Kemanfaatan dan Makna Ketentuan Suatu Undang-Undang

14 hours ago 3

loading...

Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa

Romli Atmasasmita

UNDANG-undang adalah suatu produk legislatif bersama-sama pemerintah untuk memberikan landasan hukum bagi ditetapkannya suatu kebijakan politik dalam bidang tertentu seperti bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Negara hukum harus dimaknai bahwa kehidupan masyarakatnya diatur oleh dan dalam suatu undang-undang , kecuali adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dan bersifat turun-temurun/diwariskan.

Undang-undang dapat diberlakukan memuat beberapa jenis muatan, yaitu muatan yang bersifat larangan, kebolehan, atau bersifat paksaan. Ketentuan undang-undang yang bersifat paksaan/memaksa (dwingen recht) berbeda dengan ketentuang yang bersifat pengaturan/mengatur (regelingen), karena ketentuan yang bersifat memaksa seperti undang-undang pidana- wajib dan harus dilaksanakan dan diancam dengan sanksi pidana, kecuali ada ketentuan pengecualiannya. Sedangkan ketentuan yang bersifat mengatur juga wajib dan harus dilaksanakan, akan tetapi tidak diancam dengan sanksi jika tidak dilaksanakan kecuali sanksi administratif.

Dalam praktik peradilan pidana , sifat regulasi dan sanksi tersebut dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan juga oleh jadi diubah-ubah sesuai dengan situasi dan perkembangan kekuasaan dalam suatu negara. Dalam negara demokrasi dan HAM, sesuai dengan kebutuhan perlindungan HAM setiap orang, sementara dalam negara otoriter, sesuai dengan kepentingan kekuasaan.

Di dalam doktrin hukum diketahui terdapat 5 (lima) jenis penafsiran atas suatu ketentuan UU: metode penafsiran sistematis-abstraksi logis, historis, teleologis, yuridis, dan komparatif. Kekuasaan penafsiran tersebut mayoritas dominasi hakim di dalam sistem hukum civil law (Belanda, Prancis, negara jajahan Belanda) termasuk Indonesia karena hakim di dalam sistem civil law bersifat aktif. Sedangkan di dalam sistem hukum common law, bersifat pasif-hakim berfungsi sebagai wasit saja antarpihak berseteru, penuntut dan terdakwa/kuasa hukumnya.

Sedangkan kekuatan penafsiran hukum dalam sistem hukum common law didominasi hakim dan penuntut umum dengan menggunakan metode historis, sistematis, dan teleologis. Namun demikian, tidak jarang terjadi kekuataan penafsiran hukum di dominasi oleh penyidik dan penuntut dalam hal penyidikan dan penuntutan.

Perubahan perkembangan makna suatu ketentuan UU sesuai dengan perkembangan masyarakatnya yang menyebabkan hukum sering diakui sebagai norma dinamis, tidak statis dalam konteks ini tafsir ketentuan suatu UU hanya terbatas dan dibatasi teks suatu UU dan dalam praktik peradilan di Indonesia tdak lepas dari pengaruh subjektivitas penyidik dan penuntut dan bahkan hakim. Masalah perbedaan tafsir ketentuan UU merupakan maslah mendasar dan penyebab terjadinya ketidakpastian hukum bahkan tidak jarang menciptakan ketidakadilan yang dikuasai kepentingan (interest) para pihak atau pihak kekuasaan.

Keadaan dan masalah sedemikian kini telah terjadi dalam praktik peradilan pidana di Indonesia. Bukan tanpa upaya pemerintah membenahi keadaan ini. Antara lain dengan perubahan UU akan tetapi dalam kenyataan tidak memberikan perubahan berarti. Sehingga, sering disimpulkan bahwa baik buruknya penegakan hukum sangat tergantung pada "siapa yang memegang senjata" (the man behind the gun). Masalah siapa di belakang hukum merupakan masalah strategis, berlaku universal tanpa batas peradaban dan teritorial karena hal tersebut tergantung dari sifat karekteristik manusia sesuai dengan pemeo, hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, tetapi kekuasaan tanpa hukum anarki.

Kekuasaan dan hukum selalu berkelindan dalam kehidupan masyarakat mulai kekuasaan seorang ayah, majikan, dan penyelenggara negara. Semakin besar kekuasaan, maka semakin kuat syahwat ingin berkuasa dan selalu memperluas kekuasaannya kadang tanpa batas. Seketika kekuasaan diperluas, maka semakin kuat dorongan untuk berkuasa dengan prinsip, tujuan menghalalkan cara. Padahal, seharusnya bagaimana cara mencapai suatu tujuan, utamakan prosedur hukum yang benar.

Contoh terkini, kasus putusan MKRI terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden dan putusan PTUN terkait syarat calon gubernur. Jika keadaan dan masalah hukum telah mencapai titik ini, dapat dikatakan bahwa hukum tidak lagi bermakna bagi kebaikan/kepantasan kehidupan umat manusia. Akibat negatif daripadanya adalah terjadi anarki di mana-mana, sebagaimana pernah dikatakan Thomas Hobbes, homo homini lupus, belum omnium contra omnus, manusia bagai serigala bagi manusia lain, satu sama lain saling memangsa, sehingga tidak akan ada kedamaian, apalagi cita/tujuan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.

(zik)

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |