Fosil Tonggeret Tertua Ditemukan di Jerman, Ungkap Jejak Evolusi Serangga Purba

12 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Para peniliti baru saja berhasil menemukan salah satu spesies tonggeret (cicadas) tertua yang pernah ada. Temuan itu berasal dari fosil yang digali di wilayah Frankfurt, Jerman.

Dikutip dari Popular Science, Jumat (8/5/2025), fosil tonggeret itu digali dari formasi batu serpih minyak yang ada di situs Warisan Dunia UNESCO, Messel Pit. Wilayah itu dikenal berasal dari zaman Eosen (sekitar 56-33,9 juta tahun lalu).

Spesies baru tonggeret ini dinamai Eoplatypleura messelensis, dan termasuk dalam kelompok Platypleurini, salah satu cabang tonggeret  terbesar. Temuan ini signifikan, karena sangat sedikit fosil tonggeret yang pernah ditemukan.

Tercatat, hanya ada sekitar 44 spesimen yang diketahui berasal dari era Kenozoikum (sejak 66 tahun lalu).

"Dalam keluarga tonggeret, kelompok Platypleurini sangat menarik. Mereka memiliki distribusi luas dan beragam spesies dengan karakteristik unik,” ujar Dr. Sonja Wedmann, salah satu penulis dalam penelitian ini.

Fosil Eoplatypleura messelensis ini memiliki panjang tubuh sekitar 2,5 cm dengan rentang sayap mencapai 6,8 cm. Kepala fosil ini memiliki mata majemuk kecil dan sayap depan yang lebar, dengan tepi melengkung.

Yang menarik dari fosil ini adalah pola pada sayapnya, mirip dengan tonggeret modern yang hidup di hutan dan semak-semak. Menurut salah satu peneliti Hui Jiang, pola tersebut kemungkinan berfungsi sebagai kamuflase.

Jembatan Sejarah Evolusi Serangga

Selain menjadi temuan tertua dari keluarga tonggeret yang dominan, fosil ini membantu menjembatani celah dalam sejarah evolusi serangga yang dikenal dengan dengungan kerasnya tersebut.

Meski yang ditemukan merupakan betina, kelompokPlatypleurini dikenal dengan pejantan yang mampu menghasilkan suara nyaring untuk menarik pasangan—kebiasaan yang kemungkinan juga dimiliki E. messelensis.

Tidak hanya itu, fosil ini juga bisa menjadi referensi penting bagi studi genetika dan evolusi serangga.

"Serangga menyumbang sebagian besar keanekaragaman hayati. Rekaman fosil mereka membantu kita memahami perkembangan ekosistem kompleks dan interaksi ekologis," tutur Sonja.

Studi Terbaru Ungkap Dinosaurus Mungkin Masih Hidup, jika Asteroid Tak Hantam Bumi

Di sisi lain, selama lebih dari tiga dekade, sejumlah ilmuwan memperdebatkan satu pertanyaan besar, apakah kepunahan dinosaurus memang mulai terjadi sebelum akhirnya asteroid menghantam Bumi 66 juta tahun lalu?

Dikutip dari Live Science, Sabtu (3/5/2025), sejumlah peneliti dari University College London pun berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Hasilnya, berdasarkan studi baru yang sudah diterbitkan, dinosaurus ternyata sebenarnya masih bisa berkembang.

Menurut penulis utama studi tersebut Chris Dean, dugaan soal dinosaurus yang sudah mendekati kepunahan kemungkinan besar disebabkan oleh data fosil yang tidak akurat.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa ide tersebut mungkin hanya ilusi akibat kurangnya rekaman fosil dari periode kritis itu," ucap Chris.

Dalam studinya, Chris bersama tim menganalisis sekitar 8.000 fosil dinosaurus dari Amerika Utara yang berasal dari dua periode penting di akhir zaman kapur, yakni usia Campanian (83,6 hingga 72,1 juta tahun lalu) dan Maastrichtian (72,1–66 juta tahun lalu).

Kemudian, fokus penelitian tertuju pada empat famili dinosaurus populer: Ankylosauridae (dinosaurus berzirah), Ceratopsidae (seperti Triceratops), Hadrosauridae (dinosaurus paruh bebek), dan Tyrannosauridae (termasuk T. rex).

Lalu, mereka mengembangkan model untuk meneliti lebih lanjut soal kemungkinan masa hidup dinosaurus tersebut. Hasilnya, analisis menemukan kalau keempat famili dinosarus itu masih tetap tersebar luas dan masih umum ditemukan.

Dengan kata lain, mereka sebenarnya tidak menunjukkan tanda-tanda alami menuju kepunahan, sebelum asteroid menabrak Bumi.

Jejak Fosil Dinosaurus

Menurut studi ini, penurunan jumlah fosil dari periode Maastrichtian lebih disebabkan oleh kondisi geologis yang tidak mendukung proses fosilisasi. 

Salah satu penyebabnya adalah penyusutan Western Interior Seaway, lautan purba yang pernah membelah Amerika Utara dari Teluk Meksiko hingga Kutub Utara.

Bersamaan dengan itu, pembentukan Pegunungan Rocky yang dimulai sekitar 75 juta tahun lalu juga turut mengganggu proses pelestarian fosil.

Selain itu, banyak lapisan batuan dari periode Maastrichtian di Amerika Utara tidak terpapar secara alami atau tertutup vegetasi lebat, menyulitkan para paleontolog untuk menemukan fosil dari masa tersebut.

Kondisi itu yang kemudian membuat ada anggapan kalau dinosaurus sebenarnya sudah menuju kepunahan, meski tidak ada asteroid. 

Kendati demikian, studi terbaru ini malah makin memperkuat hipotesis kalau asteroid adalah penyebab utama kepunahan dinosaurus.

Bahkan, menurut salah satu peneliti, jika bukan karena asteroid, dinosaurus mungkin masih hidup berdampingan dengan mamalia dan reptil.

Foto Pilihan

Para karyawan menyambut pelanggan yang memasuki toko mereka yang menjual Apple iPhone 16 di Jakarta pada 11 April 2025. (BAY ISMOYO/AFP)
Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |