

Bahkan, ada perusahaan yang terang-terangan mengucap selamat tinggal kepada jabatan duta alas brand ambassador (setidaknya untuk saat ini). Mereka beralih ke strategi promosi partnership dengan para influencer dalam kampanye tertentu.

Bell, perusaan kosmetik Polandia yang berdiri sejak tahun 1983, misalnya, buka kartu betapa pergerakan zaman tak bisa ditahan. Kepekaan merespons perubahan zaman dan kecermatan menyusun strategi adalah kunci.

Pemilik TikTok ByteDance sedang mengembangkan Goku, model video AI baru. Model ini dapat menciptakan influencer super realistis, lengkap dengan kontennya.

Impak Influencer Papan Atas

Bell adalah pemain lama dalam industri kecantikan di Polandia. Kali pertama, ia meluncurkan produk berupa lipstik pada 1989. Lini kecantikan ini mulai mengekspor produk empat tahun kemudian. Ritual ekspor tak melenakan mereka.

Sekitar 15 tahun kemudian, Bell membanggun gedung pertama di kawasan Jozefow dengan lanskap pedesaan dan hutan teduh. Setelahnya, era digital melaju makin kencang. Bell mulai beradaptasi dengan mengubah strategi pasar.

“Pada 2022, kami mengintensifkan kerja sama dengan sejumlah influencer. Gebrakan yang jadi bagian dari proses adaptasi terhadap perkembangan zaman ini membuahkan hasil,” kata Chief Operating Officer Bell, Pawel Grabowski.

Influencer yang dipinang Bell tak main-main. Selebgram dengan 1,4 jutaan pengikut Ewa Grzelakowska-Kostoglu diajak kolaborasi. Publik mengenalnya dengan Red Lipstik Monster. Selain itu, ada Genzie dengan setengah jutaan pengikut.

Dua pesohor lain, yakni Martyna Grzenkowicz Peachee dan Izabela Wojciechowska, masing-masing punya 100 ribuan pengikut. Impaknya, tahun lalu, penjualan produk Bell terkerek di kisaran 35 hingga 45 persen.

“Tahun lalu saja, terdapat 94 juta lebih produk Bell yang terjual dengan rincian, lipstik 21,5 persen, produk untuk mata 20 persen, dan produk perawatan wajah dan kosmetik mencapai 58,5 persen. Dari yang 58 persen itu, foundation terlaris,” Pawel Grabowski merinci.

Kesaktian Mikro dan Nano Influencer

Bell punya strategi jelas, yakni membidik influencer papan atas untuk memantik viralitas di jagat maya. Kalau ada papan atas, berarti ada papan menengah dan bawah. Dalam bahasa kekinian, ada mikro dan nano influencer.

Jangan salah, “kesaktian” para mikro dan nano-influencer ini tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka dilirik lini kecantikan Ava yang berdiri sejak 1960. Pada 2008, Ava menjadi lini kecantikan pertama di Polandia yang mendapat sertifikasi Ecocert.

Ava yang kini punya 400-an SKU mengekspor produk sejak tahun 1980. Sayap bisnisnya menjangkau lebih dari 40 negara termasuk AS, Kolombia, Vietnam, Cina, Korea Selatan, Filipina, hingga kawasan Timur Tengah.

“Kami meyakini salah satu kunci bertahan di tengah perubahan zaman adalah adaptasi. Salah satunya, merespons fenomena medsos yang melahirkan banyak pesohor,” ungkap Manajer Operasional Laboratorium Kosmetik Ava, Jakub Kutyla, kepada Liputan6.com.

Sejauh ini Ava belum meminang artis tertentu sebagai duta atau brand ambassador dengan alasan tak mudah mencari figur yang sesuai dengan visi misi serta berkomitmen jangka panjang. Sebaliknya, mereka melirik mikro dan nano-influencer.

“Sebaliknya, Ava menjalin kolaborasi dengan mikro dan nano-influencer. Mereka lebih reliable dalam memberikan reviu atau berbagi pengalaman terkait produk sehingga terasa lebih nyata dan dekat dengan netizen,” Jakub Kutyla menyambung.

Influencer, Medsos dan Generasi Muda

Ini berbeda dengan big influencer, yang statusnya seperti artis terkenal. Saking papan atas, posisinya terasa di awang-awang dan “susah dijangkau” awam. “Terasa berjarak karena dia sudah seperti artis,” beri tahu Jakub Kutyla.

Reviu mikro dan nano-influencer di satu sisi memang terasa lebih organik. Meski demikian, dalam bisnis termasuk kecantikan semua peluang tetap terbuka. Tidak menutup kemungkinan, strategi berubah seiring dinamika per-medsos-an.

Pawel Grabowski membenarkan. Berkaca pada fakta dan data beberapa tahun terakhir, kolaborasi dengan influencer di Polandia adalah salah satu cara efektif sekaligus relevan untuk memantik percakapan di internet.

“Dalam hal ini platform medsos seperti Instagram dan TikTok. Para pengikut influencer akan datang ke acara-acara yang kami selenggarakan dengan bintang tamu para influencer dari Instagram atau TikTok,” Pawel Grabowski memaparkan.

Kolaborasi ini memberi impak besar dalam rekomendasi produk kosmetik untuk para remaja. Menilik lonjakan penjualan sepanjang tahun lalu, Pawel Grabowski dan timnya optimistis telah berada di jalur yang tepat.

“Saya percaya ini adalah cara yang benar untuk menjangkau pasar generasi muda. Hasil akhirnya adalah impak besar. Karena faktanya, banyak anak muda yang memang mencari informasi di internet khususnya medsos,” beri tahunya.

“Kami pernah kerja sama dengan sejumlah artis Polandia termasuk alumni ajang kecantikan. Namun sekarang fokus kami partnership dengan sejumlah influencer ternama di Polandia,” Pawel Grabowski berbagi cerita.

Jangan Hanya Andalkan Infuencer

Catatan penting datang dari lini kecantikan 4 Szpaki yang pernah viral se-Polandia gara-gara krim deodoran. Kisahnya bermula sekitar lima tahun lalu, seorang konsumen menulis surat via email ke pihak 4 Szpaki. Dalam surel itu, ia mengaku beli krim deodoran lalu mengaplikasikan ke area ketiak.

Saat mengusapkan krim ke ketiak dekat payudara, konsumen ini menemukan benjolan tak wajar. Curiga, ia menjalani pemeriksaan medis. Benar saja. Benjolan itu kanker. Karena ditemukan di stadium sangat dini, konsumen ini selamat dari maut.

Testimoni ini meremas banyak hati warga Polandia. Namun, mengandalkan viralitas kisah nyata saja tak cukup. Perwakilan 4 Szpaki, Grzegorz Sienkiewicz, menyebut, sayap bisnisnya berpijak pada aspek independen, inovatif dengan basis vegan dan handmade.

Dengan pijakan sespesifik ini, bukan berarti pintu kolaborasi terkunci. Lini 4 Szpaki bekerja sama dengan penyanyi ternama Polandia, Kasia Sienkiewicz dan disambut hangat. Grzegorz Sienkiewicz mewanti-wanti, kolaborasi dengan pesohor, bukan jaminan keberhasilan.

“Saya bagikan kisah nyata. Ada produk yang dimiliki pasutri pengusaha dan didukung pesohor papan atas hingga sukses besar. Lalu, produk ini melakukan ekspansi ke republik tetangga. Di sana, istri pemilik punya koneksi ke seorang artis besar,” tutur Grzegorz Sienkiewicz.

Kampanye besar-besaran dengan artis papan atas pun di mulai. Setahun berlalu, hasil tak sesuai harapan. Bahkan, berbagai pihak menilai strategi ini sebagai kegagalan besar. Berkaca pada pengalaman ini, Grzegorz Sienkiewicz menarik hikmah.

“Kita tak bisa meng-copy strategi sukses produk di suatu negara lalu mengaplikasikannya ke negara lain atau ke produk kita. Saat saya ditanya tentang ini, saya katakan lebih baik mengumpulkan data dulu terkait produk dan pasar yang hendak disasar,” paparnya panjang.

Grzegorz Sienkiewicz menggarisbawahi, metode klasik seperti pembagian sampel produk dan meminta testimoni pengguna setelah beberapa waktu tetap penting. Kita tak bisa hanya mengandalkan reviu influencer untuk mengubah selera dan perspektif pasar.

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |