Dualisme Berulang, Ada Apa dengan Partai Ka'bah?

3 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Dualisme kepemimpinan kembali terjadi di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) setelah Muktamar yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9) lalu.

Dua kubu antara M Mardiono dengan Agus Suparmanto saling adu klaim terpilih sebagai Ketum PPP.

Mardiono menyatakan terpilih menjadi Ketua Umum DPP PPP secara aklamasi usai mendapatkan persetujuan dari 1.304 muktamirin pemilik hak suara muktamar yang hadir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penetapan Mardiono sebagai ketum itu ditolak sebagian peserta Muktamar. Sebagian kader melalui Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhamad Romahurmuziy alias Romy menyatakan penetapan Mardiono tidak sah.

Romy kemudian mengumumkan bahwa mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto terpilih menjadi Ketua Umum PPP periode 2025-2030.

Setelahnya, kedua kubu menyatakan akan mendaftarkan susunan pengurus baru pasca-muktamar setelah menuangkan keputusan muktamar ke dalam akta notaris.

Merespons itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah takkan mengesahkan pengurus baru PPP jika belum ada kesepakatan internal atas konflik yang terjadi.

Yusril menegaskan pemerintah bersikap netral dan tidak memihak kubu mana pun dalam menyikapi dinamika internal yang terjadi di PPP.

"Dalam mengesahkan pengurus partai politik, satu-satunya pertimbangan pemerintah adalah pertimbangan hukum. Jika terjadi konflik internal, pemerintah tidak akan mengesahkan susunan pengurus baru, tetapi akan menunggu tercapainya kesepakatan internal partai, putusan mahkamah partai, atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Yusril di Kabupaten Belitung Timur, Senin (29/9), sebagaimana disebarluaskan oleh Humas Kemenko Kumham Imipas.

Saling adu klaim kemenangan itu mengulang sejarah dualisme di Partai Ka'bah. Menjelang Pilpres 2014, dualisme kepemimpinan juga terjadi dan melibatkan Romy.

Kala itu, Romy menolak sikap Ketua Umum Surya Dharma Ali mendukung pencalonan Prabowo Subianto di pilpres. Romy menginisiasi Rapimnas di Jakarta yang dihadiri 26 Ketua DPW dan 25 pengurus pusat.

Hasilnya, Suryadharma Ali resmi diturunkan sebagai ketua umum.

Masih di tahun yang sama, kasus dualisme berulang melalui dua Muktamar yang digelar oleh kubu Romy dan Djan Faridz. Pada 2 November 2014, Muktamar di Ancol, Jakarta menetapkan Djan Faridz sebagai ketua umum.

Fenomena gunung es

Pengamat Politik Universitas Pamulang Cusdiawan berpendapat dualisme PPP ini hanyalah fenomena gunung es.

Ia mengatakan akar permasalahan dari Partai Ka'bah ialah lemahnya pelembagaan partai politik di PPP.

"Persoalan dualisme PPP belakangan hanyalah puncak dari gunung es, yang sebetulnya akar masalahnya terletak pada lemahnya pelembagaan partai tersebut," kata Cus kepada CNNIndonesia.com, Selasa (30/9).

Cus mengatakan PPP saat ini merupakan partai tua yang gagal bertransformasi menjadi parpol dengan pelembagaan kuat.

Cus berpendapat lemahnya pelembagaan partai itu sudah terbaca sejak awal. Menurutnya, PPP sangat sarat akan pertarungan faksionalisme yang tidak bisa dikelola dengan baik.

Ia mengatakan indikasi menguatnya faksionalisasi salah satunya terlihat dengan pencopotan Suharso Monoarfa jelang Pemilu 2024. Menurutnya, hal itu pun memengaruhi mesin partai dalam upaya mereka memenangkan pileg.

Hal inilah yang kemudian menyebabkan tren suara partai yang menurun dan puncaknya gagal membawa PPP masuk ke parlemen pada Pileg 2024 lalu.

"Ironisnya, alih-alih partai ini berupaya keras untuk mengonsolidasikan kekuatan internal partai guna kembali bisa masuk parlemen, yang dipertontonkan justru ego dan kepentingan elite atau faksi dibandingkan kepentingan kolektif parpol agar jalannya parpol lebih stabil," ujarnya.

Pentingnya belajar dari sejarah

Cus pun berpendapat PPP seakan tak belajar dari sejarah partainya sendiri yang pernah diterpa dualisme dan berujung gagal lolos ke parlemen.

Alih-alih berbenah, ia mengatakan PPP justru kembali mempertontonkan dualisme antara Mardiono dengan Agus Suparmanto.

Menurutnya, hal ini justru semakin melemahkan posisi PPP terhadap pemilih ataupun basis konstituen mereka.

Ia mengatakan bisa saja dualisme ini membuat basis massa tradisional mereka berpaling, terlebih jika konflik berkepanjangan.

"Pada 2024, faksionalisasi yang belum sampai mengarah pada dualisme saja sangat mengganggu mesin parpol dan membuat performa mereka jauh dari kata maksimal, apalagi ketika terjadi dualisme seperti sekarang?" ucap dia.

Pada saat yang sama, Cus juga ikut mengomentari mengapa sosok eksternal salah satunya seperti eks KSAD Dudung Abdurrachman yang beberapa waktu lalu sempat masuk bursa menjadi ketum, namun kini justru tidak tampil menjadi calon ketum.

Cus mengatakan gagalnya pihak eksternal masuk ke bursa PPP berkemungkinan karena resistensi dari internal PPP yang besar.

Artinya, sosok eksternal itu tak mendapat dukungan yang cukup kuat dari internal kekuatan di PPP terutama faksi-faksi yang dominan.

Lalu, kemungkinan keduanya ialah karena mereka menganggap PPP bukan sebagai suatu kendaraan politik yang menjanjikan.

Selain pihak eksternal yang justru hilang dari bursa, Cus juga menyoroti Sandiaga Uno yang merupakan kader internal PPP. Namanya sempat digadang kuat menjadi ketum, namun saat ini lenyap dari peredaran.

"Perihal nama Sandiaga yang tidak ada dalam kandidasi ketum, lebih dipengaruhi oleh faktor kedua yang saya sebut di atas. Artinya, Sandiaga menganggap bahwa menjadi ketum PPP yang nantinya pasti mengharuskannya menanam 'saham' lebih besar lagi bagi keperluan logistik parpol, justru tidak akan berbanding lurus dengan apa yang akan didapatkannya, daya tawar PPP terbilang rendah yang juga dilatarbelakangi oleh perolehan suara parpol yang terus menurun," ujar Cus.


Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |