4 Modus Penipuan AI yang Harus Diwaspadai pada 2015

2 days ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2024 memberikan kita sekilas gambaran tentang maraknya deepfake, kloning suara, dan penipuan phishing yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI).

Namun, para ahli memperingatkan bahwa itu hanyalah "permulaan" bagi para penipu yang sedang menjajal kemampuan teknologi tersebut. Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun di mana penipuan berbasis AI akan menjadi kekuatan dominan dalam menguras rekening fintech dan bank.

Menurut Deloitte Center for Financial Services, dampak negatif AI generatif bisa menelan kerugian hingga USD 40 miliar (sekitar Rp 652 triliun) pada 2027, meningkat tajam dari USD 12,3 miliar (sekitar Rp 200 triliun) pada 2023.

Peningkatan yang signifikan ini telah menarik perhatian Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI). Sejak akhir 2024, FBI memperingatkan bahwa para penjahat mengeksploitasi AI untuk melakukan penipuan dalam skala yang lebih besar.

Di Telegram, misalnya, percakapan di kanal-kanal yang berfokus pada aktivitas kriminal terkait AI dan deepfake untuk digunakan dalam penipuan semakin meningkat.

Dalam analisis yang dilakukan Point Predictive, pada 2023 tercatat 47.000 pesan dan pada 2024 jumlah pesan tersebut telah melampaui 350.000 (naik 644 persen).

Dengan aktivitas yang jauh lebih tinggi di kanal-kanal kriminal, para ahli meyakini bahwa penipuan berbasis AI akan berkembang pesat pada tahun 2025. Berikut adalah empat penipuan AI yang perlu diwaspadai, sebagaimana dikutip dari Forbes, Selasa (3/6/2025).

1. Serangan BEC Berbasis AI

Lanskap kejahatan siber diprediksi akan semakin canggih pada tahun 2025 dengan munculnya ancaman serius berupa serangan Business Email Compromise (BEC) yang memanfaatkan AI dan deepfake.

Tren ini terungkap setelah serangkaian insiden penipuan di Hong Kong, di mana para pelaku menggunakan video dan audio hasil rekayasa AI untuk meniru eksekutif perusahaan dalam panggilan Zoom. Aksi ini berhasil mengelabui karyawan dan menyebabkan kerugian finansial mencapai hampir USD 30 juta (sekitar Rp 489 miliar).

Laporan dari Medius, sebuah perusahaan asal Amerika Serikat (AS), menunjukkan bahwa AI telah menjadi senjata umum dalam serangan BEC. Hampir 53% profesional akuntan mengaku menjadi target serangan deepfake AI dalam setahun terakhir.

Senada dengan temuan tersebut, VIPRE Security Group, perusahaan keamanan siber lainnya dari AS, melaporkan bahwa 40% email BEC kini sepenuhnya dihasilkan oleh AI.

2. Cinta Palsu Berbasis Chatbot AI

Seorang pelaku kejahatan siber terkenal asal Nigeria sempat menghebohkan jagat teknologi pada 2024. Melalui video di YouTube, ia memamerkan sebuah chatbot AI yang beroperasi secara otomatis untuk berkomunikasi dengan korban.

Korban yang tidak menyadari sedang berinteraksi dengan program komputer, percaya bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan seorang dokter militer yang bertugas di luar negeri.

Padahal, di balik layar, percakapan tersebut dikendalikan oleh seorang penipu. Keunggulan chatbot AI ini terletak pada kemampuannya untuk berinteraksi dengan lancar tanpa aksen yang mencurigakan, sehingga meningkatkan tingkat kepercayaan korban.

Para ahli memperingatkan bahwa penggunaan chatbot AI yang sepenuhnya otonom akan semakin meluas pada tahun 2025.

3. Penipuan "Pig Butchering"

Sebuah fenomena baru yang mengkhawatirkan muncul di media sosial dan aplikasi pesan Telegram, menampilkan deretan telepon seluler yang digunakan untuk menipu ribuan korban di seluruh dunia setiap menitnya.

Teknik ini menjadi andalan baru bagi sindikat penipuan untuk meningkatkan skala operasi mereka. Perangkat lunak AI yang dikenal sebagai "Instagram Automatic Fans" secara masif mengirimkan pesan kepada ribuan pengguna setiap menit, menjerat mereka ke dalam skema penipuan "pig butchering".

Salah satu pesan yang sering digunakan adalah sapaan sederhana, "Teman saya merekomendasikan Anda. Apa kabar?" yang diulang-ulang tanpa henti.

Diprediksi, sindikat kejahatan yang terlibat dalam "pig butchering" akan semakin memanfaatkan teknologi deepfake berbasis AI untuk panggilan video, kloning suara, dan chatbot guna memperluas jangkauan penipuan mereka secara signifikan pada 2025.

4. Pemerasan Eksekutif Tingkat Tinggi dengan Deepfake AI

Di Singapura, sekelompok penipu melancarkan aksi pemerasan melalui email deepfake yang menargetkan 100 pegawai negeri dari 30 lembaga pemerintah, termasuk para menteri kabinet, pada akhir 2024.

Dalam email tersebut, para korban diminta untuk membayar USD 50 ribu (Rp 814 jutaan) dalam bentuk mata uang kripto.

Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi, pelaku mengancam akan menyebarkan video deepfake yang menampilkan para korban dalam situasi memalukan--dibuat menggunakan foto-foto publik dari LinkedIn dan YouTube.

Dengan semakin mudahnya akses ke perangkat lunak deepfake berbasis AI, skema pemerasan semacam ini diperkirakan akan menyebar ke berbagai perusahaan di seluruh dunia, menargetkan para eksekutif tingkat tinggi mereka.

Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Read Entire Article
Dunia Televisi| Teknologi |